Anggota angkatan 2003 Filsafat UKIM

Chaky, Ona Aya, Meidy, Kea, Lita, Kaneng, Etalake, Oi’Tiku, Nesy, Lineng, Mersy, Netty, Taro-Domy, Turo-Ebeth, Neng, Ensy, Eci, Choco, Ike, Beben, Tommy, Ika, Zisi, Novi, Aketa, Tata, Acith, Ona Kap, Eva, Ences, Dian, Olive Seke, Denis, Is Latul, Totoy, Gama, Noel, Marino, Odon, Ano, Max, Endik, Rina, Au, Emang, Ema, Eges, D4, Charis’t, Cakhlop’z, Eda, Ati, Kakak Dello, kakak Mis, Tine, Imel, Chey, Itin, Yun, Ane, Eges’L, Wellem, Ein, Erlin, Winter, Vally, Anika (Alm).

BAKUMPUL SUDAH

BAKUMPUL SUDAH
TAPISAH UNTUK PELAYANAN ADALAH SESUATU YANG TERINDAH

Kamis, 30 Juli 2009

MERSY SKRIPSI 03

BAB I
PENDAHULUAN


A. Latar belakang
Ibadah merupakan suatu pelayanan orang-orang Kristen sebagai respon terhadap cinta kasih Allah dalam seluruh kehidupan. Dalam pemahaman jemaat yang terbatas, ibadah sering dipahami sebagai suatu pertemuan orang-orang Kristen pada jam dan tempat yang telah ditetapkan. Salah satu contoh dari pemahaman yang demikian terlihat dari berkumpulnya para pemuda dan pemudi pada hari Kamis pukul 19.00 WIT di suatu rumah. Ibadah tersebut dalam kehidupan pelayanan Gereja Protestan Maluku (GPM) disebut dengan Ibadah Angkatan Muda. Ibadah Angkatan Muda tersebut melibatkan berbagai unsur tata ibadah, termasuk di dalamnya musik. Sehubungan dengan kehadiran musik dalam ibadah ada yang berpendapat bahwa musik merupakan bagian yang integral dari ibadah, karena musik digunakan oleh dan di dalam ibadah jemaat untuk memuji dan memuliakan Tuhan. Sebagai bagian dari musik gereja, nyanyian tidak dapat diabaikan karena berfungsi sebagai sarana mempersatukan seluruh umat sebagai satu kesatuan tubuh Kristus.
Kenyataan di GPM memperlihatkan bahwa kecenderungan orang-orang muda untuk bernyanyi ternyata tidak terbatas pada nyanyian-nyanyian di dalam Kidung Jemaat (KJ) atau Pelengkap Kidung Jemaat (PKJ) saja. Dijumpai juga dalam ibadah Angkatan Muda Gereja Protestan Maluku (AM-GPM), Cabang Rehoboth III Ranting Christy Natalia yang dilakukan satu minggu satu kali pada hari Kamis pukul 19.00 WIT, menggunakan nyanyian-nyanyian Praise and Worship pada awal ibadah sebagai puji-pujian awal sebelum ibadah dimulai. Bahkan, sering juga nyanyian-nyanyian ini dinyanyikan di dalam liturgi sampai selesai ibadah. Nyanyian Praise and Worship berasal dari denominasi gereja lain seperti Sidang Jemaat Allah yang belakangan ini banyak beredar di kalangan orang Kristen. Ketertarikan terhadap nyanyian Praise and Worship mengundang simpati pemuda untuk bergabung bersama di dalam ibadah-ibadah, seperti yang dilakukan oleh AM-GPM Cabang Rehoboth III Ranting Christy Natalia.
Realitas yang dijumpai menunjukan bahwa seiring berjalannya waktu, orang bisa berubah kapan saja. Begitu pula dengan nyanyian. Meninggalkan nyanyian-nyanyian yang sudah ada sebelumnya tidaklah mungkin karena nyanyian tersebut telah berakar di dalam gereja dan terpelihara hingga kini. Namun bagaimanapun juga, mengabaikan nyanyian-nyanyian yang baru mesti dipertimbangkan karena nyanyian jemaat akan terus berkembang sesuai perkembangan zaman dan salah satu karakter nyanyian gereja adalah memiliki aspek pembaruan gereja dan menunjang kesadaran oikumene.
Masalah lain lagi muncul sebagai dampak dari nyanyian Praise and Worship adalah ketika orang mulai tertarik dengan nyanyian ini, maka tidak menutup kemungkinan orang tersebut akan malas untuk menyanyikan lagu-lagu yang sudah ada sebelumnya, seperti yang terdapat dalam Kidung Jemaat, Pelengkap Kidung Jemaat, Dua Sahabat Lama (DSL), dan lain-lain sebagainya sehingga berpengaruh juga pada ibadah-ibadah yang dilakukan pada hari minggu atau pada wadah-wadah organisasi gereja lainnya, khususnya di kalangan pemuda. Selain itu, ada juga jemaat yang berdiam diri sementara satu nyanyian jemaat dinyanyikan oleh orang lain. Bahkan faktor kemalasan dan kejenuhan akan membuat jemaat bernyanyi hanya sekedar bernyanyi mengikuti seleranya sendiri tanpa mempedulikan kesatuan jemaat yang bernyanyi.

B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka yang dapat dirumuskan dari masalah ini adalah apa yang menyebabkan nyanyian Praise and Worship (pujian dan penyembahan) lebih diminati oleh para pemuda dalam ibadahnya, dibandingkan dengan nyanyian KJ, PKJ, DSL, Ny Rohani, dan lain-lain, yang selama ini bertumbuh dan berkembang dalam Gereja khususnya GPM?

C. Tujuan Penulisan
Tujuan dari penulisan ini adalah, untuk mengkaji penyebab nyanyian Praise and Worship (pujian dan penyembahan) lebih diminati oleh para pemuda dalam ibadahnya, dibandingkan dengan nyanyian KJ, PKJ, DSL, Ny Rohani, dan lain-lain, yang selama ini bertumbuh dan berkembang dalam Gereja khususnya GPM.

D. Manfaat Penulisan
Penulisan ini bertujuan untuk mengaplikasikan ilmu pengetahuan tentang nyanyian komunitas pemuda di GPM. Selain itu, penulisan ini diharapkan dapat memberikan kontribusi pikir bagi pengembangan musik gereja di GPM.

E. Kerangka Teoritik
1. Apa itu Musik Gereja ?
Dalam ilmu musik, bentuk seni yang disebut musik diartikan sebagai cetusan ekspresi isi hati yang diungkapkan dalam bantuk bunyi yang bernada dan berirama, khususnya dalam bentuk lagu dan nyanyian.
Berdasarkan sumber bunyinya, musik dikelompokkan menjadi musik vokal dan musik instrumental. Musik vokal bersumber pada suara manusia sedangkan musik instrumental bersumber dari alat-alat musik yang digunakan untuk menghasilkan bunyi. Kedua jenis musik ini dikenal juga dalam peribadahan gereja, sehingga musik gereja pun terdiri dari musik vokal dan musik instrumental.
Musik gereja adalah bagian dari musik yang dihasilkan manusia secara umum dan universal. Ada aspek atau dimensi surgawi dalam musik gereja sebagai dimensi teologis atau rohani. Hal itu tidak berarti bahwa musik gereja tidak berasal dari dunia ini. Musik gereja adalah musik dari dunia ini yang dihasilkan oleh orang-orang percaya (Kristen) untuk mengekspresikan iman mereka kepada Tuhan. Dengan demikian, musik gereja adalah musik manusia secara universal yang dihasilkan dan digunakan dengan maksud khusus.
Jadi, yang dimaksudkan dengan musik gereja adalah musik yang digunakan oleh dan di dalam ibadah gereja untuk memuji dan memuliakan Tuhan. Berkenan dengn itu, Karl-Edmund Prier SJ menyatakan bahwa sejak abad pertengahan musik gereja disebut sebagai musical sacra atau musik suci, karena digunakan dalam pemujaan atau penyembahan kepada Allah. Dalam penggunaannya, musik gereja dikelompokkan menjadi musik liturgi dan musik rohani. Disebut musik liturgi karena diciptakan dan digunakan di dalam liturgi ibadah, bahkan merupakan bagian integral di dalam liturgi. Menurut Rasid Rachman, nyanyian seperti ini merupakan liturgi yang dinyanyikan. Sedangkan musik rohani, menurut Karl-Edmund Prier SJ diciptakan dan digunakan secara umum di luar ibadah.
Menurut Frederik William Sclleider, musik adalah sebuah apresiasi terhadap kemahakuasaan Tuhan di dunia dan harus dimaknai dalam hati dan perasaan dari manusia itu sendiri. Musik yang baik harus dibawakan secara indah dan harus memperhatikan emosi dan perasaan terhadap kecintaannya yang diungkapkan dalam sebuah nyanyian yang baik.

2. Apa itu Nyanyian ?
Suatu lagu yang disusun dan diberi syair tidak hanya mengandalkan alat-alat musik sebagai sumber bunyi, tetapi mengandalkan juga suara manusia untuk menyanyikannya. Inilah yang disebut musik vocal, yaitu musik yang dihasilkan melalui suara manusia yang menyanyikannya.
Sehubungan dengan hal itu, maka penting juga memahami apakah sesungguhnya yang dimaksudkan dengan “nyanyian”. Dalam Bahasa Indonesia istilah “nyanyian” dibentuk dari kata dasar “nyanyi” dan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) kata “nyanyi” berarti bunyi (suara) yang berirama dan mengandung arti atau makna tertentu. Dengan demikian, “nyanyian” berarti suatu perpaduan yang harmonis antara lagu dan syair dengan arti tertentu.
Karakter musik sebetulnya dipengaruhi oleh suasana dan tempat yang ditampilkan Oleh karena nyanyian jemaat adalah nyanyian yang ditampilkan di dalam ibadah, maka karakter musiknya ditentukan oleh arti dan tujuan ibadah itu sendiri. Dengan kata lain, nyanyian jemaat didasarkan dan bermakna dari ibadah. Salah satu contohnya adalah Ny.Rohani no.3 Saduran I.S.Kijne.

Dalam nyanyian tersebut, ada kombinasi yang harmonis antara lagu dan syair. Isi syairnya mengandung makna ajakan kepada seluruh umat untuk menghormati dan menyembah Allah Tritunggal yang Esa. Lagunya merupakan kombinasi yang harmonis antara rangkaian nada yang dilambangkan dengan angka 1-7 dan irama yang tetap ditandai dengan garis birama.
Beberapa karakter nyanyian jemaat, antara lain :
• Nyanyian jemaat memiliki dasar teologi yang benar (apa pesannya ?)
• Nyanyian Jemaat memiliki motivasi spiritual. Apa hubungannya dengan kehidupan rohani ?
• Nyanyian jemaat memiliki bahasa yang baik dan benar, tetapi juga mudah dipahami.
• Nyanyian Jemaat memiliki musik yang tidak berbelit-berbelit dan tidak sulit, sehingga mudah dinyanyikan oleh jemaat. Hal ini tidak berarti bahwa nyanyian jemaat harus gampang, sebab terkadang banyak nyanyian yang dinyanyikan oleh solois di kaset-kaset atau VCD diambil dan dinyanyikan oleh jemaat. Hal ini sangat sulit dinyanyikan jemaat sebab karakter dan bentuk musiknya memang untuk solois dan bukan untuk jemaat.
• Nyanyian jemaat memiliki aspek pembaharuan gereja, yang juga mengatasi partikularisme dan menunjang kesadaran oikumenis.
• Nyanyian jemaat memiliki aspek stimulasi komunitas. Nyanyian jemaat perlu membangun dan membina persekutuan tubuh Kristus yang mempunyai panggilan agung dalam mencerminkan tujuan kerajaan Allah.
• Nyanyian jemaat memiliki relevansi sosial, kritis terhadap unsur-unsur dekruktif di dalam gereja sendiri.
• Nyanyian jemaat harus memiliki aspek pastoral.

Sebagai bagian dari musik di dalam peribadahan Kristen, nyanyian jemaat merupakan suatu jenis musik tersendiri yang tidak sama dengan musik lainnya. Dalam ilmu musik, nyanyian jemaat digolongkan pada “community-singing” (nyanyian bersama/ Nyanyian persekutuan). Nyanyian jemaat mempersatukan semua anggota, besar-kecil sebagai tubuh kristus. Oleh karena itu, sangat perlu mengutamakan nyanyian di atas segala jenis musik gereja lainnya. Nilainya tidak berbeda, yang berbeda hanya golongan dan fungsinya, maka fungsi nyanyian jemaat perlu diperhatikan sebagai unsur musik gereja yang utama.
Selain itu, Gangel dalam bukunya Membina Pemimpin Pendidikan Kristen menjelaskan manfaat Nyanyian jemaat antara lain :
1. Menyelaraskan hati dengan Allah.
2. Memungkinkan partisipasi semua peserta kebaktian
3. Memberikan kesempatan untuk menaikan pujian dan kesaksian
4. Menyatukan pikiran dan memperkokoh pandangan.
5. Memberikan kesaksian kepada orang yang mendengar.
6. Mengandung pesan bagi orang yang menyanyikannya.

Nyanyian Pujian merupakan salah satu dari antara tiga sakaguru dalam peribadahan Kristen, selain doa dan kesaksian. Itu berarti nyanyian pujian sama pentingnya dengan kesaksian dan doa, dan tidak ada satu yang lebih penting dari yang lain. Selain itu, ketiganya saling terkait erat satu dengan yang lainnya. Misalnya, kesaksian Kristen tidak selalu diucapkan tetapi terkadang dalam bentuk doa maupun nyanyian.
Demikian juga, dikenal ada doa yang dilafalkan (diucapkan) dan ada pula doa yang dinyanyikan. Begitu pula nyanyian, ada nyanyian yang mengandung doa (nyanyian doa), mengandung puji-pujian (nyanyian pujian) dan mengandung kesaksian (nyanyian kesaksian). Penggunaan ketiga bentuk tersebut, tergantung pada kebebasan orang dalam mengekspresikan imannya kepada Tuhan. Oleh karena itu, gereja harus mengusahakan pembinaan jemaatnya dalam bidang musik gereja. Memang bukan dimaksudkan agar seluruh anggota jemaat atau seluruh pendeta menjadi penyanyi-penyanyi yang handal melainkan supaya jemaat maupun para pendeta dapat bernyanyi dengan baik. Tuhan memang melihat kesungguhan hati manusia yang mengekspresikan imannya dalam bentuk nyanyian, sama seperti dia juga melihat hati orang yang berdoa kepada-Nya atau yang menyaksikan nama-Nya melalui khotbah dan perbuatan baik. Justru karena kesungguhan hati menjadi kuncinya, maka ekspresi yang jujur akan memperlihatkan bobot keindahan. Dalam hubungan tersebut maka tugas gereja sebagai lembaga adalah membantu warganya untuk dapat mengekspresikan imannya melalui puji-pujian yang merdu kepada Tuhan.

3. Peranan Nyanyian Jemaat di Dalam Tri-Panggilan Gereja
Dalam istilah hymnologi, nyanyian gereja sebagai nyanyian persekutuan adalah nyanyian orang banyak (community singing). Sebagai nyanyian orang banyak, nyanyian gereja harus tunduk pada kaidah-kaidah musical yang menjadi syarat dasarnya. Hal ini dimaksudkan agar nyanyian itu dapat diterima oleh orang banyak dan dapat dinyanyikan bersama-sama dengan mudah.
Untuk mewujudkan fungsi koinonia, diperlukan adanya himpunan nyanyian-nyanyian Gereja yang bersifat ekumenis, yang diterima bersama oleh seluruh komunitas Kristen. Oleh karena itu diperlukan persetujuan bersama dan penerimaan bersama atas nyanyian-nyanyian yang dapat dipergunakan untuk menggalang semangat ekumenis di dalam Gereja-gereja sedunia atau sewilayah. Pada tahun 1975, Yayasan Musik Gereja (YAMUGER) mulai berusaha menyusun suatu himpunan nyanyian Gereja yang lebih ekumenis dan kontekstual. Usaha tersebut membuahkan kitab nyanyian Kidung Jemaat yang diterbitkan pada tahun 1984 dan diterima dalam Sidang Raya X PGI di Ambon pada tahun yang sama. Menjelang berakhirnya millenium kedua tahun 1999, Yamuger menerbitkan kitab Pelengkap Kidung Jemaat dengan 307 nyanyian di dalamnya. Di samping itu, Gereja Kristen Indonesia (GKI) menerbitkan buku nyanyian mereka sendiri dengan judul Nyanyikanlah Kidung Baru. Gereja Protestan Indonesia Bagian Barat (GPIB) pun telah menerbitkan buku nyanyian Gita Bakti. Semua perkembangan ini memperlihatkan bahwa kebutuhan akan nyanyian ibadah Gereja yang kontekstual dan relevan terus menjadi pergumulan Gereja. Di samping itu, keinginan untuk memperoleh nyanyian-nyanyian yang bersifat ekumenis terus diupayakan sebab nyanyian Gereja adalah sarana penting untuk menanamkan semangat ekumenis di antara Gereja-gereja di seluruh dunia.
Istilah Marturia adalah istilah yang menyangkut segala usaha dan kegiatan Gereja secara persekutuan maupun orang-orang Kristen secara perorangan untuk menjelaskan tentang Allah dan anugerahNya, serta mengajak orang lain untuk percaya kepada Tuhan. Dalam praktiknya, Gereja membedakan dua macam kesaksian, yakni kesaksian ke dalam (Pekabaran Injil ke dalam) kepada orang-orang percaya agar semakin teguh kepercayaannya dan kesaksian ke luar (pekabaran Injil ke luar) kepada orang-orang yang belum percaya kepada Tuhan.
Kesaksian ke dalam atau Pekabaran Injil ke dalam adalah serangkaian usaha kesaksian yang dilakukan dengan terencana dan yang bertujuan untuk semakin menumbuhkan, memperkuat dan memberdayakan iman warga gereja supaya mereka dapat melaksanakan panggilannya sebagai seorang Kristen dengan baik dan bertanggung jawab. Peranan nyanyian Gereja dalam kegiatan-kegiatan Pekabaran Injil ke luar mempunyai nilai yang sangat penting. Dengan menggunakan pendekatan menyeluruh dalam aktivitas penginjilan, para penginjil melakukan perubahan paradigma Pekabaran Injil dari sekedar usaha-usaha untuk menobatkan orang atau memenangkan jiwa atau mengkristenkan orang yang belum Kristen, ke usaha-usaha yang lebih menyeluruh yakni tindakan-tindakan mewujudkan Syalom Allah secara utuh dalam kehidupan masyarakat sebagai sasaran.
Dengan kata lain, Pekabaran Injil bukan saja mewartakan (secara verbal) Yesus Sang Juruselamat, melainkan juga meningkatkan kesejahteraan lahiriah manusia sebagai wujud keselamatan dari Sang Juruselamat. Nyanyian-nyanyian yang bertemakan kesaksian dan Pekabaran Injil bertujuan ke dalam untuk mengajak dan mendorong warga gereja dalam memberitakan Injil dan ke luar mengajak orang lain untuk menerima Yesus Kristus dan keselamatan yang ditawarkannya.
Diakonia adalah kesaksian Gereja yang menyangkut bidang kehidupan manusia secara konkret dan merupakan implementasi Syalom dari Allah dalam seluruh kehidupan sosial secara luas. Ini berarti usaha-usaha Gereja di bidang perbaikan kehidupan manusia, pendidikan, kesehatan, gizi, keadilan dan hukum, perdamaian, kesetaraan gender dan sebagainya termasuk dalam tugas diakonia.
Dalam tugas yang luas itu, nyanyian Gereja berfungsi untuk menumbuhkan, memupuk dan mengembangkan kesadaran berdiakonia di kalangan warga Gereja sehingga mereka ikut mengambil bagian secara aktif dalam tugas Gereja ini. Hal ini penting sebab pada umumnya kesadaran berdiakonia di dalam Gereja masih kurang sekali. Di samping itu pengertian tentang tugas diakonia di dalam banyak Gereja kita masih sangat klasik, artinya hanya sebatas pelayanan kesehatan bagi warga yang sakit, pengumpulan bahan pangan sewaktu-waktu untuk mereka yang berkekurangan (janda dan anak yatim), pengumpulan pakaian layak pakai untuk mereka yang membutuhkannya, kunjungan silatuhrami ke rumah-rumah tahanan dan sebagainya. Sedangkan pengertian dan implementasi tugas diakonia dalam arti yang luas, kurang dipahami. Oleh karena itu, nyanyian Gereja perlu dikembangkan untuk membangun kesadaran berdiakonia sekaligus untuk mendorong panggilan berdiakonia di dalam gereja.
Menurut M.Th Mawene, hal ini penting sebab dewasa ini kita menghadapi gejala menurunnya kemampuan jemaat menyanyikan nyanyian-nyanyian ibadah dengan baik.
Gejala-gejala ini muncul karena faktor-faktor sebagai berikut :
a) Pelajaran musik di sekolah-sekolah umum amat teoritis dan kurang mengembangkan kemampuan apresiasi musik siswa. Keadaan ini jelas berbeda dengan sekolah musik atau tempat kursus musik.
b) Apresiasi musik di sekolah-sekolah (kalau ada) lebih diarahkan kepada musik umum dan pop sesuai dengan perkembangan masyarakat umum. Apalagi ada gejala di mana banyak siswa kurang mampu membaca partitur musik dengan baik dalam sistem notasi angka maupun dalam sistem notasi balok.
c) Di sekolah-sekolah yang berlabel Kristen (diasuh oleh berbagai yayasan pendidikan Kristen), pelajaran musik kurang (bahkan acap kali sama sekali tidak) diarahkan pada nyanyian ibadah Gereja. Kebiasaan zaman zending dahulu, yantg mewajibkan murid-murid sekolah menyanyikan nyanyian ibadah gereja setiap hari sudah tidak diteruskan lagi. Akibatnya kita menemukan sebagian besar generasi muda Gereja yang cenderung buta nyanyian gereja. Inilah salah satu sebab mengapa tingkat penguasaan nyanyian gereja oleh generasi muda Kristen amat rendah.
d) Dalam banyak kurikulum dan pengajaran katekisasi, para siswa tidak dilatih secara khusus untuk menyanyikan nyanyian Gereja dengan baik. Oleh Karena perkembangan yang kurang menguntungkan itu, pemimpin musik maupun PSG harus berperan dalam mendidik jemaat untuk bernyanyi dengan baik.

4. Apa dan Siapa Pemuda itu?
Pada hakekatnya Pemuda tak terlepas dari masyarakat teknologi, perkotaan, industri dan pedesaan. Dalam pergaulan kaum muda ada beberapa golongan pemuda dengan perbedaan subkultur. Ada yang digolongkan sebagai kelompok pemuda yang dibedakan menurut emosionalnya diantaranya kelompok pemuda juara kelas, kelompok pemuda yang sudah kehilangan semangat, kelompok atlet, dan kelompok pemuda yang hidupnya sangat rohani. Dan dari kelompok pemuda ini memiliki ciri dan keunikan tersendiri. Dengan demikian pemuda adalah anak-anak remaja yang mulai menginjak usinya pada tingkatan yang lebih tinggi dengan melihat pada perubahan sosial yang berada di sekitarnya. Campolo mengemukakan bahwa sebenarnya pemuda/kaum muda telah mengalami terlalu banyak, terlalu sering dan terlalu muda. Di mana media telah memuakkan pemuda dengan kegairahan hidup buatan.
Terkait dengan itu pendeta McFall menekankan cara yang terbaik dalam mengajar pemuda untuk menjadi jemaat yang bergereja ialah dengan membuat mereka menjadi jemaat saat itu sebab tidak ada gunanya mengadakan kegiatan-kegiatan pelayanan bagi para pelajar (siswa SMU). Tetapi menjadikan mereka sebagai bagian dalam pelayanan pemuda tersebut. Sehingga iman mereka dapat bertumbuh dengan baik. Fowler dalam definisinya mengatakan bahwa iman adalah cara-cara yang dikembangkan dan cara-cara mengembangkan yang dipergunakan manusia dalam mengalami diri sendiri, orang lain, dan dunia (sebagaimana mereka membentuknya) yang berkaitan dan dipengaruhi oleh kondisi-kondisi eksistensi akhir yang membentuk tujuan dan arti kehidupan mereka, kepercayaan dan ketaatan, berdasarkan sifat dari suatu penilaian dan kuasa yang menentukan kondisi-kondisi eksistensi akhir itu (sebagaimana dipahami dalam gambaran-gambaran operatif mereka sadar atau tidak sadar).
Konsep tentang diri sendiri merupakan isu yang sangat sensitif bagi seorang Kristen. Sebagian orang bersikap ekstrim dengan mengesampingkan pertanyaan-pertanyaan yang menyangkut penemuan diri dan aktualisasi diri. Pemikiran demikian merupakan ekspresi cara sekular yang mementingkan diri dan terlalu terpusat pada diri, hal ini merupakan ciri yang bertentangan dengan iman kristen. Tetapi pemuda sekarang ini telah mampu berpikir secara abstrak dalam hidupnya, secara umum mereka ingin mengembangkan norma moral universal yang timbul dari keyakinan diri yang sejati (idealisme). Orang-orang yang telah memasuki usia dewasa (18-35 tahun) umumnya menghadapi masalah keuangan dengan beralih pada tuntutan hidup sehari-hari. Hal ini jika ditinjau dari segi proses belajar mengajar kelompok usia maka mereka berada dalam kategori memiliki potensi yang sangat besar.
Artinya keinginan belajar mereka sangat optimal.

5. Apa itu Komunitas?
Dari uraian di atas tentang pemuda maka dapat disimpulkan bahwa komunitas adalah kelompok yang melakukan aktifitas dan partisipan yang sama dalam menentukan suatu tujuan bersama. Dengan demikian maka komunitas pemuda gereja adalah sekelompok kaum muda yang memiliki kepercayaan dan pelayanan gereja yang sama untuk menentukan iman mereka selaku komunitas orang percaya yang lebih besar. Komunitas ini juga dapat dikatakan sebagai kelompok kaum muda yang sebaya dari kehidupan jemaat secara keseluruhan dengan memiliki tanggung jawab dan untuk menghadirkan kekristenan di dalam dunia
Dalam komunitas pelayanan pemuda dewasa ini musik menjadi salah satu ekspresi dalam menyampaikan sesuatu hal. Menurut Larry yang membedakan musik masa kini dan musik gereja bahwa apabila setan memiliki musik. karena iblis tidak dapat menciptakan sesuatu. Namun Ia dapat menggunakannya. Yesus Kristus-lah yang menciptakan segala sesuatu termasuk musik. Ia telah memberikan kemampuan kepada manusia untuk menciptakan lagu, menciptakan lirik, dan Ia telah menaruh di dalam hati manusia kemampuan untuk menyanyi.
Musik dari satu segi, diibaratkan seperti seks. Keduanya merupakan ciptaan Allah yang indah. Namun kadang hal itu tidak digunakan dengan sewajarnya. Dalam kolose 3:16 kita dinasehatkan untuk mengajar satu dengan yang lain lewat puji-pujian. Fungsi nyanyian komunitas ialah mengajar kita dan mengingatkan kita tentang kebenaran iman kita pada Allah sebab musik adalah ciptaan Allah. Apabila kita berhasil dalam menyanyikan nyanyian komunitas yang positif hal ini disebabkan karena beberapa unsur diantaranya :
1. Pemimpin nyanyian telah mengenal lagu-lagu.
2. Kata-katanya dapat digunakan oleh setiap orang.
3. Menyediakan liriknya saja.
4. Memiliki persiapan.
5. Mencari variasi rohani atau sekunder.
6. Utamakan kualitas nyanyian.
7. Dedikasi dari komunitas yang bernyanyi.
Terkait dengan unsur-unsur di atas maka gereja masa kini, musik “pujian” telah menjadi kategori tersendiri biasanya terdiri dari koor-koor yang pendek dan sederhana yang dinyanyikan berulang kali. Kita dapat memuji Allah dengan menyanyikan nyanyian seperti itu. untuk itu kaum muda harus dapat memahami bahwa mereka sedang melakukan hal yang bermanfaat dan berarti ketika mereka menyanyi. Seperti juga dikatakan oleh Ayah Eric Liddell dalam film “Chariots if fire” bahwa anda dapat memuji Allah sambil mengupas kentang apabila anda mengupasnya dengan sempurna.


6. Praise and Worship
Praise and Worship tradition merupakan suatu tradisi peribadahan di mana para pengibadah merayakan pengalaman mereka akan Allah melalui ekspresi dari tindakan-tindakan yang kadang-kadang secara bebas.
Praise music muncul di pertengahan tahun 1960 karena pengaruh Jesus Movement dan Charismatic Movement. Model ini sering berkecenderungan kharismatik. Sekalipun demikian praise and worship tidak selalu kharismatik. Ibadah model praise and worship bersemangat, dinamis dan energik.
Tujuan utama dari ibadah model praise and worship adalah membimbing jemaat untuk mempersembahkan suatu korban pujian kepada Tuhan di dalam semangat penyembahan yang sukacita.
Sejalan dengan Jesus Movement dan Charismatik Movement di awal pertengahan tahun 1960, muncul kembali keinginan untuk suatu tipe musik yang baru dan mereka menemukan kembali keyakinan pribadi mereka di dalam Allah secara personal. Kebanyakan jemaat yang beribadah berkeinginan untuk mengkombinasikan berbagai model musikal dengan kata-kata khusus yang relevan. Hal tersebut kemudian memunculnya suatu tipe musik peribadahan yang kemudian dikenal dengan praise music. Tipe ini memiliki karakter yang secara umum mudah dipelajari, memiliki kata-kata melodi yang sederhana yang dikenal dalam model musik kontemporer.
Saat ini, praise music menjadi sangat populer di dalam jemaat dari berbagai denominasi gareja dan memiliki hampir seluruh idiom-idiom musik populer termasuk model klasikal. Bahkan banyak hymne dan gospel song dalam tradisi kekristenan digubah kembali dengan model musikal kontemporer.
Kebanyakan praise music yang ditulis saat ini memproklamirkan keagungan Allah dengan model musik kontamporer. Jika praise music cenderung untuk menaruh perhatian kepada hubungan pribadi dengan Allah, maka hymne cenderung menolong kita menghidupkan kembali dasar-dasar sejarah dan ajaran tentang iman. Kepedulian mesti diberikan oleh para pastor/pendeta, musisi dan jemaat untuk merangkul praise music dan juga menghidupkan kembali hymne dan gospel song.

7. Penyembahan
Penyembahan berarti membungkuk, bersujud, tersungkur, berlutut dengan kepala menyentuh tanah, merebahkan diri, menyembah. Dalam bahasa Yunani, proskuneo yang artinya bersujud, menyembah, mencium seperti seekor anjing yang akan mencium tangan tuannya.
Penyembahan dalam musik merupakan sesuatu yang dibutuhkan untuk penyampaian firman. Musik mempersiapkan umat menerima pengajaran/firman Tuhan. Musik akan merajut hati umat bersama di dalam kasih dan meruntuhkan tembok penghalang di antara umat dan Tuhan, mempersilahkan Dia melayani umat. Musik juga memiliki tempat yang penting dalam penyembahan kepada Dia yang dikasihi. Pelayanan musik memiliki kuasa di mana Tuhan hendak memulihkannya agar mencapai potensi yang utuh karena gereja belum pernah mencapai puncak potensi sebagaimana yang diinginkan Tuhan dalam pelayanan musik. Oleh karena Tuhan memandang musik sebagai hal yang penting, maka sudah waktunya bagi umat untuk menjadi bagian dalam pelayanan musik di dalam kerajaan Allah
Salah satu dimensi musik yang membuka pintu ke arah hadirat Tuhan adalah pujian dan penyembahan. Jika musik umat penuh kuasa Tuhan, maka harus mengetahui bagaimana melaksanakan pujian dan penyembahan kepada Tuhan. Pada umumnya musik ditampilkan untuk mempengaruhi/ menggerakkan orang lain secara emosi, berarti melakukan dengan motif yang salah. Pada saat umat masuk ke dalam hadirat Allah dengan iman, maka umat memperoleh jalan masuk ke dalam tempat tinggal Allah. Oleh karena itu penyembahan akan menjadi satu-satunya tanggapan umat akan kehadirannya. Puji-pujian memerlukan iman umat. Ketika Allah hadir di tengah-tengah kita maka tugas kita bersujud di hadapan hadirat-Nya dan menyembah-Nya.
Filipi 2 : 9-11, “Itulah sebabnya Allah sangat meninggikan Dia dan mengaruniakan kepada-Nya nama di atas segala nama, supaya di dalam nama Yesus bertekuk lutut segala yang ada di atas bumi dan yang ada di bawah bumi dan segala lidah menggaku: Yesus Kristus adalah Tuhan bagi kemuliaan Allah Bapa.” Puji-pujian dan pengucapan syukur berarti menyatakan segala perkara yang Allah lakukan, sedang lakukan dan akan lakukan bagi umat. Sedangkan menyembah berarti memikirkan serta merenungkan tentang siapakah Dia dan bukan kebesaran dari perbuatan-perbuatan-Nya. Penyembahan adalah tanggapan umat kepada-Nya pada saat Dia telah menghadirkan diri-Nya di tengah-tengah umat. Oleh karena setiap kali berada dalam hadirat-Nya, Dia ingin menunjukkan dan menyatakan kepada umat sesuatu yang lain tentang karakter dan sifatnya. Ketika umat menyembah-Nya hal itu merupakan pengalaman perubahan hidup, masuk hadirat-Nya, memandang wajah dan kemuliaan-Nya pada saat menerima atau menghadapi kemuliaan dan keberadaan-Nya, diubah dan ditempatkan ke dalam dunia yang penuh dengan kemuliaan karena Dia adalah mulia.
Penyembahan adalah pertemuan Allah dengan Umat. Hal ini merupakan proses perubahan hidup umat. Sebenaranya kata pemujaan tidak ditemukan dalam Alkitab namun terlihat saat kita menyembah Dia.
F. METODE PENELITIAN

1) Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian lapangan dengan menggunakan pendekatan kualitatif.

2) Tempat Dan Waktu Penelitian
Penulis melakukan penelitian pada ibadah AM-GPM Ranting Christy Natalia yang dilakukan di jemaat GPM Rehoboth dengan alokasi waktu yang dibutuhkan adalah selama tiga bulan terhitung sejak desember 2008.


3) Sumber Data
Untuk mendapatkan data, penulis menggunakan informan yakni Ketua Majelis Jemaat GPM Rehoboth, Pengurus dan anggota AM-GPM Cabang Rehoboth III, Ranting Christy Natalia.

4) Teknik Pengumpulan Data
Data yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah:
1. Data Primer, yang diperoleh langsung melalui wawancara dengan informan kunci.
2. Data Sekunder, berupa rumusan kebijakan dan aturan gereja yang berlaku.

5) Teknik Analisa Data
Pendekatan yang dipakai dalam tahap analisa data adalah analisa deskriptif yang pada dasarnya mendiskripsikan pokok masalah dan dampaknya.

6) Defenisi Konsep
1. Musik adalah cetusan ekspresi isi hati yang diungkapkan dalam bentuk bunyi yang bernada dan berirama khususnya lagu dan nyanyian.
2. Gereja adalah persekutuan orang-orang percaya yang keluar dari kegelapan dan menuju kepada Yesus Kristus.
3. Peraturan gereja adalah tatanan (petunjuk, kaidah, ketentuan) yang dibuat gereja untuk mengatur perilaku hidup umat.
4. Komunitas adalah kelompok tertentu, seperti masyarakat.
5. Pemuda gereja adalah kelompok orang yang berumur antara 17 – 45 tahun.
6. Nyanyian praise and worship merupakan nyanyian pujian dan penyembahan.

7) Cara Penyajian
Seluruh hasil penulisan ini dilakukan dengan cara penyajian sebagai berikut : BAB I merupakan Pendahuluan, di dalamnya penulis menyajikan Latar Belakang Masalah, Perumusan Masalah, Tujuan Penulisan, Manfaat penulisan, Kerangka Teoritik, Kerangka Berpikir, dan Metode Penelitian. BAB II merupakan Deskripsi dan Analisa Data yang memuat Gambaran Umum serta Data dan Analisa Data. BAB III merupakan Refleksi Teologis, dan BAB IV adalah Penutup yang berisi Kesimpulan dan Saran.







BAB II
SELAYANG PANDANG MUSIK GEREJA DI GPM

A. Gambaran Umum Jemaat GPM Rehoboth
1. Letak Geografis
Jemaat GPM Rehoboth merupakan salah satu jemaat yang berada di wilayah pelayanan Klasis pulau Ambon. Dari segi letak tempat jemaat ini boleh dikatakan strategis karena berada tepat pada akses perhubungan dalam kota.
Jemaat ini mempunyai batas wilayah sebagai berikut:
• Sebelah timur berbatasan dengan Jemaat Silo, Sinar Kasih, POLRI, Menara Kasih.
• Sebelah Selatan berbatasan dengan Jemaat Seri, Orel.
• Sebelah Barat berbatasan dengan Nehemia, Imanuel, Sinar.
• Sebelah Utara berbatasan dengan Teluk Ambon.

2. Demografi
Sesuai data statistik 2008, penduduk Jemaat Rehoboth berjumlah 14.055 jiwa yang terdiri dari perempuan 7.053 jiwa dan laki-laki 7.036 jiwa, dengan jumlah kepala keluarga 3.049 KK.
Penduduk terbanyak ada pada unit II Bethabara sebanyak 343 jiwa dan terkecil pada unit I Galilea sebesar 86 jiwa. Selengkapnya dapat di lihat dalam tabel berikut.

Tabel No 1.
Jumlah anggota jemaat GPM Rehoboth

No Sektor Jumlah
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21 Bethabara
Betlehem
Bethania
Calvary
Elim
Galilea
Getsemany
Imanuel
Karmel
Nazaret
Orel
Petra
Pniel
Paulus
Siloam
Sinay
Sion
Tiberias
Viodolorosa
Yarden
Zaitun 833
920
527
797
322
402
1746
324
834
954
495
471
475
445
559
1043
710
498
637
818
245
Total 14.055



3. Mata Pencaharian
Untuk meningkatkan taraf hidup keluarga umat di jemaat ini bergerak dalam berbagai bidang pekerjaan. Sekalipun demikian mereka yang belum mempunyai pekerjaan masih tergolong sangat banyak.
Berikut data penduduk berdasarkan data pencaharian.

Tabel No 2.
Data jemaat berdasarkan Mata Pencaharian

No Mata pencaharian Jumlah
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10 PNS
TNI/POLRI
Pegawai swasta
Wiraswasta
Konst. Bang
Pensiun
Buruh
Tani
Belum kerja (17 tahun ke bawah)
Belum kerja (17 tahun ke atas) 1.427
177
649
834
124
476
222
134
782
2.097


4. Tingkat Pendidikan
Pendidikan sangatlah penting karena merupakan salah satu sektor pemberdayaan umat yang sangat etentif dan ini terlihat melalui tingkat pendidikan anggota jemaat sampai pada tingkat perguruan tinggi.
Berikut data penduduk berdasarkan tingkat pendidikannya.



Tabel No 3.
Data Jemaat Menurut Tingkat Pendidikan

No Jenis Pendidikan Jumlah
I







Pendidikan Terakhir
• Tidak tamat SD
• SD
• SLP
• SLA
• S.0
• S.1
• S.2
126
869
1.155
4.099
469
918
66
6
II

Sementara di jalani
• SD
• SLP
• SLA
• S.0
• S.1
• Pasc. Sarjana
1.557
735
824
135
844
137













5. Situasi Pelayanan
Untuk mensiasati daerah pelayanan yang sangat luas demi memperlancar pelayanan dalam jemaat ini, maka adanya kebijakan terkait dengan pelayanan yang diambil. Kebijakan-kebijakan itu menyangkut tenaga-tenaga pelayan, tempat ibadah dan kebijakan-kebijakan yang lain yang salah satunya meliputi pelayanan pastoral jemaat. Tenaga pelayan yang dipakai untuk melayani 21 sektor 74 unit adalah 5 orang pendeta jemaat, 5 orang pendeta pembantu, 72 orang majelis jemaat yang terdiri dari 36 orang penatua dan 36 orang diaken, 5 orang katekeit, 783 orang kordinator unit, 5 orang pembimbing pengasuh, 12 orang kostor, 4 orang pegawai sekretariat dan tenaga-tenaga pelayan yang lain.22
Jemaat ini memiliki 11 buah gedung ibadah yaitu; Gedung Gereja Rehoboth, Calvary, Christy Natalia, Paulus, Getsemani, Ora et Labora, Balai Kerohanian, RP.Kesehatan. SMIK, Betlehem, Yarden, dan Orel. Di samping itu, ada beberapa tempat ibadah yang sementara dibangun. Dan untuk melengkapi administrasinya, jemaat Rehoboth memiliki satu buah kantor jemaat sebagai sentral administrasi jemaat. Mengenai umat yang berkumpul, baik melalui ibadah-ibadah persekutuan di setiap rumah gereja maupun melalui wadah pelayanan dan organisasi-organisasi Gerejawi memang belum mencapai jumlah yang sempurna. Upaya merampung umat dalam persekutuan-persekutuan tersebut telah dapat dibina sesuai dengan target bina umat yang diterbitkan oleh pihak LPJ-GPM.
Umat yang berkumpul di setiap ibadah minggu telah menunjukan jumlah yang sangat membaik apalagi di gereja Rehoboth. Sementara di tiap-tiap unit, wadah organisasi, ada keluhan bahwa masih kurangnya partisipasi umat dalam persekutuan tersebut dan salah satunya juga yaitu persekutuan pemuda. Karena minimnya kehadiran pemuda dalam beribadah, mengakibatkan pengurus cabang maupun sub komisi pemuda menemui kendala untuk bagaimana mengupaya untuk menanggulangi dan memperbaiki hal tersebut.

B. Nyanyian Jemaat dalam Ibadah Jemaat di GPM
GPM Merupakan salah satu gereja yang belatar belakang Calvinis dengan tata cara kebaktiannya secara “gereformered” yang dipengaruhi juga oleh nuansa musik Calvinis seperti Mazmur dan semua jenis musik yang berkarakter tenang dan tidak ramai. Sebagaimana diketahui bersama dalam kebanyakan gereja-gereja Protestan yang bersifat Lutheran maupun Calvinis, tata ibadahnya telah diatur secara ketat berdasarkan suatu teologi ibadah tertentu. Salah satu contoh tata ibadah di GPM, sebagai berikut :
1. Pembukaan (Votum dan Salam)
2. Nyanyian Jemaat
3. Pengakuan Dosa
4. Berita Pengampunan Dosa
5. Petunjuk Hidup Baru
6. Nyanyian Jemaat
7. Pemberitaan Firman
a. Doa Epiklese
b. Pembacaan Alkitab
c. Khotbah
d. Nyanyian Jemaat
8. Pengakuan Iman
9. PS/VG/Solo
10. Persembahan
e. Pesan Rasuli Tentang Persembahan
f. Nyanyian jemaat Mengiring pengumpulan persembahan
g. Doa Persembahan
11. PS/VG/Solo
12. Doa Syafaat
13. Nyanyian Jemaat
14. Berkat
15. Nyanyian Jabat Tangan.
Dalam tata ibadah seperti itu semua partisipasi jemaat diatur, dan cara untuk mengungkapkan partisipasi jemaat antara lain melalui nyanyian pujian. Hal ini agak berbeda di kalangan gereja-gereja Pentakosta, Baptis dan Injili, di mana partisipasi jemaat diberi kesaksian pribadi. Jadi, nyanyian memainkan peranan penting dalam peribadahan Kristen.

Ada beberapa butir peran dari nyanyian pujian, yang dapat disebutkan sebagai berikut :
1. Mengungkapkan aklamasi jemaat kepada Tuhan atas kasih dan kemurahan-Nya, baik yang bersifat doa (nyanyian doa), ucapan syukur, ungkapan puji-pujian kepada Tuhan, atau pernyataan tekad iman untuk menaati Firman Tuhan.
2. Merupakan respon jemaat atas pemberitaan Firman Tuhan, baik yang dibacakan (pembacaan Alkitab) maupun diulas (khotbah). Dalam Firman ini, jemaat mengakui kebenaran Firman Tuhan dan kesediaan untuk menaatinya.
3. Menegaskan aspek kesaksian jemaat baik sesama peserta ibadah sendiri maupun kepada orang lain yang mendengar puji-pujian itu ikut mengimani dan memuliakan Tuhan.
4. Membangun suasana peribadahan yang diperlukan bagi pemberitaan Firman Tuhan dan bagi doa yang hendak dinaikkan kepada Tuhan. Apalagi kalau beribadah di luar gedung, pandangan peserta ibadah dapat saja mengembara kesana-kemari. Dengan demikian, nyanyian-nyanyian peribadahan berfungsi untuk memusatkan fokus perhatian peserta ibadah pada Tuhan dan Firman-Nya.


C. Nyanyian Jemaat dalam Ibadah Pemuda Gereja
1. Nyanyian –Nyanyian DSL, Mazmur,Tahlil, Nyanyian Rohani, KJ dan PKJ dalam ibadah Jemaat di GPM.
Dalam ibadah-ibadah minggu di GPM, terdapat beberapa buku nyanyian yang digunakan antara lain Mazmur, Nyanyian Rohani, Tahlil, DSL, KJ dan PKJ. Dari buku –buku nyanyian tersebut, yang tergolong buku-buku yang telah digunakan adalah Mazmur (terbit tahun 1956), Ny Rohani (terbit tahun 1956), Tahlil (terbit tahun 1965), dan Dua Sahabat Lama (terbit tahun 1966). Sedangkan buku-buku yang tergolong baru digunakan adalah Kidung Jemaat (terbit tahun 1984) dan Pelengkap Kidung Jemaat (terbit tahun 1999).
Menurut informan, “nyanyian- nyanyian yang dinyanyikan di GPM merupakan nyanyian yang masih sangat tradisional (tradisi bernyanyi menurut karakteristik Maluku).” Karakteristik berarti mempunyai sifat-sifat khas dan ciri-ciri khusus sesuai perwatakan tertentu.
Kecintaan terhadap kebudayaan Maluku sangat mempengaruhi orang untuk berkreasi dalam menciptakan nyanyian- nyanyian yang ada unsur budayanya, baik itu dalam iramanya maupun syairnya. “Apalagi katong tahu bersama bahwa anak-anak Maluku punya suara bagus-bagus sebagai talenta yang Tuhan kasih par katong sehingga talenta itu harus katong kembalikan lagi par antua.” Ditambahkan pula “Bahwa akan sia-sia ketika suara bagus yang Tuhan kasih par katong disalahgunakan untuk kepentingan sendiri.”
“Ada orang yang bernyanyi di gereja untuk memuji Tuhan tetapi dibalik itu ada harapan terbesar di mana dia harus di puji,” sehingga terkadang ada orang yang bernyanyi dengan menggunakan improfisasi yang berlebihan, menggunakan gerakkan-gerakkan tangan yang berlebihan dan lain-lain sebagainya sehingga nyanyian yang seharusnya indah untuk di dengar dan mempunyai kandungan makna yang dalam menjadi nyanyian yang kedengarannya biasa-biasa saja seperti seng ada maknanya, dan daya tarik dari nyanyian tersebut pun menjadi hilang.
Patut diakui bahwa “Sebenarnya nyanyian-nyanyian yang dinyanyikan dalam ibadah di GPM sudah sangat baik, namun orang lebih melihat pada perkembangan zaman.” Dalam konteks ibadah pemuda di GPM juga pengurus sangat mengutamakan kehadiran pemuda dalam beribadah sehingga mereka selalu mengikuti perkembangan, khususnya dalam hal bernyanyi dengan mengadopsi nyanyian praise and worship dan menempatkannya di GPM seperti yang dilakukan Pengurus AM-GPM Cabang Rehoboth III, Ranting Christy Natalia. Jiwa dan semangat yang dimiliki pemuda sangat mempengaruhi dalam pemilihan nyanyian-nyanyian di dalam ibadah karena pemuda lebih tertarik dengan nyanyian- nyanyian yang gerat dan syairnya mudah untuk dimengerti sehingga memberikan semangat dan menyentuh hati setiap peserta ibadah yang hadir. Meskipun demikian, tidak dapat disangkali juga bahwa tidak semua nyanyian praise and worship berirama gerat tetapi ada juga yang berirama melow tetapi mempunyai pengaruh yang besar bagi kehadiran pemuda gereja di GPM khususnya dalam ranting Christy Natalia. Sangat berbeda dengan nyanyian- nyanyian yang digunakan selama ini di GPM, seperti Ny.Rohani, DSL, Tahlil, Mazmur, KJ dan PKJ.
Kebanyakan nyanyian seperti yang dinyanyikan di GPM selama ini sudah ketinggalan zaman sehingga tidak cocok lagi untuk dinyanyikan dalam ibadah khususnya di kalangan pemuda. Bahkan menurut E Frans : “Sesuai perkembangan khususnya dalam hal bahasa (mudah untuk dimengerti) untuk nyanyian jemaat di GPM yang cocok, paling hanya KJ dan PKJ termasuk juga nyanyian jemaat yang baru digunakan di GPM yaitu Nyanyikanlah Kidung Baru, sedangkan untuk Tahlil, DSL, Ny.Rohani dan Mazmur dari segi bahasa seng cocok lai karena sulit dimengerti.”
Berikut contoh-contoh lagu dalam Mazmur, Thalil, DSL dan Ny.Rohani yang dari segi bahasa sudah tidak cocok lagi untuk dinyanyikan.

1. DSL No 181 “Taburlah”


2. Ny.Rohani No. 136 “ Dosa dan Penebusan”

¬


















2. Tahlil No 7 “Allah pun Hadir pada Segala Tempat”




















3. Mazmur No 30 “Sjukur orang, jang telah dipeliharakan”




















Dari contoh nyanyian-nyanyian di atas, terlihat jelas bahwa syair-syairnya sudah tidak cocok lagi untuk digunakan karena akan sangat sulit untuk dimengerti dengan baik maknanya. Apalagi sudah sangat jarang dinyanyikan di GPM terutama mazmur dan Tahlil karena masih menggunakan ejaan lama dan not-not balok yang kebanyakan kurang dimengerti oleh pemuda gereja sekarang ini. Sedangkan contoh lagu nyanyian Rohani dan DSL di atas juga menggunakan not balok tetapi sudah ada perubahan, dengan dibuatnya buku-buku nyanyian yang baru dengan menggunakan not angka, tetapi ada kata-kata yang sulit untuk dimengerti maknanya sehingga perlu digubah lagi menjadi lebih baik dan mudah untuk dimengerti.
Senada dengan itu TS mengatakan juga bahwa kebanyakan nyanyian- nyanyian yang dinyanyikan di GPM berasal dari tradisi zaman dulu baik irama maupun kata-kata nyanyiannya sehingga orang-orang pun akan merasa jenuh bahkan malas untuk menyanyikannya termasuk saya. “ kadang-kadang saya pun tidak tahu kata-kata nyanyian yang sementara dinyanyikan dalam ibadah minggu yang saya hadiri. Dari pada nanti salah kata-kata, lebih baik saya tidak usah bernyanyi”
Berdasarkan hal-hal di atas, maka dapat dikatakan bahwa kecintaan terhadap nyanyian praise and worship telah mengurangi rasa simpati jemaat lebih khusus pemuda untuk menyanyikan nyanyian- nyanyian yang sudah ada sebelumnya di GPM seperti Tahlil, Mazmur, DSL, Ny.Rohani yang kata-katanya dari segi tata bahasa, irama, syair dan ejaan sudah tidak cocok lagi. Pemahaman yang demikian, jelas terlihat bahwa pemuda dalam ranting ini kurang menyukai nyanyian- nyanyian yang dinyanyikan di GPM seperti Tahlil, Mazmur, DSL dan Ny.Rohani. Padahal nyanyian- nyanyian ini pada masanya dulu sangat berpengaruh untuk meningkatkan spiritual jemaat yang beribadah. Selain itu, pemahaman pemuda tentang nyanyian jemaat masih sangat kurang. Namun pemuda perlu juga melihat pada perkembangan zaman tanpa harus meninggalkan nyanyian-nyanyian yang sudah lama bertumbuh dan berkembang di GPM, sehingga nyanyian-nyanyian ini perlu mendapat perhatian khusus supaya tidak menghilang begitu saja. Karena itu diperlukan kesadaran jemaat khususnya pemuda untuk bernyanyi dengan baik dalam mempersembahkan yang terbaik bagi Tuhan dan itu berasal dari hati.

2. Pandangan tentang Musik Gereja
Musik merupakan unsur yang sangat penting dalam ibadah. “Ibadah tanpa musik bagaikan sayur tanpa garam.” Ada sesuatu yang kurang, seng terasa katong sementara beribadah. Tidak dapat dipungkiri juga bahwa, dalam kehidupan sehari-hari pun orang mendengar dan memerlukan musik – di rumah, di sekolah, di pasar, di tempat rekreasi dan lain-lain sebagainya. “Kalau ada orang yang beranggapan bahwa dia bisa hidup tanpa musik, berarti dia sementara menipu dirinya sendiri.” Ditambahkan pula bahwa hanya orang tuli saja yang bisa hidup tanpa musik karena melalui musik seorang manusia dapat mengekspresikan perasaannya. “Musik gereja secara umum merupakan musik yang digunakan dalam ibadah ritual baik dalam keadaan suka maupun dalam keadaan duka. Hal ini menjadi sangat penting karena musik dapat menyemangati orang dalam beribadah.” Oleh karena itu, dalam suatu komunitas Kristen musik atau nyanyian menjadi sangat penting dalam ibadahnya baik itu ibadah pada hari minggu atau pada acara-acara syukuran lainnya di keluarga (ibadah keluarga), atau ibadah pemuda-pemudi dan sebagainya. “Musik atau nyanyian dapat menghidupkan suatu ibadah dan dapat memberikan makna yang besar bagi orang yang menyanyikan dan mendengarnya bahkan mampu mengubah suasana saat beribadah.” Harus disadari bahwa; “musik juga mempunyai pengaruh negatif yaitu musik bisa membuat orang lupa diri, musik bisa membuat orang emosional. Dengan demikian, musik tidak lagi menjadi musik tetapi jadi api untuk membakar.” Oleh karena itu, musik atau nyanyian harus dilakukan dengan kesungguhan hati dan rasa keimanannya kepada Tuhan sehingga harus dilakukan latihan yang berulang-ulang sebagai wujud keseriusan dalam meresponi kasih dan kemurahan Tuhan yang nyata dalam kehidupan manusia.
Jadi, Musik dalam ibadah adalah sesuatu yang sangat penting bagi setiap orang percaya dalam mengekspresikan iman percaya mereka atas kasih dan kemurahan Tuhan sehingga diperlukan adanya kesungguhan hati dalam mempersembahkan yang terbaik bagi kemuliaan nama Tuhan.

3. Nyanyian-nyanyian praise and worship dalam Ibadah Pemuda di GPM (AM-GPM Cabang Rehoboth III, Ranting Christy Natalia).
Nyanyian Jemaat merupakan unsur yang sangat penting dalam suatu ibadah jemaat, karena ibadah dilaksanakan dengan tujuan untuk memuji dan memuliakan Tuhan sebagai respon iman jemaat. Dengan demikian, nyanyian dalam ibadah menjadi unsur yang tidak dapat dipisahkan dari liturgi.
Dalam ruang lingkup pelayanan pemuda di GPM, Musik gereja dan nyanyian jemaat telah terlaksana dengan baik, bahkan juga mengalami berbagai perkembangan seiring berjalannya waktu. Namun terhadap perkembangan-perkembangan itu, kemudian muncul hal-hal yang negatif misalnya, meninggalkan nyanyian-nyanyian yang telah lama bertumbuh dalam gereja kemudian mengadopsi nyanyian-nyanyian baru dari luar gereja, dalam hal ini GPM secara khusus. Berdasarkan perubahan-perubahan yang seperti itulah maka dilakukan suatu penelitian terhadap nyanyian praise and worship yang cenderung diminati oleh para pemuda dibandingkan dengan nyanyian-nyanyian di GPM seperti Mazmur, Tahlil, DSL, Ny. Rohani, KJ dan PKJ
Salah satu kelompok pemuda yang cenderung menggunakan nyanyian praise and worship ini adalah AM-GPM Cabang Rehoboth III, Ranting Christy Natalia. Kehadiran pemuda dalam beribadah merupakan salah satu faktor mengapa pengurus AM-GPM Ranting Christy Natalia mengangkat nyanyian praise and worship dalam ibadah mereka. Menurut mereka, Nyanyian praise and worship lebih memberikan semangat yang menggairahkan dalam ibadah dan lebih gampang unutk dicernahkan dan dimaknai. Nyanyian praise and worship lebih “gerat” tidak seperti nyanyian-nyanyian Mazmur, Tahlil, DSL, Ny. Rohani, KJ dan PKJ yang kebanyakan “slow”. Menurut salah seorang pengurus ranting bahwa “dengan adanya nyanyian praise and worship ini kehadiran pemuda lebih meningkat. Sebelumnya yang hadir kurang dari 30-an meningkat menjadi 40-50-an.” Menurutnya, sebelum adanya nyanyian ini kehadiran pemuda belum sebanyak seperti sekarang.
Ditambahkan pula bahwa hampir semua pemuda dalam lingkungan pelayanan Ranting Christy Natalia sudah bergabung bersama dalam ibadah. Namun pada kenyataannya, tidak dapat dipungkiri bahwa banyak anggota ranting yang keluar karena pekerjaan. Pemuda yang hadir dalam ranting ini berumur 17-39 tahun tetapi kebanyakan yang hadir berumur antara 20-28 tahun dan yang mendominasi adalah perempuan. Meskipun demikian, kehadiran laki-laki dalam ibadah ranting sudah cukup banyak.
“Nyanyian yang lebih sering digunakan dalam ibadah di ranting ini adalah nyanyian praise and worship.” Nyanyian ini dinyanyikan pada awal ibadah sebagai puji-pujian awal sebelum ibadah dimulai bahkan sering juga dinyanyikan dalam liturgi ibadah dari awal ibadah sampai selesai ibadah. Tetapi “sering juga menggunakan liturgy kreatif yang dibuat sendiri oleh pemimpin ibadah dengan menggabungkan beberapa nyanyian baik itu dari nyanyian-nyanyian yang ada di GPM maupun nyanyian praise and worship. Gabungan nyanyian-nyanyian yang ada di GPM dan nyanyian praise and worship ditempatkan di dalam liturgi sesuai konteks dan fungsinya. Salah satu contoh liturgy kreatif yang digunakan dalam Ibadah Pemuda GPM Rehoboth, adalah sebagai berikut:
1. Pujian: Kudua, Kuduslah Tuhan.
2. Pembukaan (Votum dan Salam), diikuti dengan nyanyian responsoris: Amln, Amin, Amin.
3. Pujian: Allah itu Kasih.
4. Paduan Suara/Vokal Group
5. Perenungan
6. Pujian: Dia Peduli
7. Paduan Suara/Vokal Group
8. Pembacaan Firman Tuhan
a. Doa Epiklese
b. Pembacaan Alkitab
c. khotbah
9. Pengakuan Iman
10. Persembahan Syukur
11. Nyanyian pengiring Doa Syafaat: Ku cari Wajah-Mu
12. Doa syafaat
13. Pujian: PKJ 216 Berlimpah Sukacita di hatiku
14. Berkat
15. Pujian: DSL No.94 Sekarang Malam telah Lenyap
Kalau dalam suasana perenungan, nyanyian yang harus dinyanyikan adalah nyanyian yang dapat membawa pikiran dan perasaan seseorang terfokus pada hal-hal yang mau direnungkan. Oleh karena itu, nyanyian itu juga harus berirama melow, karena tidak mungkin orang akan focus pada sesuatu hal kalau nyanyian yang didengarnya beritama gerat. Misalnya, sebagai nyanyian awal ibadah menggunakan nyanyian praise and worship. Kemudian sebelum Pembacaan Alkitab menyanyikan nyanyian KJ No.56 Datanglah Kepadaku Ya Roh Kudus sebagai pengganti doa yang dilafalkan. Kemudian menyanyikan PKJ No.146 Bawa Persembahanmu sebagai nyanyian pengiring dalam mengumpulkan persembahan syukur dan seterusnya.
Kebanyakan nyanyian-nyanyian di GPM berirama melow dan dalam ibadah harus tertib, dan cara penyembahan kepada Tuhan itu harus dengan santun, sedangkan nyanyian praise and worship lebih banyak menyemangati orang karena iramanya gerat dan pemuda lebih identik dengan nyanyian-nyanyian seperti itu. Senada dengan itu, Neny Berhitu yang adalah salah seorang anggota jemaat dari Gereja Sidang Jemaat Allah mengakui bahwa tidak semua nyanyian praise and worship berirama great tetapi ada juga yang berirama mellow. Menurutnya nyanyian-nyanyian ini sangat berpengaruh sekali bagi setiap orang yang yang menyanyikannya. “Ada daya tarik tersendiri dalam nyanyian ini, sehingga ketika saya menyanyi atau mendengar nyanyian praise and worship dapat membuat saya lupa bahwa saya punya masalah yang belum terselesaikan.” Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel perpandingan hasil wawancara di bawah ini.



Tabel No. 4
Pendapatan Informan (AM GPM Ranting Christy Natalia) mengenai nyanyian di GPM dan nyanyian Praise and Worship.

GPM Praise and Worship

- Berlatar belakang Calvinis
- Masih sangat tradisional

- Dalam hal bahasa nyanyian DSL, Tahlil. Ny Rohani, Mazmur sudah tidak cocok lagi apalagi untuk kaum muda (Bahasanya sulit untuk dimengerti).
- Kebanyakan iramanya melow
- Pemuda kurang identik dengan irama-irama dalam Nyanyian di GPM
- Kebanyakan Pemuda kurang mengetahui Syair-syair lagu di GPM
- Ciri Pujiannya hening dan tidak ramai
- Cara menyembah Tuhan harus dengan santun

- Berlatar belakang Kharismatik
- Sudah modern (mengikuti perkembangan zaman.
- Nyanyian Praise and Worship merupakan nyanyian yang cocok dengan pemuda karena bahasanya mudah dimengerti.
- Kebanyakan iramanya gerat
- Pemuda identik dengan irama-irama nyanyian Praise and Worship
- Kebanyakan pemuda lebih mengetahui syair-syair lagu nyanyian Praise and Worship
- Ciri pujian ramai

- Lebih mengekspresikan diri
Sumber : Informan
Berdasarkan kenyataan dan pernyataan-pernyataan seperti itulah, maka beberapa hal dapat disimpulkan. Secara historis jelas bahwa nyanyian-nyanyian gereja di GPM ada dan berkembang lebih awal dari nyanyian-nyanyian praise and worship. Nyanyian-nyanyian praise and worship baru ada dan berkembang sejak adanya gereja-gereja aliran Kharismatik yang berkembang dalam wilayah GPM. Selain itu, nyanyian praise and worship juga banyak beredar dalam lingkungan masyarakat melalui VCD dan kaset-kaset rekaman rohani. Secara historis juga kita tahu bahwa GPM merupakan suatu aliran gereja yang berlatar-belakang Calvinis, yang memiliki ciri khas pujian yang hening atau tidak ramai. Berbeda dengan nyanyian-nyanyian dari gereja-gereja yang berlatar-belakang Kharismatik, yang memiliki ciri nyanyian yang ramai karena dipengaruhi juga dengan penggunaan alat-alat musik band, gitar, rebana sebagai pendukung.
Dari pengamatan dan penelitian yang dilakukan, dapat dianalisa bahwa para pemuda gereja dalam jemaat GPM Rehoboth khususnya AM-GPM Ranting Christy Natalia, memiliki dan mewarisi budaya meniru. Dalam hal ini meniru nyanyian-nyanyian gereja dari luar GPM dan menempatkannya dalam ibadah di GPM. Hal ini terbukti melalui pengakuan bahwa nyanyian-nyanyian praise and worship yang kebanyakan berasal dari aliran gereja Kharismatik yang kemudian dipakai dalam ibadah-ibadah pemuda.
Secara psikologi, tergambar jelas bahwa para pemuda dalam jemaat GPM Cabang Rehoboth III, Ranting Christy Natalia sangat cenderung kepada musik yang berirama cepat, dibandingkan dengan nyanyian-nyanyian yang melow. Menurut mereka musik yang berirama cepat dapat membangkitkan semangat dalam beribadah dibandingkan dengan nyanyian-nyanyian yang melow, atau dapat dikatakan bahwa para pemuda dalam Ranting Christy Natalia sangat identik dengan suasana ibadah yang ramai, seperti halnya ibadah-ibadah pada gereja Kharismatik. Tanpa disadari juga oleh para pemuda gereja dalam Ranting Christy Natalia bahwa ada nyanyian-nyanyian di GPM yang berirama gerat seperti halnya nyanyian praise and worship. Hal ini menunjukkan bahwa pemuda kurang membiasakan diri untuk menyanyikan nyanyian-nyanyian yang ada di GPM dalam ibadah pemuda seperti yang dilakukan oleh pemuda dalam Ranting Christy Natalia.
Adanya pengaruh dari luar gereja (GPM), dalam hal ini gereja Kharismatik yang turut mempengaruhi persepsi jemaat tentang ibadah para pemuda jemaat GPM Rehoboth Ranting Christy Natalia yang identik dengan suara ibadah yang ramai.

















BAB III
PENTINGNYA TULISAN INI BAGI GPM

Berbicara tentang musik gereja, tidak dapat dilepaspisahkan dari liturgi. Liturgi tidak hanya mencakup aspek ritual tetapi juga mencakup aspek social di mana kehidupan social masyarakat kita selalu berubah dari waktu ke waktu sesuai konteksnya, karena itu liturgy harus dilakukan pula dengan memperhatikan konteks.
1. Liturgi adalah adalah respons
Liturgi adalah jawaban manusia secara natural kepada karya keselamatan Allah sendiri. Dalam Mazmur 95, pemazmur mengajak umat untuk bersorak-sorai bagi gunung batu keselamatan kita yaitu Tuhan sendiri. Ada satu gambaran bahwaTuhan sebagai batu keselamatan adalah fondasi bagi kehidupan manusia.
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa liturgy adalah tempat di mana Allah bertemu dengan jemaat dan jemaat bertemu dengan Allah. Pertemuan itu memang tidak terbatas hanya di dalam gedung gereja pada hari minggu, tetapi juga berlangsung di tempat-tempat lain: di rumah, sekolah, kantor, di tempat kerja masing-masing orang pada hari-hari kerja. Liturgi bukanlah pertemuan kultus yang tertutup tetapi ibadah yang terbuka ke arah dunia. Olehnya itu segala sesuatu yang dilakukan dalam liturgy (mendengar Firman, mempersembahkan syukur, memuji Tuhan, Syafaat dan lain-lain) harus dilanjutkan dalam hidup setiap hari. Dalam pertemuan itu berlangsung semacam “dialog”. Allah berfirman dan jemaat menjawab, Allah memberi dan jemaat menerima, mengucap syukur, Allah mengampuni dan jemaat memuji nama-Nya.
Dari makna liturgi di atas, nyanyian jemaat ditempatkan sebagai respon kepada Allah baik melalui aspek ritual maupun aspek sosial, sehingga nyanyian tidak hanya berfungsi sebagai puji-pujian kepada Allah. Tetapl juga suatu kesaksian dan pemberitaan kepada sesama dan dunia.
2. Liturgi adalah tindakan partisipasi umat
Di dalam liturgy ada gerakan vertical, suatu gerakan umat kepada Tuhan. Tetapi ada juga gerakan horizontal.Liturgi dirayakan dengan orang lain dan hubungan antara seluruh peserta ibadah sebagai sesuatu yang sangat penting.
Litirgi adalah sesuatu yang tidak dilakukan untuk jemaat, tetapi oleh jemaat. Jadi jemaatlah yang harus melakukan itu. Liturgi menuntut untuk melibatkan semua bagian dari pelaku ibadah. Dengan demikian liturgy mengharapkan partisipasi umat. Mengapa? Sebab gereja sebagai persekutuan, sudah tentu membutuhkan adanya partisipasi aktif dari seluruh anggotanya. Dengan kata lain masing-masing orang percaya adalah peserta aktif bukan saja dalam nyanyian-nyanyian, tetapi juga dalam doa syafaat, pengakuan dosa, pembacaan Alkitab, dan lain-lain. Gereja mesti dipandang sebagai suatu organisme yang terdiri dari bagian-bagian yang saling bergantung, gereja membutuhkan sumbangan dari masing-masing orang seperti halnya tubuh bergantung pada masing-masing fungsi bagian tubuh yang lain (I Kor. 12:12-30).
Dari makna liturgy di atas, diharapkan nyanyian jemaat dapat dipahami sebagai nyanyian persekutuan (community singing) yang dapat mempersatukan semua peserta ibadah sebagai satu tubuh Kristus atau gereja.
Karakter musik seberulnya juga dipengaruhi oleh suasana dan tempat di mana musik itu ditampilkan. Musik yang ditampilkan di tenpat-tempat seperti café, mempunyai suasana yang kurang sesuai dipakai oleh gereja. Musik adalah dari Allah, dan harus dikembalikan kepada Allah. Jadi yang menjadi pokok adalah bahwa tujuan nyanyian gerejawi adalah Tuhan bukan manusia, dan Tuhan yang dikhayalkan manusia sesuai dengan kebutuhan manusia itu sendiri.
Dari uraian-uraian pada bab-bab sebelumnya dan terhadap konteks pelayanan GPM, penulis berpendapat bahwa nyanyian-nyanyian yang selama ini dipakai di GPM (Mazmur, Tahlil, DSL, Ny.Rohani) sebenarnya masih relevan tetapi perlu digubah lagi dari segi tata bahasanya supaya mudah untuk dimengerti maknanya. Begitu pula dengan penggunaan nyanyian praise and worship. Terkait dengan hal tersebut, maka implikasi praktis yang hendak penulis sampaikan yaiti nyanyian-nyanyian yang selama ini dipakai di GPM dan sesuai perkembangan zaman juga mengadopsi nyanyian praise and worship kemudian menempatkannya di GPM, sama-sama merupakan suatu ungkapan iman secara bersama sehingga perlu mendapat dukungan serta partisipasi dari semua peserta ibadah.













BAB IV
REFLEKSI TEOLOGIS

Ibadah Kristen adalah suatu kondisi moral atau tindakan-tindakan keagamaan dari seorang pribadi atau kelompok yang nampak di dalam rasa hormat, pemujaan, kesetiaan menyampaikan rasa hormat kepada yang Ilahi. Gereja Protestan pada umumnya mengalami keadaan dan suasana kebaktian yang tidak menarik, jemaat bersungut-sungut untuk keadaan itu. Mereka berbicara mengenai keadaan yang suam-suam kuku, khotbah-khotbah yang terlalu panjang, cara bernyanyi yang tidak bergairah. Sering mereka memuji gereja-gereja aliran lain, yang liturginya menurut mereka sangat baik, menghidupkan dan menggairahkan. Sedangkan bagi sebagian orang-orang Kristen lain, Ibadah dapat diartikan sebagai suatu jawaban seseorang atau sekelompok orang kepada Allah terhadap segala sesuatu yang diperbuat Allah. Pengertian tersebut memperlihatan bahwa ibadah Kristen dapat dilakukan secara pribadi atau berkelompok (jemaat). Fungsi Doa dan Puji-pujian menjadi komponen yang sangat khas dalam ibadah kristen.
Musik dalam perspektif Kristiani adalah musik yang digunakan sebagai media di dalam kehidupan persekutuan, pelayanan dan kesaksian orang-orang Kristen sebagai gereja, utusan Allah di dunia ini untuk menyampaikan kabar baik bagi semua orang. Melalui musik, seseorang atau suatu kelompok Kristen dapat nenyampaikan dengan penuh keyakinan nilai-nilai yang baik dan bermanfaat bagi kemanusiaan dan alam semasta ciptaan Allah. Dengan musik, seseorang atau suatu kelompok orang Kristen ingin secara utuh mengungkapkan iman dan pengalamannya yamng baik sebagai suatu bentuk pelayanan kepada persekutuannya, maupun sebagai suatu kesaksian baik secara internal Kristiani maupun secara eksternal kepada orang lain.
Di dalam kitab Injil Matius 8:2, diceritakan bahwa ada seorang yang sakit kusta datang kepada Yesus. Alkitab mengatakan bahwa ia ‘menyembah’ atau tersungkur dan kemudian minta untuk disembuhkan dari penyakit kustanya. Penyembuhan terjadi sebagai akibat dari penyembahan (dalam Matius 9:18 dikatakan juga bahwa penyakit sangat parah yang telah menyebabkan kematian anak perempuan kepala rumah ibadah itu dapat diatasi melalui penyembahan. Demikian juga dalam Matius 15:25). Dalam Yakobus 5:13 dan Amsal 17:22 mengatakan, “….Kalau ada seorang yang bergembira baiklah ia menyanyi!”dan ‘Hati yang gembira adalah obat yang manjur....’
Bahkan dalam dunia sekular pun terdapat banyak bukti bahwa musik memiliki kemampuan untuk menyembuhkan serta menenangkan hati seseorang. Ilmu pengetahuan tentang terapi atau penyembuhan melalui musik telah membuktikan bahwa musik memiliki kemampuan untuk menjangkau alam bawah sadar manusia, dan dapat membawa akibat baik dan buruk. Jika hal tersebut terjadi di dalam musik duniawi, maka musik penyembahan yang diurapi oleh Roh Kudus akan jauh mempunyai kuasa.
Nyanyian jemaat merupakan jenis musik tersendiri yang tidak dapat disamakan dengan aneka bentuk musik lainnya, oleh karena dari sudut ilmu musik, nyanyian jemaat digolongkan pada “community singing” atau nyanyian bersama yang dapat dilakukan secara masal. Itu berarti bahwa yang diutamakan di sini adalah bahwa nyanyian jemaat merupakan nyanyian persekutuan yakni persekutuan sebagai tubuh Kristus. Hal ini berkaitan dengan ibadah yang telah dikatakan sebelumnya yaitu merupakan suatu pertemuan atau dengan kata lain ibadah merupakan suatu peristiwa dari seluruh persekutuan iman, yaitu suatu persekutuan di mana umat Allah berhimpun memuji Allah dengan mendengarkan Firman-Nya dan duduk di sekitar meja-Nya. Suatu pertemuan di mana Allah berfirman dan manusia menjawab dengan puji-pujian, di mana manusia berseruh kepada Allah dan mengaku dosa-dosanya dan Allah menjawab dengan anugerah-Nya.
Tingkat budaya, intelektual, kekuatan spiritual dari keagamaan bisa di lihat dari kata-kata dalam sebuah nyanyian. Menurut Frederik William Sclleider, musik adalah sebuah apresiasi terhadap kemahakuasaan Tuhan di dunia dan harus dimaknai dalam hati dan perasaan dari manusia itu sendiri. Musik yang baik harus dibawakan secara indah dan harus memperhatikan emosi dan perasaan terhadap kecintaannya yang diungkapkan dalam sebuah nyanyian yang baik. Dalam cerita Salomo, Salomo selalu memberikan rasa terima kasihnya kepada Tuhan. Dia selalu bernyanyi dalam suatu rumah atau tempat ibadah sehingga orang harus membuat rumah untuk Tuhan (II Korintus 5:13,14) dan Tuhan mendengar musik yang menjadi komunikasi antara Dia dengan umat-Nya.
Musik Gereja adalah bagian dari musik yang dihasilkan manusia secara umum atau universal. Ada aspek atau dimensi surgawi dalam musik gereja sebagai dimensi teologis atau rohani, akan tetapi hal itu tidak berarti bahwa musik gereja tidak berasal dari dunia ini. Musik gereja adalah musik dari dunia ini yang dihasilkan oleh orang-orang percaya (Kristen) untuk mengekspresikan iman mereka kepada Tuhan. Dalam penggunaannya, musik gereja dikelompokkan dalam dua bagian antara lain musik liturgi dan musik rohani. Disebut musik liturgi karena diciptakan dan digunakan di dalam liturgi ibadah, bahkan merupakan bagian integral di dalam liturgi. Sedangkan musik rohani, menurut Karl-Edmund Prier SJ, diciptakan dan digunakan secara umum di luar ibadah. Dengan demikian jelas bagi kita bahwa sebuah nyanyian pujian dalam Ibadah memiliki tempat yang penting dan tidak dapat diabaikan.
Musik dalam Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru dapat dikelompokkan menjadi musik vokal, alat-alat musik, dan gabungan musik vokal dan alat-alat musik. Beberapa kutipan yang berhubungan dengan musik vokal antara lain ; Keluaran 15:1-21, Bilangan 21:17, Ulangan 31:19, Hakim-hakim 5:1-3, matius 26:30, Lukas 1:46, 1 Korintus 14:15 dan lain-lain. Adapun kutipan-kutipan yang berhubungan dengan alat-alat musik, musik vokal dan instrumental antara lain ; Lukas 15:25, Wahyu 14:2, Kejadian 13:27, 1 Tawarikh 16:42, 2 Tawarikh 5:13, Nehemia 12:36, 1 Samuel 16:23, dan lain-lain.
Berdasarkan beberapa kutipan ayat-ayat Alkitab tersebut di atas, dapatlah diringkaskan pandangan Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru tentang musik gereja sebagai berikut bahwa, musik merupakan salah satu sarana berefleksi orang-orang yang percaya kepada Allah, termasuk orang-orang Kristen di sepanjang masa terhadap dan untuk perbuatan-perbuatan Allah dalam kehidupan persekutuan, pelayanan dan kesaksian. Musik adalah salah satu media berteologi yang kontekstual, melalui musik, gereja dapat mengkomunikasikan pesan yang adalah jawaban iman gereja terhadap dan untuk tindakan-tindakan Allah maupun sebagai salah satu kesaksian iman kristiani kepada sesama dalam berbagai situasi baik secara pribadi maupun kelompok yang berbalasan dengan atau tanpa iringan alat-alat musik dan juga dapat disertai gerak-gerik.
Kegiatan-kegiatan musikal orang-orang yang percaya kepada Allah dapat timbul secara spontan maupun dipersiapkan terlebih dahulu. Kegiatan musikal yang benar akan senantiasa dituntun oleh Roh Kudus sehingga tubuh, jiwa, roh dan akal budi dari setiap orang kristen, baik kecil-besar, muda-tua, akan terlibat secara aktif dalam berbagai kegiatan bermusik. Penyembahan merupakan satu tanggapan kita, orang-orang kristen, atas kehadiran Allah. Allah hadir di tengah-tengah kita dengan berbagai cara dan Dia juga tidak menutup diri terhadap berbagai sarana penyembahan, termasuk musik, asalkan hal itu dilakukan dalam Roh dan kebenaran.
Dengan demikian, nyanyian-nyanyian yang selama ini digunakan dalam Ibadah-Ibadah di GPM khususnya dalam ibadah AM-GPM Ranting Christy Natalia, Cabang Rehoboth III selalu mengikuti perkembangan, yaitu dengan mengadopsi nyanyian-nyanyian praise and worship yang berasal dari aliran Kharismatik. Dari hasil panelitian dan menurut para informan, bahwa kebanyakan pemuda pada ranting ini lebih menyukai nyanyian praise and worship dibandingkan dengan nyanyian-nyanyian yang sudah ada sebelumnya di GPM (Mazmur, Tahlil, DSL, Ny. Rohani, KJ, dan PKJ). Sebenarnya nyanyian-nyanyian yang ada di GPM khususnya Mazmur dan Tahlil dari segi bahasa sudah tidak cocok lagi karena masih menggunakan ejaan lama. Sedangkan secara keseluruhan dari nyanyian jemaat di GPM, ada syair-syair yang sulit juga untuk dimengerti, kemudian irama dan melodinya juga ikut mempengaruhi seseorang dalam memaknai sebuah nyanyian dengan baik.
Adalah fakta menurut ilmu musik, bahwa musik dapat mempengaruhi seluruh kehidupan manusia begitu pula dengan nyanyian. Oleh karena itu, jemaat harus yakin bahwa musik yang dimainkan dan nyanyian yang dinyanyikan benar-benar dipusatkan kepada Allah, sehingga pasti akan memberikan pengaruh yang baik. Suara yang keluar dari alat-alat nusik yang dimainkan maupun nyanyian yang dinyanyikan dapat memberikan bentuk dan menyebabkan ungkapan perasaan seseorang ataupun karakter Allah dapat dimengerti dengan jelas di tengah-tengah jemaat. Unsur-unsur musik seperti irama sangat penting dalam proses penghayatan sebuah nyanyian, karena suatu irama dapat meningkatkan perasaan orang yang sementara menyanyi dan sangat baik bila digunakan selama puji-pujian dan penyembahan.
Pada kenyataannya nyanyian yang mendominasi saat ibadah berlangsung pada AM-GPM Ranting Christy Natalia adalah nyanyian praise and worship. Menurut mereka nyanyian ini lebih sesuai dengan konteks pemuda yang lebih banyak memberikan semangat dan memotivasi pemuda dalam beribadah. Hal ini bukan berarti bahwa nyanyian yang sudah ada sebelumnya di GPM harus diabaikan, karena nyanyian-nyanyian ini telah ada jauh sebelum adanya nyanyian praise and worship dan menurut pengakuan ketua Majelis Jemaat GPM Rehoboth bahwa “sebenarnya nyanyian praise and worship ini belum populer di GPM, tetapi sangat relatif untuk digunakan tepat pada waktunya karena sebenarnya nyanyian ini merupakan gaya saja di kalangan pemuda yang selalu mengikuti perkembangan dan untuk menjawab kebutuhan pemuda saja. “Karena Allah itu bertahta di atas puji-pujian, maka semuanya tergantung pada setiap orang yang menyanyikannya.” Kalau nyanyian itu dinyanyikan dengan sungguh-sungguh dan penuh dengan iman, maka nyanyian itu akan menjadi berkat bagi orang yang menyanyikannya maupun bagi orang lain yang mendengarnya. Di samping untuk memuji dan memuliakan Tuhan, nyanyian-nyanyian di GPM dan nyanyian praise and worship dapat mengubah suasana hati jemaat yang sedang kalut, dilanda masalah, bimbang, putus asa, dan lain-lain sebagainya menjadi bisa lebih sabar dan menerima bahkan mampu untuk mengatasi setiap masalah kehidupan yang dialami setiap orang percaya. Oleh karena itu, nyanyian-nyanyian tersebut baik praise and worship maupun KJ, PKJ, DSL, Thalil, Ny.Rohani, dan lain-lain, hendaknya dinyanyikan secara bergilir-ganti. Misalnya, satu minggu menggunakan nyanyian KJ atau PKJ, kemudian minggu berikutnya menggunakan nyanyian praise and worship. Atau bisa menggunakan liturgi kreatif yang di dalamnya ada nyanyian KJ, PKJ, DSL, dan praise and worship yang ditempatkan sesuai fungsinya. Pada kenyataannya, baik nyanyian di GPM maupun nyanyian praise and worship sama-sama memiliki karakteristik yang mampu menyentuh pikiran dan perasaan orang sehingga mengalami ketenangan spiritual. Oleh karena itu, nyanyian-nyanyian ini sangat cocok dengan kondisi jemaat GPM sebab kesederhanaan bentuk nyanyian dan melodinya sangat mempermudah jemaat untuk cepat menguasai lagu tersebut sehingga dapat dinyanyikan dengan lebih baik dalam rangka mendekatkan hidupnya pada Tuhan.
















BAB V
PENUTUP

A. KESIMPULAN
1. Dalam ilmu musik, bentuk seni yang diartikan sebagai cetusan ekspresi isi hati yang diungkapkan dalam bentuk bunyi-bunyian yang bernada dan berirama khususnya secara harmonis dalam bentuk lagu dan nyanyian. Musik Gereja adalah bagian dari musik yang dihasilkan manusia secara umum atau universal dan musik gereja adalah musik yang dihasilkan oleh orang-orang percaya untuk mengekspresikan iman mereka kepada Tuhan. Dengan demikian yang dimaksudkan dengan musik gereja adalah musik yang digunakan oleh dan di dalam ibadah gereja untuk memuji dan memuliakan Tuhan.
2. Musik dalam ibadah dapat dikelompokkan menjadi musik vokal, musik instrumental, dan gabungan vokal instrumental (Nyanyian jemaat diiringi oleh musik pengiring).
3. Nyanyian Praise and Worship merupakan kumpulan lagu pujian yang di ambil atau diadopsi dari aliran gereja lain di luar GPM namun, tetap merupakan bagian dari respons umat atas anugerah Tuhan dalam suatu persekutuan ibadah. Dengan demikian, semua usaha jemaat atau pemimpin musik dalam hal ini pendeta dan pelayan musik untuk mendiamkan atau menghilangkan bentuk nyanyian ini sebaiknya dihentikan.
4. Nyanyian-nyanyian gereja yang selama ini dipakai oleh GPM dalam pelayanan ibadahnya (Mazmur, Tahlil, DSL, Ny.Rohani) merupakan nyanyian-nyanyian yang telah lama berakar dan bertumbuh dalam gereja sehingga tidak mungkin mengalami pergeseran tempat dalam ibadah di GPM. Apalagi nyanyian-nyanyian tersebut memiliki karakteristik yang mampu menyentuh pikiran dan perasaan orang sehingga mereka dapat mengalami ketenangan spiritual. Oleh karena itu, nyanyian-nyanyian ini sangat cocok dengan kondisi jemaat GPM sebab kesederhanaan bentuk nyanyian dan melodinya sangat mempermudah jemaat untuk cepat menguasai lagu tersebut sehingga dapat dinyanyiakan dengan lebih baik dalam rangka mendekatkan hidupnya pada Tuhan.
5. Nyanyian-nyanyian jemaat yang selama ini ada dan bertumbuh dalam GPM (Mazmur, Tahlil, DSL, Ny. Rohani) harus dapat digubah secara lebih baik mengenai tata bahasa karena masih mengandung kata-kata nyanyian yang sudah tua sehingga sulit untuk dimengerti oleh pemuda gereja sekarang ini. Selain itu bentuk melodinya juga harus dapat diubah agar tidak menimbulkan rasa bosan oleh jemaat dalam bernyanyi, seperti yang dirasakan oleh AM-GPM Ranting Christy Natalia, sebab tidak semua nyanyian jemaat yang selama ini dipakai di GPM hanya memiliki irama melow namun ada juga yang berirama gerat seperti halnya nyanyian praise and worship.
6. Nyanyian-nyanyian gereja yang dimiliki oleh GPM sampai saat ini masih relevansi dengan kehidupan bergereja saat ini sehingga harus tetap ada dan bertumbuh dalam gereja sebagai sarana pemujaan terhadap anugrah Tuhan dalam sebuah Ibadah, dan juga harus tetap mendapat perhatian agar tidak ketinggalan zaman.

B. SARAN
1. Bagi Gereja Protestan Maluku agar nyanyian jemaat dapat berfungsi dengan baik, maka perlu ada suatu pembinaan secara struktural dan fungsional. Artinya dengan adanya pembinaan, maka segala sesuatu yang berkaitan dengan jemaat bernyanyi, dapat sesuai dengan apa yang diharapkan. Materi pembinaan itu dapat meliputi beberapa hal:
d. Memberikan pemahaman kepada jemaat lebih khusus Pemuda Gereja tentang apa itu Nyanyian jemaat, ibadah jemaat dan apa itu liturgi.
e. Memberikan pemahaman kepada pemuda Gereja tentang apa makna dan fungsi musik gerejawi termasuk di dalamnya nyanyian jemaat sebagai alat dalam pelayanan musik gereja.
f. Penciptaan lagu-lagu baru dengan menggunakan pola-pola musik yang sederhana dan membangkitkan semangat sangatlah penting sebagai upaya kontekstualisasi nyanyian gerejawi.
2. Bagi Fakultas Teologi UKIM untuk lebih membiasakan mahasiswa untuk mengenal dan mempelajari nyanyian-nyanyian gereja yang telah dipakai GPM selama ini, agar dapat dimengerti dengan jelas makna dan melodi dari lagu-lagu pujian tersebut.
3. Bagi para Komponis Maluku untuk lebih meningkatkan kreatifitas dengan menciptakan lagu-lagu gerejawi (nyanyian jemaat) yang barciri praise and worship tetapi bernuasa etnis Maluku.
4. Bagi Pemuda Gereja harus mampu memaknai nyanyian praise and worship secara tertanggung jawab, baik itu teologi, musik maupun bahasanya.
5. Bagi Tim Musik Gereja di GPM untuk lebih kreatif lagi melihat nyanyian-nyanyian gereja di GPM terutama dari sisi teologinya.





LAMPIRAN
Cinta Sejati








































Ku Bawa Korban Syukur









































Seperti Yang Kau Ingini









































Allah Ditinggikan










































Bahwa Serta Dengan Allah













































Datang Kehadirat Tuhan




































Hatiku Penuh Nyanyian










































Allah Peduli








































Api Kemuliaan-Nya










































Bapa Sorgawi

Rabu, 29 Juli 2009

SKRIPSI 03 (ERLIN LEKATOMPESSY)


BAB II
DESKRIPSI DAN ANALISA DATA

A. Gambaran Umum
1. Historis Negeri Latuhalat
Jauh sebelum bangsa Portugis, Spanyol dan Belanda menginjakkan kakinya di daerah Maluku khususnya di jasirah Leitimur di Pulau Ambon, telah berada tiga buah negeri besar yang masing-masing diperintah oleh seorang raja yang bergelar kapitan. Ketiga negeri itu adalah Negeri Nusaniwe, Negeri Soya dan Negeri Kilang.
Kekuasaan ketiga raja tidak hanya meliputi daerah-daerah Leitimur melainkan juga meliputi beberapa daerah yang terletak di jasirah Leihitu. Diantara ketika raja ini, raja Nusaniwe memegang peran penting, karena kedudukannya tepat di muka pintu masuk Kota Ambon yaitu gerbang Tanjung Alang dan gerbang Tanjung Nusaniwe.
Negeri Nusaniwe pada waktu itu terdiri dari empat negeri besar dan dua negeri kecil serta tiga daerah Mataaman.
Empat negeri besar :
1. Negeri Soa Papala, dimana Soa adalah tempat berhimpun, Pa; berarti menjadi satu, dan Pala; berarti memberi makan, jadi Soa Papala dapat diartikan sebagai tempat berhimpun atau berkumpul untuk memberikan semangat. Sekarang Soa Papala telah dikenal dengan nama Waimahu, dimana Wai adalah Air dan Mahu berarti perlahan-lahan. Dengan begitu Waimahu dapat diartikan air yang mengalir perlahan-lahan.
2. Negeri Ukuhuri, dimana Uku adalah ujung dan Huri adalah bagian yang agak melingkar. Sehingga Ukuhury dapat diartikan ujung bagian bawah yang agak melingkar.
3. Negeri Seilale, dimana Sei adalah daerah pelabuhan dan Lale berarti dalam atau bagian dalam, jadi Seilale dapat diartikan sebagai daerah pelabuhan yang masuk agak kedalam.
4. Negeri Ukuhener, dimana Uku berarti ujung dan Hener berarti bagian yang melandai, jadi Ukuhener dapat diartikan bagian ujung yang agak landai. Sekarang Ukuhener lebih dikenal dengan nama Airlow yang berarti air yang selalu menuju ke situ.
Dua negeri kecil :
1. Negeri Eri, dimana Eri berarti dicukur gundul, jadi Eri dapat diartikan daerah hutan yang digunduli.
2. Negeri Hatiari, dimana Hati berarti hati dan Ari berarti melebur menjadi. Jadi Hatiari dapat diartikan perasaan setia kawan yang besar.
Tiga daerah Mataaman :
1. Negeri Urimesing, dimana Uri berarti lima dan Messing berarti persekutuan yang kokoh, jadi Urimessing bararti persekutuan lima bapa yang kokoh, yaitu PUTA, SERI, KAPA, SIMA dan AWAHANG.
2. Daerah Hatu, di mana Hatu berarti batu jadi batu dapat diartikan keras dan kuat seperti batu.
3. Daerah Hatiwe, dimana hati berarti hati, dan we berarti suatu pertanyaan jadi Hatiwe dapat diartikan hati yang bertanya atau tanda tanya.
Ke-empat Negeri besar dan Dua Negeri kecil serta tiga daerah Mataaman ini diperintah oleh seorang Raja yang bernama Latuaihena. Yang artinya raja peneguh negeri. Raja Latuaihena ini tidak mempunyai suatu tempat tinggal, yang tetap. Walaupun begitu tempat bersemayamnya sang raja terutama di Negeri Soa Papala, dekat gunung plakma.
Disamping itu ada juga beberapa tempat lain yang merupakan tempat bersemayamnya raja Latuaihena ini yaitu Wainener atau Waiina, dimana wai artinya air, dan ina atau nener artinya induk, dengan begitu wainener diartikan induk air atau air induk, dan tempat lainnya adalal: di Pohon Pule.
Untuk melancarkan jalannya pemerintahan maka sang raja menunjuk beberapa saudaranya untuk memerintah. Antara lain Kapitan Pear yang memerintah Negeri Ukuhuri, dan Kapitan Risakotta memerintah Negeri Papala. Di Negeri Ukuhuri terdapat dua kota Amanila atau Amalanith dan kota Hatunukon. Sedang di Negeri Papala hanya terdapat satu kota yaitu kota Belo. Kedua Negeri ini hidup dalam keadaan aman dan tentram sampai datangnya bangsa asing.
Bangsa asing yang pertama tiba di Nusaniwe adalah dari Tuban. yaitu tiga orang bersaudara. Anak raja yang keluar dari tubun dengan membawah segumpal tanah dengan maksud untuk ditimbang dan kalau ada yang beratnya sama, ma.ka disitulah mereka akan tinggal menetap. Ketiga saudara itu masing-masing adalah Soleiman yang bergelar Latuputty atau raja putih, sebab kulitnya putih, Sakitawan yang bergelar Latumeten, atau raja hitam, sebab kulitnya hitam, dan Nyai Mas yang bergelar Latumaina atau raja perempuan.
Mereka datang dengan sebuah perahu yang bernama Hatuhuat, kira-¬kira tahun 1511 dan berlabuh di suatu tempat yang akhirnya mereka sebut Maululang, yang berarti atur dulang atau meja makan, sebab biasanya mereka makan disitu. Kemudian Soileman mengantar saudaranya Nyai Mas berangkat ke Soya, dan kembali menetap di bersama saudaranya Sakitawan.
Kedudukan Sakitawan-Latumetan di Tupa dibawah kota Amalanith, kota yang terkuat. Sesudah angkat putusan maka Latumeten diangkat menjadi kapitan untuk beperang melawan penduduk yang dipimpin oleh kapitan Batonawa-Pear. Setelah datang waktunya maka berperanglah mereka, sehingga kedua kapitan besar yaitu Bontunawa-pear dari Kota Amalanith dan kota Hatunukon dan seluruh balanya terbunuh. Hanya satu rumah tanggapan yang selamat dan melarikan diri ke Eri.
Sesudah perang selesai maka Ukuhuri-papala untuk sementara waktu dipimpin oleh kapitan Sakitawan-Latumeten dan kapitan Risakotta. Kejadian ini beilangsung hingga bangsa barat yang pertama datang, yaitu Bangsa Portugis, yang terdampar di pantai Asilulu dekat Hitu, kira-kira tahun 1512 di bawah pimpinan Fransisco Serrao.
Tibanya mereka sesungguhnya di kepulauan penyu milik Negeri Latuhalat, namun orang Ambon menyebutnya pulau tujuh. Pada waktu itu banyak orang Hoamual dari Seram berkelahi dengan orang Hitu, dan perkelahian ieu selesaikan oleh orang Portugis.
Setelah itu para kapitan Hoamual ini pulang ke Hoamual, sedang kapitan Pauthuselang-Salhuteru yang berasal dari Etie, berlayar dengan perahunya melewati tanjung Allang dan tanjung Hatunukon dan singgah pada sala satu labuhan di sebelah Timur Leitimor yang dinamakan labuhan Namalatu atau Nama raja.
Menarut cerita kapitan Pauthuselang-Salhuteru setelah tiba, ia bekerja sama dengan kapitan dari Ukuhuri untuk berperang melawan kapitan dari Tuban atau Jawa. Peperangan ini berlangsung kira-kira 16 tahun, yang dimulai dari tahun 1512-1528, kemudian mereka berperang lagi sampai tahun 1602, dengan demikian lamanya mereka berperang selama 90 tahun.
Tahun 1602 Bangsa Belanda tiba di Ambon, tetapi sebelumnya telah datang mereka dari Hoamual seperti kapitan Lekatom, kapitan Narua dan pengikut-pengikutnya.
Dengan datangnya bangsa Belanda, maka Nusaniwe yang besar daerah kekuasaannya, dibagi-bagi menjadi beberapa daerah yang berdiri sendiri dan diperintah oleh orang kaya atau diperintah demikian juga Soa Papala dan Ukuhuri disatukan menjadi satu negeri dengan Nama Latuhalat, dan orang kaya yang memerintah disana bernama Salhuteru.
2. Letak dan Kedudukan
1. Letak Geogratis
Negeri Latuhalat meliputi Tanjung Nusaniwe seluruhnya yang dikelilingi oleh lautan dan hanya sebagian saja yang berbatasan dengan darah dataran lainnya. Garis batas wilayah Latuhalat adalah sebagai :
- Sebelah timur bebatasan dengan Negeri Airlow.
- Sebelah titnur laut berbatasan dengan Negeri Seilale.
- Sebelah selatan berbatasan dengan Laut Banda.
- Sebelah utara dengan Teluk Ambon.
Luas Negeri Latuhalat adalah kurang lebih 285 hektar, jarak pantai ke gunung 4 kilometer, dari Latuhalat ke Seilale 2 kilometer, dan dari Latuhalat ke Airlow 1 kilometer. Negeri Latuhalat sebagian besar terdiri dari dataran yang ditumbuhi oleh kusu-kusu atau alang-alang.
Dataran tersebut di antaranya Kota Belo di Waimahu. Sebagian kecil di Amalanith di Tupa, Ruruhata, Ukuhuri, dan Ewangeteng di rata. Di Negeri Latuhalat hanya terdapat sebuah gunung yaitu gunung Plakman, yang tingginya kira-kira 250 meter di atas peumukaan laut.
Latuhalat dibagi atas beberapa dusun aatara lain ; Dusun Waimahu , terletak di ujung tanjung Nusaniwe (dulu soa papala), terbagi atas Waimahu Timur dan Barat, Waimahu Tengah, arahia dan kampong baru. Dusun Tupa, terbagi atas tiga bagian yaitu tupa, muri dan anahu. Dusun Ukuhuri, terbagi atas tiga bagian yaitu Ukuhury, Omputty dan passa. Dusun Rata, terbaai atas dua bagian, Retutu dan rata.
Kedudukan negeri tidak merupakan suatu kesutuan negeri, scbab penduduk berdiam berpencaran di dusun-dusun dati mereka masing-¬masing dengan jarak antar rumah ke rumah agak berjauhan sampai di gunung plakman. Di Latuhalat tidak terdapat hutan atau ewang (hutan kecil). Semua jenis tumbuhan umur panjang ditanam di dusun masing-¬masing warga, seperti pohon pala, cengkih, kelapa, kenari, mangga dan lain sebagiannya. Dengan begitu kedudukan suatu negeri juga turut mempengaruhi sisi perekonomian dan pencarian suatu masyarakat.
2. Iklim dan Musim
Di Desa Latuhalat berlaku pula iklim tropis sebagaimana berlaku di daerah seribu pulau ini, masing-masing musim kemarau lasimnya dari bulan September sampai bulan Februari tahun berikutnya, sedangkan musim penghujan sedangkan musim penghujan dari bulan Maret sampai bulan Agustus tahun berjalan. Antara dua musim ini yaitu dari musim panas ke musim hujan ke musim panas, sering diselingi musim pancaroba. Musim pancaroba ini sering ditandai dengan bertiupnya angin kenjang dari arah yang tidak menentu (paling lama satu bulan).
Dengan adanya perubahan-perubahan musim ini maka tentunya sangat mempengaruhi usaha-usaha masyarakat baik dibidang pertanian maupun di bidang perikanan.

3. Komposisi Penduduk
1. Komposisi penduduk menurut jenis kelamin
Sesuai dengan data yang diperoleh, maka komposisi penduduk desa Latuhalat menurut jenis kelamin, seperti terlihat pada tabel berikut ini :
Tabel 1
Komposisi Penduduk Menurut Jenis Kelamin

No Dusun Jumlah Jenis Kelamin Jumlah
KK Pria Wanita Jiwa
1 Waimahu I 232 549 585 1.134
2 Waimahu II 220 678 704 1.382
3 Tupa 228 513 529 1.042
4 Ukuhuri 137 308 345 653
5 Umputty 194 452 461 913
6 Passa Rata 218 504 498 1.002
Total 1.229 3.004 3.122 6.126
Sumber Data: Kantor Desa Latuhalat Tahun 2007

Berdasarkan data di atas, terlihat bahwa jumlah penduduk Desa Latuhalat yang berjenis kelamin laki-laki sebanyak 3.004 jiwa, sedangkan yang berjenis kelamin perempuan sebanyak 3.122 jiwa, sehingga terlihat dengan jelas bahwa jumlah penduduk desa Latuhalat adalah 6.126 jiwa.
2. Komposisi penduduk menurut kelompok umur
Sesuai dengan data yang ada, maka komposisi penduduk Desa Latuhalat menurut kelompok umur terlihat sebagai berikut :

Tabel 2
Komposisi Penduduk Menurut Kelompok Umur

No Kelompok
Umur Frekuensi % Keterangan
1 0-3 Tahun 324 5.29
2 4-6 Tahun 365 5.98
3 7-12 Tahun 741 12.10
4 13-15 Tahun 410 6.69
5 16-18 Tahun 464 7.57
6 19-30 Tahun 2.010 32.81
7 31-50 Tahun 1.031 16.83
8 51 tahun keatas 781 12.75
Total 6.126 100
Sumber Data : Kantor Desa Latuhalat Tahun 2007
Data di atas menunjukan usia antara 0-3 tahun berjumlah 324 (5,29 %), penduduk yang berusia 4-6 tahun berjumlala 365 (5,98 %), penduduk yang berusia 7-12 tahun berjumlah 74l (12,10 %), penduduk berusia 13-15 tahun berjumlah 410 (0,69 %), penduduk berusia 16-18 tahun 464 (7,57 %), penduduk berusia 19-30 tahun merupakan kelompok umur terbesar dengan jumlah 2.010 (32,81 %), penduduk berusia 3l-50 tahun berjumlah 1.031 (16,83 %), penduduk berusia 51 tahun ke atas berjumlah 78l (12,75 %). Dengan demikian jumlah penduduk Desa Urimessing adalah 6.126 (100 %).
3. Komposisi penduduk menurut agama
Agama merupakan faktor penting pembentukan kehidupan moral manusia dalam rangka menuju kepada suatu tujuan bersama yakni menciptakan kondisi sosial yang serasi dan harmonis.


Bangsa Eropa yang datang ke Maluku (Ambon) selain untuk berdagang juga menyebarkan agama Kristen sehingga diperkirakan sekitar abad ke tujuh belas terjadi proses Kristenisasi dan masyarakat mulai memeluk agama Kristen Protestan. Untuk lebih jelas dapat dilihat dari tabel berikut ini :
Tabel 3
Komposisi Penduduk Menurut Agama

No Agama Frekuensi % Keterangan
1 Kristen Protestan 6.116 99.83
2 Kristen Katolik 10 0.17
3 Islam - -
4 Hindu - -
5 Buddha - -
Total 6.126 100
Sumber Data : Kantor Desa Latuhalat Tahun 2007

Data di atas menunjukan bahwa jumlah penduduk yang beragama Kristen Protestan lebih banyak dengan jumlah 6.116 (99,83 %) dan penduduk yang bergama Kristen Katolik berjumlah 10 (10,17 %). Dengan demikian penduduk Desa Latuhalat mayoritas bergama Kristen dengan jumlah 6.126 (100 %).
4. Komposisi penduduk menurut tingkat pendidikan
Kemampuan suatu desa dan bahwa majunya suatu bangs dan negara ini dapat diukur dari tingkat pendidikan warganya. Di samping ukuran dari segi tingkat ekonomi.
Secara umum dapat dikatakan bahwa penduduk desa Latuhalat tergolong masyarakat yang sadar akan pendidikan apalagi ditunjang dengan sarana dan prasarana fisik sekolah antara lain, Taman Kanak-kanak 2 (dua) buah, Sekolah Dasar Swasta 2 (dua) buah, Negeri 4 (empat) buah, Sekolah Menengah Pertama 1 (satu) buah dan sebuah Sekolah menengah Umum Negeri. Untuk mengetahui keadaan tingkat pendidikan masyarakat Desa Latuhalat, dapat dilihat dalam data dalam tabel berikut ini.
Tabel 4
Komposisi Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan

No Tingkat
Pendidikan Frekuensi % Keterangan
1 Tidak/belum bersekolah 755 12.32
2 Taman Kanak-Kanak 237 8.37
3 Sekolah Dasar 2.612 42.64
4 SMTP 1.057 17.25
5 SMU 1.238 20.21
6 Akademik/Perguruan Tinggi 227 3.71
Total 6.126 100
Sumber Data : Kantor Desa Latuhalat Tahun 2007

Dari tabel di atas, dapatlah diketahui bahwa tingkat pendidikan masyarakat di Desa Latuhalat yaitu dengan jumlah yang tertinggi SD sebanyak 2.612 orang (42,64 %), yang berpendidikan SMTP 1.057 orang (117,25 %), yang berpendidikan SMU 1.238 orang (20,21 %), yang berpendidikan akademik/ Perguruan Tinggi 227 orang (3,71 %), yang berpendidikan Taman Kanak-kanak 237 orang (3,87 %), serta yang belum/tidak bersekolah sebanyak 755 orang (12,32 %).
5. Kamposisi Penduduk Menurut Mata Pencaharian
Bila dilihat dari alamnya, maka penduduk Desa Latuhalat pada umumnya menggantungkan hidupnya di darat dan di laut (Petani dan Nelayan). Sebagian besar penduduk yang hidupnya bertani, mengolah tanahnya, dengan menanam berbagai jenis tanaman seperti ubi kayu (kasbi), pisang, papaya dan berbagai tanaman umur panjang seperti durian dan lain sebagainya. Hasil kebun tersebut sebagian dikomsumsikan dan sebagian dipasarkan guna memenuhi keperluan hidup mereka sehari-hari.
Perincian keadaan mata pencaharian penduduk Desa Latuhalat dapat dilihat pada tabel berikut ini :
Tabel 5
Komposisi Penduduk Menurut Mata Pencaharian

No Mata
Pencaharian Frekuensi % Keterangan
1 Pegawai Negeri Sipil 314 5.13
2 TNI/POLRI 17 0.28
3 Pegawai Swasta 87 1.42
4 Wiraswasta 241 3.93
5 Petani 854 13.49
6 Pertukangan 270 4.41
7 Pensiunan 77 1.26
8 Nelayan 225 3.67
9 Jasa 14 0.20
10 Tidak/belum bekerja 3.967 64.76
Total 6.126 100
Sumber Data : Kantor Desa Latuhalat Tahun 2007

Dari tabel di atas terlihat bahwa sebagian besar penduduk Desa Latuhalat bekerja sebagai petani dengan jumlah 854 orang (13,94 %), sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS) berjumlah 314 orang (5,13 %), sebagai nelayan 225 orang (3,67 %), di bidang pertukangan sebesar 270 orang (4,41 %), sebagai pegawai swasta berjumlah 87 orang (1,42 %), yang berwiraswasta berjumlah 241 orang (3,93 %), sebagai TNl/POLRI berjumlah l7 orang (0,28 %), yang pekerjaannya menawarkan jasa berjumlah 14 orang (0,20 %), sebagai pensiunan berjumlah 77 orang (1,26 %), dan yang belum atau tidak bekerja berjumlah 3.967 orang (64,76 %), sehingga jumlah totalnya adalah 6.126 orang (100%).
1.2. Kebudayaan
Negeri Latuhalat merupakan salah satu negeri adat yang ada di Pulau Ambon. Sehingga pada berbagai hal dalam prilaku mereka seringkali dikaitkan dengan adat-istiadat atau budaya yang ada dan mengatur pola hidup bermasyarakat secara umum di Pulau Ambon. Budaya ini bukanlah hal baru, namun merupakan turun-temurun dari orang tatua terdahulu, yang pada prinsipnya berpola dari kehidupan masyarakat Pulau Seram, yaitu kelompok ULI SIWA dan ULI LIMA atau disebut PATA SIWA dan PATA LIMA, yang terus dipertahankan hingga saat ini. Salah satu dari kebudayaan yang ada dan masih dipertahankan oleh masyarakat Latuhalat yang menganut adat atau budaya Pata Lima adalah Prosesi Makan di Meja Not atau lebih di kenal dengan. Jamuan Makan Piring Balapis, di mana jumlah piring yang dipakai berjumlah 5 (lima) lapis/susun.
Budaya makan di Meja Not, merupakan salah satu budaya orang Latuhalat, yang telah mengalami perpaduan dengan budaya barat (Belanda), sehingga budaya ini terkesan kebarat-baratan. Diduga. budaya ini sudah ada sejak dahulu kala zaman orang tatua terdahulu, yang oleh orana Latuhalat disebut Tete nene moyang.. Namun namanya bukan Makan Meja Not. Kemudian setelah masuknya bangsa orang Eropa dalam hal ini bangsa Belanda, budaya ini direkontruksi sehingga menjadi seperti sekarang ini, dan istilahnya kemudian menjadi Makan Meja Not. Secara umum, budaya Makan di Meja Not atau istilahnya Makan Meja Not bukan saja ada di Latuhalat, tetapi juga di Pulau Ambon hampir keseluruhan negeri adatnya mengenal budaya ini, walaupun di kenal dengun sebutan yang lain, dan prosesinya juga berbeda.
Orang Latuhalat yang masih muda, tidak terlalu mengetahui apa dan bagaimana sebenarnya budaya Makan Meja Not. Namun ba~,i bagi mereka yang merupakan tua-tua adat negeri, sangat mempertahankan budaya ini. Namun yang sangat disayangkan sekali sejalan dengan perkembangan zaman, pola pikir masyarakat juga berubah. Budaya yang memiliki nilai estetika tinggi ini namun pasti mulai dilupakan orang.
1.3. Persepsi Tentang Makan di Meja Not
Bagian penulis akan memaparkan dan menganalisi hasil penelitian menyangkut persepsi orang Latuhalat terhadap Makan di Meja Not. Adapun analisis ini tetap berpedoman pada indikator-indikator sebagai berikut :
- Pengetahuan
- Pandangan
- Sikap


1.3.1. Pengetahuan Tentang Meja Not.
Meja Not adalah budaya bapanggel atau mengundang, yang turun temurun dari orang tatua terdahulu, sebagai sarana persekutuan Saudara-basudara. Istilah Not berasal dari bahasa Belanda Notch, yang berarti undangan atau secara budaya Latuhalat dikenal istilah Panggel. Sehingga Meja Not dapat diartikan sebagai meja makan untuk para undangan atau meja perjamuan makan untuk para undangan. Meja ini berupa sebuah meja yang panjang, yang kadang-kadang dapat ditempati (di duduki) oleh kurang lebih tujuh puluh lima (75) sampai seratus (100) orang, dengan dekorasi bunga-bunga (beberapa vas bunga) dan botol-botol minuman yang disajikan juga kue-kue, serta bendera yang masing-masing harus berjumlah ganjil. Hal ini hanya sebagai hiasan saja. Pada meja pertama biasanya Broit atau Pengantin dan keluarganya, serta undangan yang mempunyai pengaruh dalam lingkungan atau negeri. Dulu, Makan di Meja Not harus menggunakan 5 piring yang disusun berlapis, sebagai gambaran pada komunitas masyarakat negeri Latuhalat yang merupakan rumpun Uli Lima atau disebut Pata Lima, dengan susunan sebagai berikut :
a. Piring Pertama, untuk makanan pembuka yaitu Sup
b. Piring Kedua, untuk nasi ungkep dengan lauknya.
c. Piring Ketiga, untuk jenis makanan Stof atau sejenisnya.
d. Piring Keempat untuk makanan penutup.
e. Piring Kelima, sebagai pengalas untuk penyusunan Jamuan Meja berikutnya.
Dalam perkembangannya, jumlah piring pada prosesi Makan di Meja Not sudah tidak lima piring lagi, namun tergantung pada kemampuan tuan rumah. Namun yang seharusnya, jumlah piring pada Prosesi Makan di Meja Not adalah 5 piring. Biasanya pada acara-acara pernikahan, pihak atau keluarga yang mempunyai acara meminta orang yang tahu pengaturan Meja Not. Meja Not juga biasanya disebut meja Salawir atau meja, pelayanan. Salawir adalah orang-orang yang bertugas melayani undangan pada acara Makan di Meja Not.
Pada prosesi Makan di Meja Not, dikenal ada dua objek yang memegang peranan penting. Yang pertama adalah Kepala Meja atau orang yang bertugas untuk komando, dan salawir yang tugasnya melayani. Kepala Meja ini tugasnya untuk meniup refri sebagai tanda memulai makan dan mengakhiri makan. Seorang Kepala Meja harus mengetahui beberapa hal seperti :
1. Orang yang diundang berapa ?
2. Orang yang dipanggil berapa ?


Pada prosesi makan Meja Not, meja pertama biasanya adalah pihak keluarga dari kedua mempelai (pada acara pesta Nikah), kepala desa, dan orang-orang yang mempunyai pengaruh di dalam Desa. Dan Meja terakhir, adalah meja bagi mereka yang melayani atau Salawir.
Prosesi makan di Meja Not yang seharusnya dapat diuraikan sebagai berikut. Meja Not kalau disiapkan untuk 100 orang, maka yang harus disiapkan oleh tuan rumah adalah 100 x 5 buah piring, sehingga piring yang disiapkan adalah 500 buah. Piring yang kelima adalah sebagai dasar dari semua piring yang telah disiapkan. Pada piring yang pertama disajikan menu Sup, tetapi sebelum itu, undangan harus meminum anggur yang telah disiapkan di gelas anggur atau Sloki sebagai pemanas untuk perut. Piring kedua disajikan nasi, sayur dan lauk. Piring ketiga, disajikan Stoof, yang berupa makanan dari kentang yang dimasak dengan daging ayam atau daging yang lain (terlihat jelas makanan ala Eropa atau Belanda). Piring keempat, disajikan menut yang disebut buah-buahan, sebagai menu penutup dari semua menu yang disajikan. Piring kelima, sebagai dasar dari semua piring yang mencerminkan Pata Lima. Biasanya, setiap piring dilengkapi dengan satu buah sendok, satu buah garpu, satu buah gelas anggur atau sloki, satu buah gelas dan satu buah pencuci tangan, untuk setiap orang yang makan.
Untuk memulai makan di Meja No, tergantung dari kehadiran undangan dan besar kecilnya meja. Sebelum acara makan pada meja pertama, biasanya diawali dulu dengan doa pembukaan, oleh orang yang sudah ditentukan oleh tuan rumah. Dan doa penutupan setelah selesai meja yang terakhir. Tidak menutup kemungkinan untuk setiap meja ada doa pembukaannya dan doa penutupannya. Undangan adalah Tuan dan Salawir adalah Pelayan. Undangan masuk dan duduk di Meja Not, tidak harus masuk secara berurutan dari awal jung meja, tetapi dapat juga depa atau melangkahi bangku, tergantung pada posisi di mana piring telah diatur. Prosesi makan di Meja Not tidak tergantung pada waktu, tetapi pada cepat lambatnya para undangan makan dan minum. Jika semua undangan telah selesai makan, maka kepala meja dapat meniup refri sebagai tanda makan pada menit yang pertama selesai. Seorang salawir, harus melayani tamu atau undangan di Meja Not dari sebelah kiri, agar mempermudah undangan menimba, atau mengambil menu. Selama prosesi makan di Meja Not, penganti harus duduk di tengah-tengah meja, tidak harus berhadapan, tetapi berdampingan. Makan di Meja Not tidak dibatasi oleh usia, siapa saja dapat makan di Meja Not. Aturan makan di Meja Not, jika satu menu telah selesai, piring untuk menu tersebut langsung diangkat. Setelah selesai makan undangan harus minum anggur, sebagai minuman kehormatan di Meja Not.
Perbedaan antara Meja Not dengan meja makan biasa, dapat diuraikan sebagai berikut :
1. Makan di Meja Not, terasa lebih bersifat kekeluargaan, karena semua duduk pada satu meja dan merasakan makanan yang sama.
2. Meja makan biasa, kita/katong, hanya menimba atau mengambil menu/makanan, dan tidak harus duduk di meja.
3. Keteraturan dan cara makan pada Meja Not lebih baik dari pada makan di Meja biasa.
Pengetahuan tentang Jamuan Makan di Meja Not itu katong tahu dari katong pung bapa, jadi intinya secara turun temurun, di tambah lagi dengan apa yang selama ini katong lihat, pada setiap kali ada prosesi makan tersebut.
Makan di Meja Not, katong merasa sangat atau lebih dihargai dari pada di meja resepsi biasa. Dan secara ke dalam, katong merasa bangga, bisa duduk dan menjadi tuan yang dilayani di Meja Not.

Dan hingga dengan saat ini jamuan makan di Meja Not masih terus di pertahankan oleh masyarakat Desa Latuhalat. Meja Not itu dipertahankan oleh masyarakat Desa Latuhalat karena merupakan budaya yang memiliki nilai, etika dan norma yang melebihi prosesi makan yang lain. Meja Not dilakukan sebagai sarana pemersatu bagi keluarga yang punya acara, agar mereka bisa saling lebih mengenal satu dengan yang lain. Pihak yang berkepentingan pada makan di Meja Not secara umum adalah tuan rumah, namun jika sudah dalam prosesinya, maka pihak yang paling berkepentingan adalah, Kepala Meja. Meja Not itu biasanya dilakukan pada acara pesta nikah dan saya pikir tidak ada yang bisa menggantikan Meja Not. Jadi jika Meja Not tidak dilakukan, ya... tergantung dari tuan rumah, dan tidak ada hukum yang mengatakan bahwa jika tidak dilakukan Meja Not maka kamu (tuan rumah) akan begini dan begitu.
1.3.2. Pandangan Tentang Meja Not
a. Makan di Meja Not perlu dipertahankan, karena secara kekeluargaan kita/katong duduk pad asatu meja makan.
b. Makan di Meja Not merupakan salah satu budaya orang Latuhalat, sehingga bagaimanapun juga perlu dilestarikan dan dipertahankan.
c. Makan di Meja Not, di sisi lain, merupakan media pembelajaran disiplin dan tatakrama, sehinga layak dipertahankan.
Menurut Bapak Wilhem Tuhusula jika dilihat dari segi ekonomi, maka untuk masa sekarang ini prosesi Makan di Meja Not, kurang perlu dipertahankan, karena merupakan suatu pemborosan bagi yang punya acara, dan membutuhkan tenaga yang besar (kerja banya). Namun secara kebudayaan, perlu untuk dilestarikan terus.


Meja Not itu penting dilakukan karena mengandung nilai-nilai tidak akan ditemui pada acara makan yang lain, dan sangat disayangkan sampai budaya ini hilang. Meja Not ini masih dapat dipertahankan, karena yang pertama faktor pengetahuan, dalam arti masih ada orang di Latuhalat yang tahu cara pengaturannya, kemudian makan di Meja Not tidak bertentangan dengan hukum manapun.
Fungsi dan peranan Meja Not dapat dikatakan sebagai alat atau sarana untuk memupuk rasa kebersamaan saudara-bersaudara, sekaliaus sebagai tali pengikat rasa kekeluargaan secara umum pada masyarakat Latuhalat dalam hal ini sebagai sarana BAKUDAPA.
Jamuan Makan di Meja Not, tidak bertentangan dengan ajaran Kristen, malah sebaliknya, memiliki nilai-nilai yang mencerminkan Kekristenan, karena pengaturan makan di Meja Not, serupa dengan pengaturan Meja Perjamuan Kudus dalam ajaran Kristen.
1.3.3. Sikap Terhadap Meja Not
Makan di Meja Not harus dikembangkan. Saya mendukung sekali prosesi makan di Meja Not, Meja Not itu perlu dilestarikan dan dibudayakan terus bagi generasi berikutnya.
Pada saat sekarang ini, orang lebih cenderung memilih meja resepsi biasa dari pada Meja Not. Hal ini terjadi karena yang pertama faktor pengetahuan tentang Makan di Meja Not sangat minim. Dan faktor yang lain adalah pemborosan dana pada acara Makan di Meja Not.
Keterlibatan masyarakat pada umumnya, tergantung dari lingkungan masing-masing. Namun berdasarkan pengalaman saya, untuk makan di Meja Not, masyarakat pada umumnya ingin sekali duduk dan makan, tetapi untuk menjadi Salawir atau orang yang melayani, sangat kurang respon dari masyarakat.
Kalau makan, dong mau, kalau untuk menjadi Salawir, dong seng mau

Kalau Meja Not, tidak dilakukan sama sekali, dalam arti dihapuskan begitu, maka katong merasa gagal, karena tidak bisa melestarikan budaya orang tatua. Tetapi kalau hanya karena tidak mau kerja banyak, itu tidak apa-apa kan, tergantung yang punya acara. Secara pribadi katong akan berusaha untuk menghadirkan prosesi makan di Meja Not kalau ada acara pesta nikah.