Anggota angkatan 2003 Filsafat UKIM

Chaky, Ona Aya, Meidy, Kea, Lita, Kaneng, Etalake, Oi’Tiku, Nesy, Lineng, Mersy, Netty, Taro-Domy, Turo-Ebeth, Neng, Ensy, Eci, Choco, Ike, Beben, Tommy, Ika, Zisi, Novi, Aketa, Tata, Acith, Ona Kap, Eva, Ences, Dian, Olive Seke, Denis, Is Latul, Totoy, Gama, Noel, Marino, Odon, Ano, Max, Endik, Rina, Au, Emang, Ema, Eges, D4, Charis’t, Cakhlop’z, Eda, Ati, Kakak Dello, kakak Mis, Tine, Imel, Chey, Itin, Yun, Ane, Eges’L, Wellem, Ein, Erlin, Winter, Vally, Anika (Alm).

BAKUMPUL SUDAH

BAKUMPUL SUDAH
TAPISAH UNTUK PELAYANAN ADALAH SESUATU YANG TERINDAH

Kamis, 20 Agustus 2009


BAB III
ANALISA DATA DAN
PEMAHAMAN TENTANG GEREJA

A. ANALISA DATA
− Hasil wawancara dengan responden, pada prinsipnya jemaat-jemaat GPM Pulau Banda memahami Gereja sebagai sebuah persukutuan yang utuh, dimana umat dalam persukutuannya harus saling menopang, mendoakan, bersukutu satu dengan yang lain sekaligus juga menjadi umat yang senantiasa memuji Allah. Pemahaman ini, menjadi dasar atau pilar yang utama bagi jemaat-jemaat GPM Pulau Banda yang berada di tempat relokasi dalam setiap membangun jemaat atau persukutuan, terlebih dari pada itu sebagai Gereja yang tetap berjalan untuk memuliakan Tuhan ditengah-tengah Dunia. Eklesia merupakan persukutuan orang-orang yang di panggil keluar dari dunia mereka yang lama dan dikuduskan, artinya di asingkan dari persukutuan-persukutuan yang lain di dunia ini dan digunakan oleh Allah sebagai alat dalam karya penyelamatan-Nya. Sebagai alat yang demikian tidaklah abstrak tetapi konkrit. Nampak pada waktu zaman Perjanjian Baru terdapat di Yerusalem, Roma, Korintus, Filipi, Tesalonika juga di Indonesia : Jakarta, Bandung, Medan, Ambon. Persukutuan itu juga merupakan karya Roh Kudus yang bekerja dalam pribadi-pribadi umat dan membentuk sebuah persukutuan atau Gereja.
Persepsi atau pemahaman jemaat-jemaat GPM Pulau Banda tentang Gereja merupakan suatu hal yang mutlak yang dimiliki atau dianut oleh umat Kristen pada umumnya. Gereja bukanlah persukutuan yang bergerak mundur atas tantangan dan perkembangan zaman yang setiap saat mengalami perubahan, tetapi sebaliknya Gereja mesti bergerak maju dalam setiap perubahan yang terjadi, baik perubahan yang terjadi secara internal maupun secara eksternal.
Fakta umum yang dijumpai oleh penulis dalam penelitian partisipatif ketika penulis mencoba dan memahami aktifitas hidup jemaat-jemaat GPM Pulau, Banda dalam kesehariannya. Terlihat bahwa jemaat hidup tidakkah sesuai dengan apa yang telah disampaikan tentang Gereja, namun sebaliknya kehidupan jemaat sehari-hari yang membuat klasifikasi dalam tubuh jemaat itu sendiri. Sebagai contoh yang juga telah diulas dalam Bab I, bahwa jemaat-jemaat GPM Pulau Banda yang pada awalnya mereka berdiri sendiri, kini di tempat relokasi mereka terlebur menjadi satu dan dilayani oleh satu orang Pendeta. Hal ini memunculkan rasa egoisme jemaat pada tiap-tiap individu?
− Dari hasil wawancara dengan responden, bahwa sistim pelayanan Gereja yang diterapkan terhadap jemaat-jemaat GPM Pulau Banda sebelum dan sesudah relokasi tak mengalami perubahan. Dalam artian bahwa, sistem pelayanan Gereja yang diturunkan dari, Sinode ke Klasis, Klasis ke jemaat dari awalnya saat mereka berada di Pulau Banda, hingga sekarang berada di tempat relokasi Suli Atas Ambon sama sekali tidak mengalami perubahan. Adapun kebutuhan yang dianggap sebagai perubahan di tempat relokasi adalah pelayanan Gereja tingkat jemaat lebih menjurus dan terbuka pada empat jemaat yang dijadikan satu. Tanggungan Pelayanan (TAPEL) di serahkan langsung ke Sinode. Secara organisasi Gereja Protestan Maluku, seharusnya tanggungan Pelayanan diserahkan ke Klasis kemudian Klasis serahkan ke sinode. Hal ini dikarenakan jemaat-jemaat GPM Pulau Banda tak memiliki Klasis sebagai sarana dan prasarana.
Sistem pelayanann Gereja yang tak mengalami perubahan bagi jemaat-jemaat GPM Pulau Banda adalah sistem yang baku atau umum. Sistem itu dipakai oleh setiap jemaat GPM baik yang direlokasi maupun yang tidak direlokasi. Sebagai contoh, pelaksanaan Ibadah-ibadah Minggu, Sektor, maupun pelayanan Gereja yang lainnya, berlangsung sama seperti jemaat-jemaat ini berada di Banda. Dengan sistem pelayanan yang tak mengalami perubahan membuat jemaat-jemaat GPM Pulau Banda yang berada di tempat relokasi sama sekali tak mengalami perubahan yang memadai. Jemaat hanya mengikuti semua perkembangan yang terjadi tanpa harus melihat konteks yang sesungguhnya dari jemaat itu sendiri. Selama proses penelitian berlangsung penulis melihat perubahan yang negatif dari pemahaman jemaat yang ada yaitu, kesadaran umat yang cenderung merosot dalam hal keterlibatan dalam setiap kegiatan pelayanan Gereja. Masalah ini yang menjadi gumulan bersama dalam jemaat-jemaat GPM Pulau-pulau Banda.
− Senada dengan responden yang lain bahwa, perubahan-perubahan yang ada bagi jemaat-jemaat GPM Pulau Banda merupakan sebuah kebutuhan yang benar-benar di butuhkan oleh jemaat itu sendiri atau sesuai dengan konteks jemaat di tempat relokasi. Fungsi atau sistem pelayanan Gereja yang tak mengalami perubahan apa pun mesti menjadi gumulan bersama dalam hal ini GPM. Alasanya jemaat-jemaat GPM Pulau Banda hanyalah ada dan tetap bertahan dengan kondisi yang ada. Kondisi seperti ini yang membuat jemaat tak berkembang atau berubah ke arah yang lebih baik. Situasi dan kondisi dari hasil amatan penulis selama satu bulan penelitian bahwa jemaat tak mengalami perubahan selain sistem dan pelayanan Gereja yang tak berubah juga kesadaran jemaat atau pemahaman diri jemaat sebagai Gereja yang utuh dari persukutuan yang ada. Terdapat fakta bahwa dalam dalam pribadi-pribadi jemaat masing-masing masih teradapat ’’egoisme’’ jemaat (pembedaan jemaat asal), Jemaat masih merasa bahwa pribadinya merupakan jemaat tersendiri sekalipun berada sebagai persukutuan dengan jemaat-jemaat yang lain. Hingga sekarang ini jemaat-jemaat GPM Pulau Banda masih tetap mengikuti semua sistem atau pelayanan Gereja yang diterapkan sejak dahulu, sewaktu masih berada pada masing-masing lingkungan jemaatnya di Pulau-pulau Banda.
− Dari hasil wawancara dengan responden, umumnya para responden mengatakan bahwa aturan aturan Gereja yang baru bagi jemaat-jemaat GPM Pulau Banda di tempat relokasi sama sekali tidak ada. Ini menunjukan adanya kelemahan dari sistem pelayanan dan Tata Gereja yang diberlakukan atau tak mengalami perubahan terhadap jemaat-jemaat yang di relokasi. Melihat kondisi nyata yang ada di dalam jemaat, GPM (Sinode maupun Klasis) mesti lebih memusatkan perhatian terhadap sistem dan Tata Gereja yang ada, agar jemaat-jemaat yang berada di tempat relokasi tertata dengan baik bahkan dapat mewujudkan misi Gereja menjadi Gereja yang bersaksi dan melayani di tengah-tengah dunia. Realita yang terjadi dalam sistim dan pelayanan Gereja membuat jemaat-jemaat GPM Pulau Banda yang berada di tempat relokasi, sulit mewujudkan apa yang didambakan-dambakan oleh Gereja. Menjadi jemaat atau Gereja yang utuh sekaligus menjadi Gereja yang tetap eksis dan bertumbuh dalam iman, pengharapan dan kasih yang terwujud melalui pelayanan dan kesaksiannya. Fakta umum di atas lebih terarah pada jemaat yang selalu mengalah pada setiap keadaan, bahkan Gereja terlihat seakan-akan tak mampu untuk menjawab pergumulan-pergumulan pelayanan yang menjadi fungsinya. Menjadi pertanyaan bagi kita semua apakah Gereja atau jemaat terus menerus harus berada dalam situasi seperti ini? Di manakah peran dan tanggung jawab Gereja dalam memberitakan karya penyelamatan Allah dalam Kristus Yesus, Juruselamat?

B. Kesimpulan Penelitian
1. Pada umumnya warga jemaat GPM Pulau Banda telah mengerti dan memahami tentang arti dan makna Gereja yang sesungguhnya. Umat dalam persukutuan itu dapat saling menopang dan membantu serta bersukutu secara bersama-sama dalam aktifitas hidup setiap hari. Namun dibalik pemahaman ini, warga jemaat GPM Pulau Banda kehilangan jati diri Jemaat. Mengapa? Karena sebagai pribadi-pribadi yang telah terbentuk sebagai persukutuan, warga jemaat belum memahami apa artinya terlibat dalam setiap aktifitas pelayanan Gereja (ibadah minggu, unit, dll), mereka tak memiliki gairah beribadah. Hal ini sangat berbeda dengan ketika mereka masih berada di tempat asal mereka yang semula, (Pulau Banda). Egoisme Jemaat, dalam arti bahwa warga jemaat GPM Pulau Banda di tempat relokasi terdapat empat jemaat yang di jadikan satu, (Lonthor, Ai, Hata, Run). Yang dipimpin atau dilayani oleh satu orang pendeta, di dalamnya. Jemaat masih berpikir bahwa mereka satu jemaat dan bukan dari satu-kesatuan dari warga jemaat yang ada, meskipun telah menjadi satu saat ini. Ambil contoh : Dalam menyambut HUT GPM di tahun 2007 Jemaat-jemaat GPM Pulau Banda mengadakan pertandingan Volli Ball. Dalam pertandingan itu jemaat Lonthor dan Jemaat Run yang bertanding. Kekalahan dari jemaat lonthor membuat ke dua Jemaat ini konflik. Contoh di atas mengambarkan bahwa masih ada egoisme jemaat atau semacam spesifikasi jemaat dalam warga jemaat tersebut.
2. Pemahaman warga jemaat GPM Pulau Banda tentang sistim pelayanan Gereja sebelum dan sesudah relokasi, pada umumnya jemaat telah mengerti tentang sistim pelayanan GPM, namun dari hasil wawancara sistim pelayanan Gereja sama sekali tidak mengalami perubahan sejak awal di Pulau Banda hingga sekarang ditempat relokasi. Sebenarnya GPM dalam hal ini Sinode mempunyai sistim yang baru dan benar-benar relevan bagi jemaat ini ditempat relokasi. Misalnya : Sistim pelayanan yang mengarah pada kebutuhan jemaat dan menjadikan warga jemaat GPM Pulau Banda dapat memberdayakan diri, dapat memahami diri sebagai Gereja yang menjalankan tugas serta panggilan dan hidup dalam persukutuan yang utuh.
3. Sistim pelayanan Gereja terhadap warga jemaat GPM Pulau Banda di tempat relokasi yang sama sekali tak mengalami perubahan membuat jemaat tak berkembang. Aturan-aturan Gereja pada tingkat jemaat tak mengalami perubahan. Hanya beberapa kebutuhan mendasar yang harus di ambil sebagai kebijakan dalam beradaptasi dengan tempat relokasi atau sesuai dengan kebutuhan warga jemaat GPM Pulau Banda. Misalnya Tanggungan Pelayanan jemaat ke Sinode tidak lagi di setor melalui Klasis, tetapi di setor langsung ke Sinode, jemaat ini diatur langsung oleh sinode. Secara struktur kemasyarakatan ( Sosial ) maka jemaat ini menyesuaikan diri dengan warga jemaat yang ada di Suli Atas Ambon.
4. Sebagai Gereja dalam hal ini Sinode lebih aktif dan eksis dalam memberikan sumbangsi pikir bagi warga jemaat GPM Pulau Banda sebagai jemaat atau Gereja yang utuh dalam membangun kebersamaan dan pelayanan.
5. Sinode mesti mempunyai sistim yang baru dan benar-benar di butuhkan oleh jemaat itu sendiri dalam rangka memberdayakan diri dan hidup sebagai Gereja yang sesungguhnya.
















C. PEMAHAMAN TENTANG GEREJA
1. Konsep Gereja yang Sesungguhnya
Gereja pada hakekatnya adalah persukutuan orang-orang percaya yang Tuhan panggil dari berbagai latar belakang hidup baik asal-usul, adat dan budaya serta status sosial. Mereka dikuduskan oleh Roh Kudus, dan di pakai sebagai pembawa berita suka cita, yakni keselamatan dalam Yesus Kristus melalui kematian dan kebangkitan-Nya yang terjadi bagi dunia maupun dalam masyarakat. Dengan misi yang khusus itu, Gereja menjadi suatu persukutuan yang eksklusif dengan Yesus Kriustus sebagai kepala-Nya dalam memenuhi misi-Nya itu, Gereja menghayati kesatuan dan kebersamaan, yang berdasar pada keberbagaian kasih karunia yang diterimanya dari Tuhan. Kesatuan dan kebersamaan tersebut di lukiskan atas rupa-rupa jalan : jemaat adalah anggota dari satu tubuh (1 Korintus. 12:12) ; anggota-anggota yang banyak itu takluk kepada satu Tuhan yang adalah kepala tubuh (Efesus. 1:22; 4:15; 5:23). Ungkapan yang paling jelas menyatakan kesatuan ini ialah tubuh Kristus. Kesatuan tubuh Kristus adalah satu kesatuan baru, satu kesatuan yang luar biasa. Sesuai hakekatnya sebagai persukutuan maka dalam Gereja setiap anggota dengan kekhasan karunia yang di milikinya berkewajiban saling menopang satu dengan yang lainnya sekaligus memuji Allah.
Gereja di sebut tubuh Kristus di mana orang dimasukan kedalamnya melalui Baptisan dan Perjamuan kudus. Di samping itu Gereja atau orang-orang kristen yang di sebut orang-orang kudus yang mempunyai hubungan erat dengan Kristus dan tugasnya adalah mengabarkan kesaksian tentang Dia. Gereja juga merupakan semua orang pilihan , Allah termasuk mereka yang sudah mati, Gereja itu bersifat Katolik dan Am sebab adalah hal yang mustahil bila ada dua atau tiga Gereja tanpa membuat Kristus terbagi (1Korintus. 1: 13). Orang-orang pilihan Allah berhubungan erat di dalam Kristus. Sehingga berada dibawah satu kepala, berpadu dan saling terkait sebagai suatu tubuh. Mereka menjadi satu oleh karena hidup bersama dalam satu iman, pengharapan, dan kasih, oleh Roh Allah yang sama. Mereka terpanggil tidak hanya untuk menerima warisan yang sama yakni hidup yang kekal, tetapi juga untuk memasuki persukutuan dengan satu Allah dan satu Kristus. Sebagai persukutuan bersaudara dengan semua anak-anak Allah, mengikuti wewenang Gereja, dan bersikap seperti domba dari satu kawanan. Orang-orang kudus di kumpulkan dalam persukutuan dengan Kristus, dengan asas bahwa semua kebaikan Allah harus mereka bagi di antara mereka. Kita percaya Gereja berarti kita yakin telah menjadi anggotanya. Demikianlah keselamatan kita bertumpu pada dasar yang tetap dan kuat. Keselamatan kita kokoh berdasarkan pemilihan Allah dan hanya dapat berubah bila oleh kemauan Allah sendiri, keselamatan itu di teguhkan karena berkaitan dengan keteguhan Kristus yang tidak membiarkan orang-orang yang percaya kepada-Nya di renggut dari padanya seperti juga tidak membiarkan angota-anggotanya di cabut.
Jemaat yang tergabung serta menjadi percaya tidak melepaskan diri dari peranan Roh Kudus yag memimpin orang-orang percaya, inilah yang di sebut dengan Gereja yang konkrit dan nampak ini mempunyai suatu segi iman. Roh Kudus yang menciptakan dan memeliharanya dan bahkan ia melayani Allah dan benar-benar hidup dan bekerja untuk keselamatan dunia ini. Gereja yang konkrit itu dan nampak di banyak tempat atau dunia ini, bukan saja kota atau desa, tetapi juga daerah atau wilayah bahkan rumah. Pada satu sisi pihak Gereja yang konkrit dan nampak itu tidak berbeda dengan persukutuan-persukutuan atau lembaga-lembaga yang lain, ia mempunyai anggota-anggota, ia mempunyai susunan-susunan tertentu, tetapi pada lain pihak ia berbeda dalam dunia, tetapi tidak berasal dari dunia (Yohanes 17 : 17), ia berasal dari dunia yang lain. Gereja yang lahiriah ialah agar umat masing-masing hidup dalam kerukunan bersaudara dengan semua anak-anak Allah, agar umat mengakui wewnang Gereja yang di berikan kepadanya atau persukutuan orang-orang kudus. Kata persukutuan banyak memberi penghiburan, maksudnya adalah sudah pasti bahwa segala sesuatu yang diberikan Tuhan kepada anggota-anggotanya dan kepada anggota-anggota kita adalah umat kepunyaan kita dan yang di hasilkan adalah bahwa harapan kita diperteguh oleh semua kekayaan itu. Untuk menganut kesatuan Gereja dengan cara demikian kita semua tidak perlu melihat Gereja itu dengan mata kita atau meraba dengan tangan kita sendiri, tetapi kita harus percaya kesatuan itu. Kita harus meyakini kalau tidak kelihatan oleh kita, begitu pula dengan iman kita tidak kurang baiknya, bila berpegang pada suatu Gereja yang tidak kita kenal. Sebab disini tidak diperintahkan supaya pandai membedakan antara mereka yang di tolak dan mereka yang di pilih, itu hanya hak Allah, tetapi kita di perintahkan yakni yakin dalam hati kita bahwa semua orang yang oleh rahmat Allah Bapa dan oleh pekerjaan Roh Kudus sudah mencapai persukutuan dengan Kristus, diperuntukan menjadi milik dan kepunyaan Allah sendiri dan bahwa kita termasuk persukutuan itu mendapat bagian dalam karunia yang begitu besar.
Dengan demikian Gereja pada hakekatnya esa. Keesan Gereja itu bersumber pada keesaan Allah Bapak, Allah Anak, dan Roh Kudus (Yohanes 17 : 21-22). Keesaan yang didasarkan pada persukutuan dan kasih. Gereja adalah keluarga dan kaum sekerja Allah yang senantiasa hidup dalam kasih, sehati, sepikir, dalam satu tujuan dengan tidak mencari kepentingan diri sendiri, namun selalu berbuat baik bagi kepentingan orang lain di mana anggota yang satu memandang anggota yang lain lebih utama dari dirinya sendiri (Filipi 2 : 1-4).

2. Bagaimana Menatalayani Gereja
Dalam menata Gereja yang bersaksi demi nama Kristus, serta menjawab tugas dan panggilan, maka Gereja mesti benar-benar merumuskan sistem dan pola pelayananya sebaik mungkin agar misi-Nya di dunia terselenggara dengan baik. Dalam hal ini GPM sebagai Gereja yang melembaga sudah saatnya menjawab semua persoalan-persoalan yang terjadi dalam jemaat, salah satunya adalah masalah relokasi jemaat. Sebagai dasar pikir Gereja maka ada dua hal penting untuk Gereja mengatur dan menatalayani jemaat-jemaat relokasi:

a. Institusional
Secara institusional GPM memiliki sebuah konsep kelembagan dan strukutur yang telah ada dalam mengatur jemaat-jemaat sesuai dengan konteks dari jemaat itu sendiri, demi menjawab masalah-masalah jemaat yang terjadi GPM mesti melihat dari segi Gereja yang historis, Gereja di panggil untuk mengorganisasikan Gereja serta mewujudkan kesatuan Gereja yang ada sebagai jemaat pengungsi. Melihat banyaknya jemaat-jemaat yang di relokasi, maka kehidupan Gereja perlu di atur dengan baik dan bahwa jabatan adalah alat yang diberikan Allah untuk mengatur kehidupan jemaat sebaik-baiknya. Gereja mempunyai peranan kunci dalam hubungan antara manusia dengan Allah sebagai sarana Firman, wewenang Gereja untuk menetapkan tata Gereja dan ketetapan-ketetapan Manusia lainnya, termasuk persukutuan-persukutuan. Tujuan dari peraturan dan ketetapan itu adalah untuk mengatur kehidupan Rohani dan Jasmani Manusia supaya tertib. Namun, yang tidak kurang penting adalah kebebasan terhadap aturan itu. Roh Kudus selaku pembaharuan Gereja tidak terikat pada aturan, karena itu harus ada peluang bahwa kemungkinan orang bisa menyimpang dari aturan-aturan itu. Atas dasar itu hal yang sangat penting yaitu :
 Gereja hanya mengatur dalam perangkat peraturannya, hal-hal yang pasti menimbulkan kekacauan merupakan aturan yang salah.
 Gereja hendaknya menjadikan Alkitab sebagai pedoman dalam mengusahakan tata Gereja-nya secara tepat dan kontekstual. Hal ini penting agar Gereja terhindar dari persilisihan teologis yang mengakibatkan perpecahan Gereja.
 Tata Gereja harus amat terbuka dan memberi kebebasan sebanyak mungkin kepada pembaharuan mutlak yang di perlukan, yang di lakukan oleh Tuhan Gereja.
 Tata Gereja harus mewujudkan satu pemahaman, tidak ada tinggi-rendahnya kepejabatan dalam tugas pelayanan yang beraneka ragam.
 Tata Gereja harus disusun dan konfrontasi dengan dunia, baik pribadi, keadaan jemaat serta ketaatan kepada kitab suci.

Dalam melaksanakan panggilan Gereja ditengah-tengah dunia, dalam hal ini seyogianya lebih menggunakan tugas pelayanan Gereja dari pada jabatan. Tugas pelayanan itu perlu di atur dalam tata Gereja untuk menghindari Gereja menjadi lembaga kepejabatan yang membagi Gereja dalam kaum rohaniawan dan kaum awam. Karena itu dalam tata Gereja perlu di atur agar dapat membuka kebebasan, pelayanan Gereja. Karena itu, Tata Gereja harus memberi ruang gerak kepada jemaat setempat melaksanakan tugas pelayanan dengan menjadi satu persukutuan yang terlatih ,untuk memilih, menilai dan melaksanakan tata (tertib) Gereja. Hal itu tidak berarti jemaat telah menjadi mandiri penuh, melainkan jemaat setempat yang tidak boleh disisihkan, serta di ikut sertakan dalam setiap pelayanan Gereja. Hal ini tidak terlepas dari dari adanya sentralisasi pimpinan seluruh Gereja yang mengatur Gereja dan jemaat-jemaat-nya, namun dalam Tata Gereja, harus terbuka pula peluang memperbesarkan kemandirian jemaat-jemaat setempat. Sekalipun demikian bukan kemandirian jemaat-jemaat atau pemimipin pusat, tetapi yang terutama penting adalah Kristus. Atas dasar itu jemaat setempat menjadi mandiri yang diatur oleh kepimpinan pusat yang bertindak dalam kehidupan jemaat-jemaat. Pemimpin dari atas maksudnya untuk membantu dan memimpin jemaat-jemaat serta pelayanan yang sedang di laksanakan demi memenuhi tugas panggilannya. Dalam rangka mencari Tata Gereja tersendiri bagi GPM, hendaknya di hindari kesimpulan bahwa terdapat kemungkinan diperolehnya bentuk-bentuk Tata Gereja yang secara radikal berbeda satu dengan yang lain, yang mencerminkan pertentangan pandangan. Atas dasar itu struktur yang sama dapat disusun Tata Gereja dengan pola yang berlainan yang sesuai dengan wujud tersendiri pelayanan kepada setiap manusia dan bangsa (suku). Dalam pelayanan Kristus tidak ada perbedaan antara hamba dan tuan, pria dan wanita, semuanya menjadi satu, terkait satu dengan yang lain. Gereja Protestan Harus tetap berbagi, Ras dan Bahasa, ini dapat menjadi bukti bahwa dimana banyak hal berbeda namun dalam Kristus menjadi satu.
Tata Gereja bermakna menciptakan pola hidup yang menyatakan bahwa Kristus memerintahkan, bahwa dialah Tuhan-Nya dan satu-satu-Nya harapan baginya, maka seharusnya tata Gereja ini pun memperlihatkan kenyataan bagi orang Yahudi, Ia suatu batu sandungan dan bagi orang-orang Yunani suatu kebodohan (1 Korintus 1 : 23). Ia bersifat demikian, karena Ia datang bukan untuk dilayani melainkan melayani. Gereja sebagai persukutuan orang-orang berdosa senantiasa terancam, maka Gereja itu perlu di pelihara. Pemeliharaan itu harus menjadi pembaharuan secara berkesinambungan, reformasi. Tata Gereja itu harus begitu rupa , sehingga menimbulkan halangan sedikit mungkin kepada pembaharuan yang perlu dilaksanakan oleh Tuhan-Nya. Karena itu Gereja hendaknya menciptakan peraturan-peraturan sesedikit mungkin. Sebab Tata Gereja menciptakan aparat manusia dan aparat manusia itu seharusnya di beri tempat yang terbatas saja dalam kehidupan Gereja.




b. Fungsional
Gereja dalam menjawab tantangan zaman serta berjalan sebagai musafir yang mewartakan kebenaran Kristus ditengah-tengah dunia, maka Gereja tidak hanya terbatas pada pola dan Tata pelayanan Gereja terhadap umat tetapi, lebih dari pada itu Gereja juga mesti melihat masalah-masalah sosial sebagai langkah yang harus di tempuh bahkan di jawab sebagai panggilan dan amanat Kristus. Secara fungsional Gereja dalam menatalayani jemaat-jemaat yang di relokasi mesti melihat atau berangkat dari konteks itu sendiri tanpa mengesampingkan efek dari pola hidup jemaat yang sesungguhnya, di mana pola hidup jemaat menjadi pergumulan hidup dari tiap-tiap pribadi secara khusus dan sebagai Gereja yang bergumul secara universal. Dalam meng-eksiskan pelayanan dalam mengatur jemaat-jemaat GPM yang di relokasi, adalah suatu tugas yang sangat penting untuk melihat kembali pola hidup jemaat, dalam hal ini jemaat-jemaat GPM Pulau Banda yang di relokasi. Gereja mesti melihat setiap segi kehidupan antara lain : ekonomi, budaya, pola hidup dll, dari tiap-tiap individu maupun menyeluruh. Tanpa melihat hal ini maka Gereja tak akan mampu berdiri sebagai Gereja yang utuh ditengah-tengah dunia.
Gereja hidup dan harus menghidupkan, Gereja harus memperhatikan segala aspek hidup yang berkembang dengan IPTEK didalamnya. Gereja harus memiliki ekspresi yang bisa di tiru dalam masyarakat. Secara literatur filosifi ekspresi dari kehidupan individual harus juga di perhatikan juga oleh Gereja. Maksudnya Gereja sebagai motifator atau juga Gereja di jadikan sebagai harapan dalam membantu masalah kehidupan individual, kelompok, masyarakat. Gereja harus melihat realita dan juga Gereja harus memberi peluang kepada masyarakat agar bagaimana masyarakat bisa bertumbuh dan berkembang secara benar berdasarkan realita yang ada. Secara familiar (terkenal) dan tidak terkenal kontrofersi dalam diri Gereja janganlah di jadikan sebagai sebuah pertukaran perubahan dunia dan juga janganlah di klaim bahwa Gereja harus menerobosi dunia apa bila Gereja itu tidak bisa hidup dan berkembang dalam masyarakat. Dengan demikian Gereja harus eksis dalam dunia ini. Mesti di perhatikan bahwa tradisi melekat dalam kehidupan masyarakat agar bisa memahami kebutuhan tradisi atau budaya yang tidak menyalahi ajaran Gereja dan asli ada dalam ajaran-ajaran Gereja. Secara ekonomikal, kedamaian dan ajaran kesejahteraan dan juga makna dalam teori-teori ajaran Gereja yang tidak menyalahi hukum Tuhan.
Gereja dalam arti yang sebenarnya, baik sebagai lembaga atau sebagai persukutuan umat Allah di dunia ini mempunyai fungsi pokok yakni : melayani Allah dan melayani Manusia, pelayanan ini biasanya di sebut pelayanan kembar. Kedua pelayanan ini erat berhubungan , keduanya merupakan dua muka dari satu mata uang yang sama. Melayani Allah berarti melakukan kehendak Allah dan melakukan kehendak Allah berarti berada di dunia untuk manusia. Melayani manusia berarti melayani apa yang ia butuhkan berarti melakukan apa yang Allah kehendaki. Hal yang sangat penting untuk Gereja belajar dari kesaksian-kesaksian pada masa kini, bahwa pelayanan pembangunan jemaat adalah pelayanan yang hakiki. Ia sama hakikinya dengan pelayan-pelayan jemaat yang lain, seperti pemberitaan Firman, pelayanan Sakramen, dll. Pelayanan pembangunan jemaat adalah tugas seluruh jemaat, khususnya tugas para pejabat Gerejawi. Pelayanan pembangunan jemaat juga mencakup semua anggota jemaat, baik yang tua, maupun yang muda, baik yang pria, maupun yang wanita, dll. Cara-cara dan bentuk pelayanan itu berbeda-beda, demikian pula bahan-bahannya dan tidak orang yang dilupakan atau dilampauinya. Maksud dari pelayanan jemaat-jemaat relokasi seperti ini sama halnya dalam kesaksian-kesaksian Alkitabiah, supaya anggota-anggota jemaat menjadi orang-orang yang dewasa, sehingga mereka dapat menunaikan tugas yang di percayakan kepada mereka dengan baik.



3. Menerapkan Pemahaman Gereja Yang Benar Dalam Situasi Yang Khusus
Konsep Gereja yang benar sangat berpengaruh dari waktu ke waktu dalam hidup manusia. Gereja harus mewujudkan wajahnya dari sejarah Gereja menembusi dunia melenium ini, dimana Gereja secara partikular memberikan sesuatu yang praksis yang bersifat konseptual. Secara fundamental maka perspektif Gereja haruslah esensial dan berasal dari unsur permanen yang original dari Gereja itu sendiri. Peran Gereja harus dimengerti oleh umat. Mana mungkin identitas Gereja itu bisa melekat dan hidup manusia atau masyrakat Gereja, apa bila eksistensi Gereja tersebut tidaklah mencerminkan Kristus yang tersalib, Gereja janganlah bersifat pasif tetapi aktif atau statis. Jika secara original (asli) nilai yang di berikan dari sejarah kehidupan Gereja secara terus menerus mewarnai kehidupan masyarakat dengan suatu hal yang baik atau benar. Maka Gereja menjadi Faktor kebutuhan dalam kehidupan masyarakat Gereja setiap waktu. Dalam Perjanjian Baru dogma Gereja bersifat praksis, Gereja harus bersifat secara realita, refleksi yang datang bahwa harapan Gereja yang pertama adalah Gereja harus melihat secara reel atau nyata kehidupan masyarakat, janganlah Gereja memposisikan diri sebagai penguasa, Gereja tidak boleh bersifat hirarki di mana Gereja berkuasa untuk mengatur hidup manusia. Tetapi Gereja membuka peluang dan memberi kelonggaran untuk masyarakat dapat menentukan hidupnya sendiri dan Gereja menjadi pendorong bagi umat dan Gereja juga memiliki kekuatan legal bagi kehidupan komunitasnya, Gereja menjadi kunci yang independent dalam aspek hidup umat. Di sini pemimpin Gereja harus bersikap realistik ketika pemimpin Gereja bisa memberikan kehidupan yang bermakna maka Eklesiologi akan nyata dalam kehidupan masyarakat Gereja.
Gereja tidak hanya menjadi sejarah tetapi melakukannya bersama-sama dengan dunia dan manusia. Sejarah Gereja pada hakekatnya adalah sejarah bersama kemanusiaan. Itu terlihat dari pekerjaan pelayanan Gereja itu sendiri yang bersumber dari ajran dan tradisi. Gereja harus memberikan makna pada hidup manusia, Gereja harus memperhatikan realitas hidup di mana Teologi Gereja janganlah menyudutkan masyarakat tetapi menghidupkan masyarakat. Proses ini mesti menjadi sebuah spiral dari waktu ke waktu, Gereja secara original harus memiliki posisi yang baik, Gereja juga harus memiliki fariasi dalam memberikan sebuah tema hidup. Dengan demikian Gereja mesti memiliki kepekaan terhadap kealamian kehidupan masyarakat. Gereja harus eksis dalam dunia. Faktor ini secara spesifik mendapat tempat dan nilai sejarah, Gereja mesti dipahami lewat bahasa ataupun juga perkataan. Gereja tidak harus mati tetapi hidup untuk mewarnai kehidupan. Kehidupan yang transisi secara tradisional dam budaya membaharui dengan perkembangan modernisasi, Eklesiologi harus memperlihatkan ekspresi Gereja dalam berbagai situasi, Gereja hidup memiliki program dalam kehidupan masyarakat.
Eksistensi Gereja mesti di mengerti sebagai sesuatu yang bersifat Kristus. Pesan Kristus Tuhan selalu berada dari waktu ke waktu, dengan demikian Gereja mesti menjadi mediasi antara umat dengan Tuhan. Umat dapat percaya ketika pengertian di berikan oleh Gereja bisa menembusi kehidupan umat. Secara normatif Gereja dan pesan yang di tulis dalam Perjanjian Baru, Perjanjian Lama di mana komunitas Gereja secara kompleks mencirikan aktifitas kehidupan Tuhan Allah dalam Yesus Kristus.


BAB IV
REFLEKSI TEOLOGI

Penelitian lapangan dan berdasarkan hasil analisis data tentang pemahaman warga jemaat GPM Pulau-pulau Banda tentang persukutuan atau Gereja. Pemahaman warga jemaat semakin lama semakin hilang, makin lemahnya nilai-nilai persukutuan. Padahal kalau dilihat dari nilai-nilai dasariah, maka persukutuan merupakan suatu persukutuan kumpulan orang-orang percaya, yang percaya kepada Yesus Kristus sebagai kepala Gereja. Persukutuan itu dituntun oleh kuasa Roh Kudus sehingga warga jemaat menjadi nyata dalam tugas dan panngilan pelayanan. Persukutuan yang saling berbagi, mengasihi antara satu dengan yang lain. Penelitian memperlihatkan pula dampak konflik sosial yang bernuansa SARA di Maluku maupun di luar Maluku menjadi sumber kelongaran nilai-nilai persukutuan. Sehingga, warga jemaat berada dalam prinsip individualistis.
Persukutuan merupakan suatu gambaran Allah di tengah-tengah dunia, di mana persukutuan itu menjadi dasar dan yang harus menjadi warisan mutlak bagi semua orang percaya, walau tanpa di sadari makna dan nilai dari persukutuan itu telah hilang. Persukutuan itu sendiri adalah meliputi semua orang tanpa membeda-bedakan suku, budaya, adat-istiadat, bahasa, persukutuan yang saling mengasihi sebagai kemajuan hidup dan sebagai suatu ekspresi terhadap panggilan Allah.
Penyebab dari hilangnya makna persukutuan dalam tubuh warga jemaat selain dari pengalaman konflik tetapi juga minimnya pemahaman warga jemaat, tentang pentingnya persukutuan dalam kehidupan yang bersukutu dari waktu ke waktu dan di segala tempat di mana warga jemaat berada. Persukutuan merupakan karunia hidup dalam menciptakan kembali persukutuan atau Gereja setiap saat dalam segala kondisi. Perjalanan Gereja dalam menjawab panggilan pelayanan terhadap kenyataan yang di temui dalam jemaat-jemaat GPM yang di relokasi, hingga saat ini jemaat-jemaat tersebut belum terlayani secara baik, bahkan sistem pelayanan Gereja yang diterapkan tak mampu merubah keadaan jemaat secara baik. Hal ini memperlihatkan keutuhan dari Gereja yang belum memaksimalkan fungsi dan pelayanan secara optimal di tengah-tengah dunia sebagai amanat yang agung. Dalam menyikapi fungsi dan pelayanan Gereja, maka secara tidak langsung Gereja belum memaknai panggilan sebagai pelayanan yang hakiki. Hal ini sungguh sangat nyata tentang realita yang terdapat dalam jemaat-jemaat yang di relokasi khusus jemaat-jemaat GPM Pulau Banda. Gereja atau umat hanya memaknai panggilan sebagai persukutuan umat yang memuji Tuhan. Namun tak memaknai persukutuan itu sendiri sebagai Gereja yang nyata dan konkrit serta mampu merespons panggilan Allah dalam setiap keadaan yang di temui. Sebagai Gereja haruslah menjalankan semua tugas dan pelayanan secara sempurna dan menjaga kekuasaan dari Gereja itu sendiri, tanpa harus mengesampingkan Dogma yang sebenarnya terhadap umat. Gereja mampu menjawab tugas dan panggilannya secara sempurna hanya dengan Gereja benar-benar eksis dalam menjawab apa yang menjadi tugas dan pelayanannya.
Gereja bukan saja di beri mandat sebagai wakil Allah dalam memberitakan injil dan sakramen, tetapi lebih dari pada itu Gereja bertanggung jawab sepenuhnya atas penataan kehidupan umat. Hal ini menjadi pelayanan yang hakiki dari Gereja agar umat dapat menjadi persekututan yang benar-benar memaknai hidup di setiap keadaan dan pergumulan. Gereja yang utuh dan sejati adalah ketika umat hidup sabagai persukutuan yang saling mendukung, menopang, memberdayakan satu dengan yang lain, dan bukan sebagai umat atau Gereja yang mencirikan hirarki, keegoisaan dari tiap-tiap individu maupun secara universal. Hal inilah yang mesti di tekankan oleh Gereja sebagai perpanjangan tangan dari Allah dalam rangka mengahidupkan umat sekaligus merespon apa yang di kehendaki Allah bagi Gereja di tengah-tengah dunia. Allah dalam Yesus Kristus dan oleh tuntunan Roh Kudus yang telah menuntun Gereja hingga saat ini adalah bukti kasih setia Allah yang menginginkan Gereja harus tetap berkarya, membantu, menolong, mengasihi tanpa harus membeda-bedakan satu dengan yang lain, agar Gereja tetap menjadi mitra Allah.
Sebagai Gereja yang melembaga di Maluku haruslah melihat dan menggumuli masalah tersebut sebagai sebuah peluang dalam merespons panggilan Allah melalui Yesus Kristus sebagai kepala Gereja, Gereja terpanggil untuk terus menerus menghadirkan karya penyelamatan Allah. Sebagai Gereja bukanlah bagaimana menunggu dan menyerah dengan setiap permasalahan-permasalahan jemaat, tetapi menjadi Gereja yang selalu siap berkarya serta mampu memecahkan setiap persoalan yang terjadi baik secara internal maupun secara eksternal, agar jemaat-jemaat yang ter-relokasi dapat di tata-layani dengan baik, kebutuhan-kebutuhan hidup jemaat dapat terpenuhi secara menyeluruh bahkan umat dapat hidup serta membangun hidup yang mandiri dan menjadi umat atau Gereja yang berkualitas ditengah-tengan dunia. Gereja tak dapat menjawab persoalan, ketika Gereja tak memberikan ruang atau peluang bagi umat mengekspresikan hidup sesuai dengan dogma Gereja yang ideal. Gereja juga harus dapat memberi dukungan, bantuan, perbaikan, pemeliharaan bahkan terus menerus mengadakan pembaharuan secara berkesinambungan agar Gereja mampu mengungkapkan bahwa Kristus adalah harapan dari Gereja itu sendiri. Gereja yang berasal dari Tuhan harus mengerjakan apa yang di inginkan Tuhan, Tuhan memanggil umat-nya yang percaya agar umat dapat hidup dengan benar. Gereja bukan hanya sebagai lembaga institusi dalam dunia ini tetapi Gereja merupakan pusat dari pekerjaan Kristus sehingga Gereja mesti mampu memberlakukan kehidupan yang toleransi dalam berbagai bidang kehidupan. Gereja harus mencirikan Kristus yang benar dan tetap hidup dari waktu ke waktu. Dalam perjalanan Gereja yang bersikap terbuka untuk pelayanan maka hal pokok yang menjadi dasar Gereja adalah Gereja sendiri menjadi bagian yang tak dapat di pisahkan dari umat serta pergumulan-pergumulan umat menjadi tujuan utama dalam melakukan pelayanannya ditengah-tengah dunia.
Sebagai Gereja yang mempunyai pengalaman sejarah maka gereja tetap belajar dan memaknai panggilan dalam sejarah tersebut, dan kemudian Gereja memberikan pelayanan kepada umat sesuai dengan kebutuhan atau sesuai dengan pergumulan yang sedang di hadapi oleh umat. Disitulah Gereja nampak dan tidak abstrak, bahkan Gereja menjadi tempat atau taman percobaan Allah dalam melaksanakan seluruh tugas dan panggilannya. Umat yang adalah Gereja itu sendiri pun terpanggil sebagai orang-orang percaya yang dapat memberlakukan aksi dari pesan Tuhan, dalam kehidupan ber-Gereja. Dengan demikian Gereja tetap ada dan hidup sebagai Gereja yang bersekutu dan juga Gereja yang berbagi dalam pelayananya terhadap umat. Gereja menjadi Gereja yang sejati ketika Gereja setiap saat memenuhi dan memaknai panggilan dan pengutusannya untuk mengabarkan Injil ditengah-tengah dunia, perjalanan Gereja bukanlah berakhir saat Gereja mampu menjawab setiap persoalan yang muncul tetapi Gereja masih tetap berjalan sebagai Gereja yang musafir sepanjang Gereja itu ada dan tetap hidup serta menjadi bagian dari semua orang-orang percaya.
Untuk menjadikan persukutuan yang memaknai panggilan yang utuh dalam Yesus Kristus dengan tujuan saling berbagi dengan karunia-karunia mengasihi, menopang, mendoakan, maka yang di butuhkan suatu kepimpinan dalam persukutuan yang benar-benar mampu menjawab setiap persoalan yang terjadi, karena itu perlu di pakai. Dalam kepimpinan tidak selamanya bersangkut paut dengan tokoh-tokoh tertentu, tetapi berkaitan dengan masalah bagaimana mengarahkan dan membina, membuat pilihan dan mengambil keputusan bersama untuk mencapai tujuan bersama. Kepimpinan yakni satu proses yang berlangsung dalam satu kelompok atau suatu transaksi sosial. Kepimpinan berhubungan dengan seluruh kegiatan suatu kelompok atau persukutuan untuk menghimpun para anggotanya menggalang kekuatan untuk mencapai tujuan bersama. Justru kepimpinan adalah milik anggota suatu persukutuan, sebab kepimpinan tiap anggota tumbuh dari proses dalam persukutuan tersebut, melalui waktu, hasil interaksi relasi dan pengalaman dalam kehidupan bersama. Dalam proses pembinaan bagi warga jemaat yang khusus, dalam penataanya memerlukan kepimpinan yang efektif untuk mencapai tujuan dan memaknai panggilan sebagai persukutuan. Setiap anggota atau warga jemaat tanpa sadar telah memiliki pemahaman persukutuan yang dapat membangun, membantu, mengasihi, mendoakan. Unsusr-unsur ini yang perlu dimiliki kuat dalam setiap warga jemaat sebagai persukutuan. Setiap warga jemaat harus dibina secara berkesinambungan untuk tetap membantu sesamanya. Sebab kepimpinan berfungsi untuk mengarahkan dan memberi motivasi kepada para anggota agar bisa bergerak bersama untuk mencapai visi yang di cita-citakan, karena itu satu prinsip dasar kepimpinan untuk melibatkan semua orang (semua anggota) dalam segala hal. Dengan melibatkan semua orang maka terjalin relasi dalam persukutuan, dan semua anggota merasa dilibatkan sehingga kepimpinan tersebut dapat mengembangkan setiap anggota sesuai dengan potensi dirinya, panggilan dan putusannya buah dari kepimpinan seperi demikian, menciptakan hubungan antar anggota persukutuan saling menerima, mengakui, dan bersedia saling berbagi, saling melengkapi dan memperkaya sehingga semuanya dapat berkembang.
Kitab Kisah Para rasul 2 : 42-47, hendaknya menyampaikan dengan baik tentang bagaimana seharusnya persukutuan muri-murid hidup. Persukutuan kristiani yang ideal dan disatukan oleh iman akan Yesus Kristus berkat Roh Kudus yang di lakukan ialah bertekun dalam pengajaran Para Rasul, giat dalam persukutuan, bersemangat dalam pelayanan satu sama lain dan sesama, serta berdoa. Persukutuan kristiani harus berkembang dalam interaksi dan relasi yang sehati sejiwa. Artinya tidak sekedar hidup bersama tapi soal bagaimana antar anggota saling mengashi. Kebersamaan orang percaya bahkan menjadi kebersamaan yang mendalam, kuat dan mahal. Umat percaya mengalami pergumulan demi pergumulan hidup sesuai dengan situasi dan kondisi yang tidak mudah dan mereka berhasil menyatakan bahwa kebersamaan hidup itu dapat dijalani. Penggunaan kata Kononia (ayat 42) dan Koinos (ayat 44) untuk menyatakan kebersamaan umat percaya adalah apa yang dimiliki umat percaya secara bersama-sama. Kata Kononia menyatakan kesediaan seseorang untuk saling berbagi dalam anggota keluarag Allah. Hidup kebersamaan antar umat percaya adalah kehidupan yang mereka saling berbagi secara langsung dan sesuai dengan kebutuhan masing-masing. Kebersamaan dalam hidup sebagai umat Allah dapat terjadi karena Yesus Kristus telah mati di kayu salib menebus manusia dari dosa dan mempersatukan mereka dalam kehidupan bersama-sama dengan umat tebusan lainnya.
Dengan demikian warga jemaat dalam praktek hidup tidak hanya terikat pada hubungan orang-orang tertentu tetapi lebih jauh melihat orang lain. Perbuatan kasih nyata dalam persukutuan itu tidak hanya berkumpul beribadah dan berbicara tentang permasalahan yang terjadi, tetapi juga ada kenyataan yang diterima bahwa warga jemaat di berikan tanggung jawab untuk membantu sesama. Dengan berbagai pengertian tersebut maka warga jemaat dalam pelaksanaan setiap hari sudah harus berbenah diri melihat keadaan persukutuan kasih yang nyata dalam Kristus. Persukutuan merupakan kasih Allah dalam membangun dan menghimpun warga jemaat sebagai umat kepunyaan Allah. Sehingga perkembangan persukutuan menjadi alat dalam menjalankan panggilan dan pelayanan.
Dari kenyataan yang terlihat belum adanya perhatian yang cukup terhadap nilai-nilai persukutuan, sehingga membuat warga jemaat belum memahami benar tentang persukutuan. Perlu adanya peran Gereja dalam membimbing dan mengarahkan warga jemaat agar dapat memahami sampai sejauh mana makna dan nilai dari persukutuan, turut berperan dalam membantu mengatasi permaslahan yang terjadi. Keikut sertaan Gereja dalam usaha menjalankan panggilan untuk kepentingan warga jemaat dan Gereja perlu adanya arahan-arahan yang menyentuh dan kembali mengangkat hasrat serta kemauan warga jemaat dalam melibatkan diri sebagai persukutuan dalam berbagai aspek. Allah dalam Alkitab menyuarakan seruan kepedulian terhadap sesama, sebab dalam kebersamaan warga jemaat atau Gereja saling menopang akan terciptanya persukutuan hidup yang berlandaskan kasih Allah telah mengikat manusia dalam dengan-Nya melalui Kristus.
Dengan demikian manusia harus mewujudkan persukutuan itu dengan sesama dalam hidup setiap hari. Persukutuan yang bukan hanya bersaksi tetapi juga saling melayani dalam berbagai relitas hidup. Dalam menerapkan persukutuan yang ideal atau seperti yang di gambarkan di atas, maka tipe hidup warga jemaat yang tidak hidup dalam persukutuan serta memikirkan diri senidiri, dalam persukutuan tidak akan nampak dalam warga jemaat-jemaat GPM Pulau Banda. Sadar atau tidak sadar warga jemaat GPM berada dalam konteks kemajemukan baik dari latar belakang kehidupan, suku, budaya, bahasa. Kemajemukan itu mempunyai nilai-nilai atas gagasan yang sama. Nilai atau gagasan itu aalah solidaritas, kebersamaan, pesaudaraan, saling menghormati, menolong, mengharagai, dll sebagai persukutuan yang Allah bentuk dan pakai.

BAB V
PENUTUP

Kesimpulan
Setelah merangkai uraian pada Bab I-IV maka mengakhiri tulisan ini, penulis meyampaikan beberapa kesimpulan dan saran, sebagi beriukut :
1. Gereja adalah persukutuan orang-orang yang percaya kepada Yesus Kristus sebagai kepala Gereja, di mana persukutuan itu terdiri dari berbagai latar belakang hidup, suku, adat-istiadat, budaya dan bahasa yang dituntun oleh peranan Roh Kudus, sehingga Gereja menjadi nyata dan Gereja berada disegala tempat, di segala zaman dan berubah-ubah sesuai dengan perkembangan wraga jemaat, serta terus berjalan sebagai Gereja musafir yang mempunyai tugas dan panggilannya di tengah-tengah dunia. Gereja adalah persukutuan yang utuh dan dalam persekutuan itu umat saling menopang, mendukung, mendoakan, mengasihi satu dengan yang lain.
2. Dalam menatalayani umat Gereja harus melihat pada institusi dan fungsi dari pada Gereja itu sendiri. Secara fungsional Gereja mangatur serta memberikan pembinaan yang maksimal bagi warga jemaat baik secara individu maupun secara universal sesuai dengan konteks hidup warga jemaat. Proses pembinaan di butuhkan oleh karena warga jemaat mempunyai traumatik yang harus disembuhkan. Warga jemaat membutuhkan penyembuhan agar dapat menatalayani hidup sebagai persukutuan. Gereja dapat mengorganisir Gereja demi mewujudkan kesatuan umat, di samping itu Gereja menjalankan fungsinya bukan saja Reiligius tetapai juga Gereja melakukan pelayanan yang bersifat sosial (ekonomi, pemberdayaan, lingkungan hidup, dll).
3. Melihat warga jemaat yang terelokasi dan belum dilayani secara baik maka dalam memaksimalkan fungsi dan sistem pelayanan Gereja, seyogianya menghindari konsep kepejabatan Gereja, yang birokratis, tetapi lebih mengimplementasikan fungsi kepejabatan yang mampu melayani dan mengorganisir sistem pelayanan kepada Warga jemaat yang direlokasi, sehingga warga jemaat hidup dan teratur sebagai persukutuan yang bersaksi dan melayani.
4. Dalam kaitan itu optimalisasi orientasi pelayananya yang bersifat sosial, merupakan suatu keharusan, keniscayaan. Hal ini memungkinkan GPM untuk tanggap dalam berbagai situasi yang cenderung berubah dan berkembang di tengah warga jemaat. Komitmen dasar yaitu melayani harus dipertegas bukan saja dalam diskusi dan mencari solusi tetapi membutuhkan tindakan nyata dari setiap solusi yang lahir dari pemikiran demi pengembangan GPM ke depan.

Saran
Berdasarkan kesimpulan di atas, adapun beberapa saran yang penulis sampaikan agar dapat membantu membangun pelayanan GPM ke depan :
1. Gereja dalam hal ini, perangkat pelayan Sinode maupun Klasis yang di percayakan oleh Allah untuk melayani harus lebih memfokuskan pelayanan yang kontekstual bagi jemaat-jemaat yang di relokasi. Maksudnya, pendampingan guna mengatasi dan memudahkan warga jemaat menjadi lebih tentram bahkan memenuhi kebutuhan dasar mereka. Hal ini dikarenakan jemaat-jemaat tersebut memerlukan penyesuaian di tempat mereka yang baru.
2. BPH Sinode bahkan BPH pelayanan Klasis dan majelis jemaat, mengubah tata cara pelayanan yang di terapkan pada jemaat yang umum, serta seyogianya ada musyawarah mencari cara dan bentuk pelayanan yang bersifat khusus bagi jemaat-jemaat sesuai dengan kondisi mereka yang baru.
3. BPH Sinode GPM bahkan badan pelayanan Klasis GPM Ambon, harus menjadi motifator dalam memberdayakan umat, agar umat tetap dapat bertahan hidup di tempat relokasi.
4. Adalah tepat apa bila jemaat-jemaat GPM asal Klasis Pulau-pulau Banda tersebut, yang kini di relokasi, menjadi jemaat khusus serta mendapat pelayanan yang khusus pula. Tergantung perkembangan di kemudian hari, apakah mereka di sejajarkan dengan sebuah Klasis atau tetap sebagai jemaat khusus, dengan tata pelayanan, serta aturan-aturan dan perlakuan khusus pula.

Herman Pemimpin dan Dipimpin


MEMIMPIN DAN DIPIMPIN
SEBAGAI ASPEK PENGINJILAN
(Carl Herman Saptenno)
Ketua Angkatan 2003 Filsafat UKIM

ORGANISASI dalam Lembaga, kemasyarakatan, gereja, dan bahkan dalam pemerintahan atau lembaga apapun bentuknya dalam sebuah institusi sangat membutuhkan faktor kepemimpinan. Sebenarnya Memimpin dan dipimpin telah menjadi 2 aspek yang tak terpisahkan dan selalu menjadi sub ordinat dari kepemimpinan tersebut. sebab jika tidak, dalam Memimpin tanpa ada yang dipimpin jelas menjadi omong kosong dan hanya berupa mimpi yang tak nyata. Sebaliknya anggota yang dipimpin tetapi tidak ada yang memimpin maka hanya akan menimbulkan anarki atau berjalan tanpa arah. Dari ulasan singkat ini maka Timbul pertanyaan bagi kita Apakah kepemimpinan itu bakat yang dibawa sejak lahir (Anugerah, talenta, bakat) atau memimpin diciptakan melalui proses pembelajaran? Hal ini terus akan menjadi Perdebatan bahwa seorang pemimpin harus diciptakan melalui proses pembelajaran dan pelatihan.
Sebenarnya tidaklah mudah menjadi seorang pemimpin. Perlu banyak sekali pengorbanan yang dilakukan. Harus sabar menghadapi berbagai halangan melintang. Tenang dalam menyelesaikan masalah-masalah. Bijak dalam berkata-kata.mampu membagi tugas-tugas kepada yang dipimpin, serta dicintai oleh yang dipimpinnya. Bagi Orang yang tidak pernah atau jarang untuk maju sebagai pemimpin, akan terasa sulit dan sangat butuh banyak belajar tentang kepemimpinan. Belajar dari pemimpin-pemimpin sukses yang memiliki wibawa dan integritas. Sama halnya dengan menjadi seorang yang dipimpin. Ketaatan kepada pemimpin menjadi nomor 1. Bagaimana ikut mendukung yang direncanakan oleh pemimpin, bagaimana ikut mensukseskan hal-hal yang baik. Kesulitannya adalah ketika satu hal tidak sesuai dengan hati, maka yang dipimpin merasa enggan untuk bergerak dan menjadi malas. Bagi orang-orang yang sudah biasa memegang tampuk kepemimpinan, juga akan terasa sulit. Obsesi pemimpin yang terlalu kuat, bisa jadi menampilkan nafsu diri, walaupun memiliki mimpi yang baik, cara yang baik, dan tujuan yang baik. Bagi orang yang terbiasa menjadi orang yang dipimpin akan merasa dirinya biasa-biasa saja, tidak punya peran, mungkin menganggap dirinya tidak penting.
Kita harus banyak belajar tentang kepemimpinan, baik memimpin maupun dipimpin.
Untuk itu makna memimpin memiliki pengertian yaitu seseorang atau sekelompok orang yang membawahi orang per orang atau kelompok orang untuk menjalankan aktivitas perkumpulan atau organisasi guna mencapai tujuan dan maksud dari perkumpulan atau organisasi tersebut. Dalam menjalankan proses memimpin sangat di butuhkan dasar kesepakatan bersama yang bersifat koluktifitas organisasi ataupun aturan mainnya sehingga dapat berjalan secara terukur dan terarah menurut tujuan dimaksud. Sebaliknya demikian pula dengan pengertian dipimpin, yaitu kelompok orang yang dipimpin oleh pemimpin guna terwujudnya tujuan organisasi secara bersama.
Terkait dengan itu teori kepemimpinan dikenal yang namanya moralitas organisasi. Yaitu kepemimpinan yang berorientasikan terhadap kesatuan pikiran, hati dan tujuan bersama dalam mencapai kesepakatan bersama. Apalagi kondisi masyarakat dan bahkan gereja yang tidak begitu statis dalam pembelajaran kepemimpinan yang merata.
Proses Kepemimpinan yang efektif (effective leadership) harus terealisasi pada saat seorang pemimpin dengan momentnya mampu menggugah pengikutnya untuk mencapai kinerja yang memuaskan demi kemajuan organisasi kedepan. Maka dalam kepemimpinan yang efektif, dan bertanggungjawab inilah harus adanya sinergis antara pemimpin dengan yang dipimpin. Terkait dengan itu maka seorang pemimpin harus memiliki jiwa leadership. Dalam artian pemimpin yang memiliki ketrampilan dalam mengolah program dan kebijakan-kebijakan dan mampu melakukan kombinasi dan improvisasi dalam menggunakan moment kepemimpinannya untuk dapat mempengaruhi perilaku anggota dalam berbagai situasi.
Seberat apapun tugas kita sebagai pemimpin, baik terlepas dari oganisasi formal - non formalnya atau skala besar - kecilnya, maka yang perlu kita lakukan adalah menciptakan persiapan sempurna menjelang peluang menjadi pemimpin yang akan datang. Persiapan adalah bagian dari solusi mental sebelum solusi konkrit harus kita lakukan. Bahkan seringkali peluang apapun baru bisa kita dapatkan setelah kita memiliki persiapan mental yang layak untuk menerimanya. Sayangnya bagi sebagian besar warga gereja ini justru mengejar peluang menjadi pemimpin sementara tanpa mempersiapkan mental sebagai pemimpin.
Menyangkut masalah persiapan maka pilihan sepenuhnya berada di bawah kontrol kita yang ingin menjadi pemimpin; apakah kita mempersiapkan diri sebagai pemimpin atau sama sekali tidak mempersiapkannya. Moment tersebut akan menjemput kita dan konsekuensinya tergantung dari pilihan yang kita ciptakan. Karena kepemimpinan yang hidup adalah achievement, bukan gift, maka yang perlu kita persiapkan adalah melakukan perbaikan kepemimpinan dari dalam diri kita.
Terkait dengan itu maka jika kita ingin menjadi pemimpin yang sukses dalam kepemimpinan kita. Maka seharusnya kita awali dengan kesiapan untuk mau dipimpin dalam organisasi.
Sebelum kita memimpin orang lain, maka wujud dari kesiapan untuk dipimpin adalah begaimana memimpin diri kita (Personal Mastery). Wilayah yang harus kita kuasai adalah self understanding (pemahaman diri) dan self management (pengelolaan diri) yang meliputi perangkat nilai hidup, tujuan hidup, misi hidup kita. Kedua kemampuan tersebut akan mengantarkan kita menuju pola kehidupan beradab dan efektif. Dengan kata lain, self understanding dan self management pada saat kita dipimpin akan menciptakan tradisi hidup sehat di mana fokus adalah tujuan akhir, bukan lagi egoisme posisi jangka pendek tetapi realisasi misi. Jika tujuan akhir kita adalah kemajuan, kebahagian dan kesuksesan kita sebagai pemimpin yang bijak dan trampil dalam mengolah sebuah kebijakan demi yang kita pimpin.
Sebutan pemimpin terlepas dari perbedaan definisi, perbedaan status formal dan non-formal, perbedaan strata atau job title-nya. Sebab hal ini mengarah pada satu pemahaman sebagai sumber solusi suatu urusan. Jadi pemimpin adalah orang yang isi pikirannya berupa solusi bukan masalah, Memiliki syarat mutlak yang bersifat fundamental dalam artian Ia memiliki paket keahlian dan paket kekuatan. Paket keahlian merujuk pada kualitas personal yang sifatnya internal mulai dari skill, knowledge, attitude, atau lainnya. sedangkan paket kekuatan merujuk pada power yang bisa berbentuk kekayaan, networking, atau mungkin kekuatan fisik.
Dari uraian diatas maka menjadi seorang pemimpin seharusnya mampu menciptakan keadilan yang merata, keselamatan yang setara, kehidupan yang sejahtera, bagi kebahagiaan orang lain. Maka hal utama yang di inginkan oleh Yesus Kristus dalam hidup kita telah kita lakukan yaitu membritakan kabar baik (penginjilan) dalam kepemimpinan kita selaku pemimpin.


MUNGKIN ANDA ADALAH SALAH SATU YANG SAYA MAKSUD

“SEBUAH PROSES ADALAH AWAL KEPEMIMPINAN”

Kamis, 30 Juli 2009

MERSY SKRIPSI 03

BAB I
PENDAHULUAN


A. Latar belakang
Ibadah merupakan suatu pelayanan orang-orang Kristen sebagai respon terhadap cinta kasih Allah dalam seluruh kehidupan. Dalam pemahaman jemaat yang terbatas, ibadah sering dipahami sebagai suatu pertemuan orang-orang Kristen pada jam dan tempat yang telah ditetapkan. Salah satu contoh dari pemahaman yang demikian terlihat dari berkumpulnya para pemuda dan pemudi pada hari Kamis pukul 19.00 WIT di suatu rumah. Ibadah tersebut dalam kehidupan pelayanan Gereja Protestan Maluku (GPM) disebut dengan Ibadah Angkatan Muda. Ibadah Angkatan Muda tersebut melibatkan berbagai unsur tata ibadah, termasuk di dalamnya musik. Sehubungan dengan kehadiran musik dalam ibadah ada yang berpendapat bahwa musik merupakan bagian yang integral dari ibadah, karena musik digunakan oleh dan di dalam ibadah jemaat untuk memuji dan memuliakan Tuhan. Sebagai bagian dari musik gereja, nyanyian tidak dapat diabaikan karena berfungsi sebagai sarana mempersatukan seluruh umat sebagai satu kesatuan tubuh Kristus.
Kenyataan di GPM memperlihatkan bahwa kecenderungan orang-orang muda untuk bernyanyi ternyata tidak terbatas pada nyanyian-nyanyian di dalam Kidung Jemaat (KJ) atau Pelengkap Kidung Jemaat (PKJ) saja. Dijumpai juga dalam ibadah Angkatan Muda Gereja Protestan Maluku (AM-GPM), Cabang Rehoboth III Ranting Christy Natalia yang dilakukan satu minggu satu kali pada hari Kamis pukul 19.00 WIT, menggunakan nyanyian-nyanyian Praise and Worship pada awal ibadah sebagai puji-pujian awal sebelum ibadah dimulai. Bahkan, sering juga nyanyian-nyanyian ini dinyanyikan di dalam liturgi sampai selesai ibadah. Nyanyian Praise and Worship berasal dari denominasi gereja lain seperti Sidang Jemaat Allah yang belakangan ini banyak beredar di kalangan orang Kristen. Ketertarikan terhadap nyanyian Praise and Worship mengundang simpati pemuda untuk bergabung bersama di dalam ibadah-ibadah, seperti yang dilakukan oleh AM-GPM Cabang Rehoboth III Ranting Christy Natalia.
Realitas yang dijumpai menunjukan bahwa seiring berjalannya waktu, orang bisa berubah kapan saja. Begitu pula dengan nyanyian. Meninggalkan nyanyian-nyanyian yang sudah ada sebelumnya tidaklah mungkin karena nyanyian tersebut telah berakar di dalam gereja dan terpelihara hingga kini. Namun bagaimanapun juga, mengabaikan nyanyian-nyanyian yang baru mesti dipertimbangkan karena nyanyian jemaat akan terus berkembang sesuai perkembangan zaman dan salah satu karakter nyanyian gereja adalah memiliki aspek pembaruan gereja dan menunjang kesadaran oikumene.
Masalah lain lagi muncul sebagai dampak dari nyanyian Praise and Worship adalah ketika orang mulai tertarik dengan nyanyian ini, maka tidak menutup kemungkinan orang tersebut akan malas untuk menyanyikan lagu-lagu yang sudah ada sebelumnya, seperti yang terdapat dalam Kidung Jemaat, Pelengkap Kidung Jemaat, Dua Sahabat Lama (DSL), dan lain-lain sebagainya sehingga berpengaruh juga pada ibadah-ibadah yang dilakukan pada hari minggu atau pada wadah-wadah organisasi gereja lainnya, khususnya di kalangan pemuda. Selain itu, ada juga jemaat yang berdiam diri sementara satu nyanyian jemaat dinyanyikan oleh orang lain. Bahkan faktor kemalasan dan kejenuhan akan membuat jemaat bernyanyi hanya sekedar bernyanyi mengikuti seleranya sendiri tanpa mempedulikan kesatuan jemaat yang bernyanyi.

B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka yang dapat dirumuskan dari masalah ini adalah apa yang menyebabkan nyanyian Praise and Worship (pujian dan penyembahan) lebih diminati oleh para pemuda dalam ibadahnya, dibandingkan dengan nyanyian KJ, PKJ, DSL, Ny Rohani, dan lain-lain, yang selama ini bertumbuh dan berkembang dalam Gereja khususnya GPM?

C. Tujuan Penulisan
Tujuan dari penulisan ini adalah, untuk mengkaji penyebab nyanyian Praise and Worship (pujian dan penyembahan) lebih diminati oleh para pemuda dalam ibadahnya, dibandingkan dengan nyanyian KJ, PKJ, DSL, Ny Rohani, dan lain-lain, yang selama ini bertumbuh dan berkembang dalam Gereja khususnya GPM.

D. Manfaat Penulisan
Penulisan ini bertujuan untuk mengaplikasikan ilmu pengetahuan tentang nyanyian komunitas pemuda di GPM. Selain itu, penulisan ini diharapkan dapat memberikan kontribusi pikir bagi pengembangan musik gereja di GPM.

E. Kerangka Teoritik
1. Apa itu Musik Gereja ?
Dalam ilmu musik, bentuk seni yang disebut musik diartikan sebagai cetusan ekspresi isi hati yang diungkapkan dalam bantuk bunyi yang bernada dan berirama, khususnya dalam bentuk lagu dan nyanyian.
Berdasarkan sumber bunyinya, musik dikelompokkan menjadi musik vokal dan musik instrumental. Musik vokal bersumber pada suara manusia sedangkan musik instrumental bersumber dari alat-alat musik yang digunakan untuk menghasilkan bunyi. Kedua jenis musik ini dikenal juga dalam peribadahan gereja, sehingga musik gereja pun terdiri dari musik vokal dan musik instrumental.
Musik gereja adalah bagian dari musik yang dihasilkan manusia secara umum dan universal. Ada aspek atau dimensi surgawi dalam musik gereja sebagai dimensi teologis atau rohani. Hal itu tidak berarti bahwa musik gereja tidak berasal dari dunia ini. Musik gereja adalah musik dari dunia ini yang dihasilkan oleh orang-orang percaya (Kristen) untuk mengekspresikan iman mereka kepada Tuhan. Dengan demikian, musik gereja adalah musik manusia secara universal yang dihasilkan dan digunakan dengan maksud khusus.
Jadi, yang dimaksudkan dengan musik gereja adalah musik yang digunakan oleh dan di dalam ibadah gereja untuk memuji dan memuliakan Tuhan. Berkenan dengn itu, Karl-Edmund Prier SJ menyatakan bahwa sejak abad pertengahan musik gereja disebut sebagai musical sacra atau musik suci, karena digunakan dalam pemujaan atau penyembahan kepada Allah. Dalam penggunaannya, musik gereja dikelompokkan menjadi musik liturgi dan musik rohani. Disebut musik liturgi karena diciptakan dan digunakan di dalam liturgi ibadah, bahkan merupakan bagian integral di dalam liturgi. Menurut Rasid Rachman, nyanyian seperti ini merupakan liturgi yang dinyanyikan. Sedangkan musik rohani, menurut Karl-Edmund Prier SJ diciptakan dan digunakan secara umum di luar ibadah.
Menurut Frederik William Sclleider, musik adalah sebuah apresiasi terhadap kemahakuasaan Tuhan di dunia dan harus dimaknai dalam hati dan perasaan dari manusia itu sendiri. Musik yang baik harus dibawakan secara indah dan harus memperhatikan emosi dan perasaan terhadap kecintaannya yang diungkapkan dalam sebuah nyanyian yang baik.

2. Apa itu Nyanyian ?
Suatu lagu yang disusun dan diberi syair tidak hanya mengandalkan alat-alat musik sebagai sumber bunyi, tetapi mengandalkan juga suara manusia untuk menyanyikannya. Inilah yang disebut musik vocal, yaitu musik yang dihasilkan melalui suara manusia yang menyanyikannya.
Sehubungan dengan hal itu, maka penting juga memahami apakah sesungguhnya yang dimaksudkan dengan “nyanyian”. Dalam Bahasa Indonesia istilah “nyanyian” dibentuk dari kata dasar “nyanyi” dan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) kata “nyanyi” berarti bunyi (suara) yang berirama dan mengandung arti atau makna tertentu. Dengan demikian, “nyanyian” berarti suatu perpaduan yang harmonis antara lagu dan syair dengan arti tertentu.
Karakter musik sebetulnya dipengaruhi oleh suasana dan tempat yang ditampilkan Oleh karena nyanyian jemaat adalah nyanyian yang ditampilkan di dalam ibadah, maka karakter musiknya ditentukan oleh arti dan tujuan ibadah itu sendiri. Dengan kata lain, nyanyian jemaat didasarkan dan bermakna dari ibadah. Salah satu contohnya adalah Ny.Rohani no.3 Saduran I.S.Kijne.

Dalam nyanyian tersebut, ada kombinasi yang harmonis antara lagu dan syair. Isi syairnya mengandung makna ajakan kepada seluruh umat untuk menghormati dan menyembah Allah Tritunggal yang Esa. Lagunya merupakan kombinasi yang harmonis antara rangkaian nada yang dilambangkan dengan angka 1-7 dan irama yang tetap ditandai dengan garis birama.
Beberapa karakter nyanyian jemaat, antara lain :
• Nyanyian jemaat memiliki dasar teologi yang benar (apa pesannya ?)
• Nyanyian Jemaat memiliki motivasi spiritual. Apa hubungannya dengan kehidupan rohani ?
• Nyanyian jemaat memiliki bahasa yang baik dan benar, tetapi juga mudah dipahami.
• Nyanyian Jemaat memiliki musik yang tidak berbelit-berbelit dan tidak sulit, sehingga mudah dinyanyikan oleh jemaat. Hal ini tidak berarti bahwa nyanyian jemaat harus gampang, sebab terkadang banyak nyanyian yang dinyanyikan oleh solois di kaset-kaset atau VCD diambil dan dinyanyikan oleh jemaat. Hal ini sangat sulit dinyanyikan jemaat sebab karakter dan bentuk musiknya memang untuk solois dan bukan untuk jemaat.
• Nyanyian jemaat memiliki aspek pembaharuan gereja, yang juga mengatasi partikularisme dan menunjang kesadaran oikumenis.
• Nyanyian jemaat memiliki aspek stimulasi komunitas. Nyanyian jemaat perlu membangun dan membina persekutuan tubuh Kristus yang mempunyai panggilan agung dalam mencerminkan tujuan kerajaan Allah.
• Nyanyian jemaat memiliki relevansi sosial, kritis terhadap unsur-unsur dekruktif di dalam gereja sendiri.
• Nyanyian jemaat harus memiliki aspek pastoral.

Sebagai bagian dari musik di dalam peribadahan Kristen, nyanyian jemaat merupakan suatu jenis musik tersendiri yang tidak sama dengan musik lainnya. Dalam ilmu musik, nyanyian jemaat digolongkan pada “community-singing” (nyanyian bersama/ Nyanyian persekutuan). Nyanyian jemaat mempersatukan semua anggota, besar-kecil sebagai tubuh kristus. Oleh karena itu, sangat perlu mengutamakan nyanyian di atas segala jenis musik gereja lainnya. Nilainya tidak berbeda, yang berbeda hanya golongan dan fungsinya, maka fungsi nyanyian jemaat perlu diperhatikan sebagai unsur musik gereja yang utama.
Selain itu, Gangel dalam bukunya Membina Pemimpin Pendidikan Kristen menjelaskan manfaat Nyanyian jemaat antara lain :
1. Menyelaraskan hati dengan Allah.
2. Memungkinkan partisipasi semua peserta kebaktian
3. Memberikan kesempatan untuk menaikan pujian dan kesaksian
4. Menyatukan pikiran dan memperkokoh pandangan.
5. Memberikan kesaksian kepada orang yang mendengar.
6. Mengandung pesan bagi orang yang menyanyikannya.

Nyanyian Pujian merupakan salah satu dari antara tiga sakaguru dalam peribadahan Kristen, selain doa dan kesaksian. Itu berarti nyanyian pujian sama pentingnya dengan kesaksian dan doa, dan tidak ada satu yang lebih penting dari yang lain. Selain itu, ketiganya saling terkait erat satu dengan yang lainnya. Misalnya, kesaksian Kristen tidak selalu diucapkan tetapi terkadang dalam bentuk doa maupun nyanyian.
Demikian juga, dikenal ada doa yang dilafalkan (diucapkan) dan ada pula doa yang dinyanyikan. Begitu pula nyanyian, ada nyanyian yang mengandung doa (nyanyian doa), mengandung puji-pujian (nyanyian pujian) dan mengandung kesaksian (nyanyian kesaksian). Penggunaan ketiga bentuk tersebut, tergantung pada kebebasan orang dalam mengekspresikan imannya kepada Tuhan. Oleh karena itu, gereja harus mengusahakan pembinaan jemaatnya dalam bidang musik gereja. Memang bukan dimaksudkan agar seluruh anggota jemaat atau seluruh pendeta menjadi penyanyi-penyanyi yang handal melainkan supaya jemaat maupun para pendeta dapat bernyanyi dengan baik. Tuhan memang melihat kesungguhan hati manusia yang mengekspresikan imannya dalam bentuk nyanyian, sama seperti dia juga melihat hati orang yang berdoa kepada-Nya atau yang menyaksikan nama-Nya melalui khotbah dan perbuatan baik. Justru karena kesungguhan hati menjadi kuncinya, maka ekspresi yang jujur akan memperlihatkan bobot keindahan. Dalam hubungan tersebut maka tugas gereja sebagai lembaga adalah membantu warganya untuk dapat mengekspresikan imannya melalui puji-pujian yang merdu kepada Tuhan.

3. Peranan Nyanyian Jemaat di Dalam Tri-Panggilan Gereja
Dalam istilah hymnologi, nyanyian gereja sebagai nyanyian persekutuan adalah nyanyian orang banyak (community singing). Sebagai nyanyian orang banyak, nyanyian gereja harus tunduk pada kaidah-kaidah musical yang menjadi syarat dasarnya. Hal ini dimaksudkan agar nyanyian itu dapat diterima oleh orang banyak dan dapat dinyanyikan bersama-sama dengan mudah.
Untuk mewujudkan fungsi koinonia, diperlukan adanya himpunan nyanyian-nyanyian Gereja yang bersifat ekumenis, yang diterima bersama oleh seluruh komunitas Kristen. Oleh karena itu diperlukan persetujuan bersama dan penerimaan bersama atas nyanyian-nyanyian yang dapat dipergunakan untuk menggalang semangat ekumenis di dalam Gereja-gereja sedunia atau sewilayah. Pada tahun 1975, Yayasan Musik Gereja (YAMUGER) mulai berusaha menyusun suatu himpunan nyanyian Gereja yang lebih ekumenis dan kontekstual. Usaha tersebut membuahkan kitab nyanyian Kidung Jemaat yang diterbitkan pada tahun 1984 dan diterima dalam Sidang Raya X PGI di Ambon pada tahun yang sama. Menjelang berakhirnya millenium kedua tahun 1999, Yamuger menerbitkan kitab Pelengkap Kidung Jemaat dengan 307 nyanyian di dalamnya. Di samping itu, Gereja Kristen Indonesia (GKI) menerbitkan buku nyanyian mereka sendiri dengan judul Nyanyikanlah Kidung Baru. Gereja Protestan Indonesia Bagian Barat (GPIB) pun telah menerbitkan buku nyanyian Gita Bakti. Semua perkembangan ini memperlihatkan bahwa kebutuhan akan nyanyian ibadah Gereja yang kontekstual dan relevan terus menjadi pergumulan Gereja. Di samping itu, keinginan untuk memperoleh nyanyian-nyanyian yang bersifat ekumenis terus diupayakan sebab nyanyian Gereja adalah sarana penting untuk menanamkan semangat ekumenis di antara Gereja-gereja di seluruh dunia.
Istilah Marturia adalah istilah yang menyangkut segala usaha dan kegiatan Gereja secara persekutuan maupun orang-orang Kristen secara perorangan untuk menjelaskan tentang Allah dan anugerahNya, serta mengajak orang lain untuk percaya kepada Tuhan. Dalam praktiknya, Gereja membedakan dua macam kesaksian, yakni kesaksian ke dalam (Pekabaran Injil ke dalam) kepada orang-orang percaya agar semakin teguh kepercayaannya dan kesaksian ke luar (pekabaran Injil ke luar) kepada orang-orang yang belum percaya kepada Tuhan.
Kesaksian ke dalam atau Pekabaran Injil ke dalam adalah serangkaian usaha kesaksian yang dilakukan dengan terencana dan yang bertujuan untuk semakin menumbuhkan, memperkuat dan memberdayakan iman warga gereja supaya mereka dapat melaksanakan panggilannya sebagai seorang Kristen dengan baik dan bertanggung jawab. Peranan nyanyian Gereja dalam kegiatan-kegiatan Pekabaran Injil ke luar mempunyai nilai yang sangat penting. Dengan menggunakan pendekatan menyeluruh dalam aktivitas penginjilan, para penginjil melakukan perubahan paradigma Pekabaran Injil dari sekedar usaha-usaha untuk menobatkan orang atau memenangkan jiwa atau mengkristenkan orang yang belum Kristen, ke usaha-usaha yang lebih menyeluruh yakni tindakan-tindakan mewujudkan Syalom Allah secara utuh dalam kehidupan masyarakat sebagai sasaran.
Dengan kata lain, Pekabaran Injil bukan saja mewartakan (secara verbal) Yesus Sang Juruselamat, melainkan juga meningkatkan kesejahteraan lahiriah manusia sebagai wujud keselamatan dari Sang Juruselamat. Nyanyian-nyanyian yang bertemakan kesaksian dan Pekabaran Injil bertujuan ke dalam untuk mengajak dan mendorong warga gereja dalam memberitakan Injil dan ke luar mengajak orang lain untuk menerima Yesus Kristus dan keselamatan yang ditawarkannya.
Diakonia adalah kesaksian Gereja yang menyangkut bidang kehidupan manusia secara konkret dan merupakan implementasi Syalom dari Allah dalam seluruh kehidupan sosial secara luas. Ini berarti usaha-usaha Gereja di bidang perbaikan kehidupan manusia, pendidikan, kesehatan, gizi, keadilan dan hukum, perdamaian, kesetaraan gender dan sebagainya termasuk dalam tugas diakonia.
Dalam tugas yang luas itu, nyanyian Gereja berfungsi untuk menumbuhkan, memupuk dan mengembangkan kesadaran berdiakonia di kalangan warga Gereja sehingga mereka ikut mengambil bagian secara aktif dalam tugas Gereja ini. Hal ini penting sebab pada umumnya kesadaran berdiakonia di dalam Gereja masih kurang sekali. Di samping itu pengertian tentang tugas diakonia di dalam banyak Gereja kita masih sangat klasik, artinya hanya sebatas pelayanan kesehatan bagi warga yang sakit, pengumpulan bahan pangan sewaktu-waktu untuk mereka yang berkekurangan (janda dan anak yatim), pengumpulan pakaian layak pakai untuk mereka yang membutuhkannya, kunjungan silatuhrami ke rumah-rumah tahanan dan sebagainya. Sedangkan pengertian dan implementasi tugas diakonia dalam arti yang luas, kurang dipahami. Oleh karena itu, nyanyian Gereja perlu dikembangkan untuk membangun kesadaran berdiakonia sekaligus untuk mendorong panggilan berdiakonia di dalam gereja.
Menurut M.Th Mawene, hal ini penting sebab dewasa ini kita menghadapi gejala menurunnya kemampuan jemaat menyanyikan nyanyian-nyanyian ibadah dengan baik.
Gejala-gejala ini muncul karena faktor-faktor sebagai berikut :
a) Pelajaran musik di sekolah-sekolah umum amat teoritis dan kurang mengembangkan kemampuan apresiasi musik siswa. Keadaan ini jelas berbeda dengan sekolah musik atau tempat kursus musik.
b) Apresiasi musik di sekolah-sekolah (kalau ada) lebih diarahkan kepada musik umum dan pop sesuai dengan perkembangan masyarakat umum. Apalagi ada gejala di mana banyak siswa kurang mampu membaca partitur musik dengan baik dalam sistem notasi angka maupun dalam sistem notasi balok.
c) Di sekolah-sekolah yang berlabel Kristen (diasuh oleh berbagai yayasan pendidikan Kristen), pelajaran musik kurang (bahkan acap kali sama sekali tidak) diarahkan pada nyanyian ibadah Gereja. Kebiasaan zaman zending dahulu, yantg mewajibkan murid-murid sekolah menyanyikan nyanyian ibadah gereja setiap hari sudah tidak diteruskan lagi. Akibatnya kita menemukan sebagian besar generasi muda Gereja yang cenderung buta nyanyian gereja. Inilah salah satu sebab mengapa tingkat penguasaan nyanyian gereja oleh generasi muda Kristen amat rendah.
d) Dalam banyak kurikulum dan pengajaran katekisasi, para siswa tidak dilatih secara khusus untuk menyanyikan nyanyian Gereja dengan baik. Oleh Karena perkembangan yang kurang menguntungkan itu, pemimpin musik maupun PSG harus berperan dalam mendidik jemaat untuk bernyanyi dengan baik.

4. Apa dan Siapa Pemuda itu?
Pada hakekatnya Pemuda tak terlepas dari masyarakat teknologi, perkotaan, industri dan pedesaan. Dalam pergaulan kaum muda ada beberapa golongan pemuda dengan perbedaan subkultur. Ada yang digolongkan sebagai kelompok pemuda yang dibedakan menurut emosionalnya diantaranya kelompok pemuda juara kelas, kelompok pemuda yang sudah kehilangan semangat, kelompok atlet, dan kelompok pemuda yang hidupnya sangat rohani. Dan dari kelompok pemuda ini memiliki ciri dan keunikan tersendiri. Dengan demikian pemuda adalah anak-anak remaja yang mulai menginjak usinya pada tingkatan yang lebih tinggi dengan melihat pada perubahan sosial yang berada di sekitarnya. Campolo mengemukakan bahwa sebenarnya pemuda/kaum muda telah mengalami terlalu banyak, terlalu sering dan terlalu muda. Di mana media telah memuakkan pemuda dengan kegairahan hidup buatan.
Terkait dengan itu pendeta McFall menekankan cara yang terbaik dalam mengajar pemuda untuk menjadi jemaat yang bergereja ialah dengan membuat mereka menjadi jemaat saat itu sebab tidak ada gunanya mengadakan kegiatan-kegiatan pelayanan bagi para pelajar (siswa SMU). Tetapi menjadikan mereka sebagai bagian dalam pelayanan pemuda tersebut. Sehingga iman mereka dapat bertumbuh dengan baik. Fowler dalam definisinya mengatakan bahwa iman adalah cara-cara yang dikembangkan dan cara-cara mengembangkan yang dipergunakan manusia dalam mengalami diri sendiri, orang lain, dan dunia (sebagaimana mereka membentuknya) yang berkaitan dan dipengaruhi oleh kondisi-kondisi eksistensi akhir yang membentuk tujuan dan arti kehidupan mereka, kepercayaan dan ketaatan, berdasarkan sifat dari suatu penilaian dan kuasa yang menentukan kondisi-kondisi eksistensi akhir itu (sebagaimana dipahami dalam gambaran-gambaran operatif mereka sadar atau tidak sadar).
Konsep tentang diri sendiri merupakan isu yang sangat sensitif bagi seorang Kristen. Sebagian orang bersikap ekstrim dengan mengesampingkan pertanyaan-pertanyaan yang menyangkut penemuan diri dan aktualisasi diri. Pemikiran demikian merupakan ekspresi cara sekular yang mementingkan diri dan terlalu terpusat pada diri, hal ini merupakan ciri yang bertentangan dengan iman kristen. Tetapi pemuda sekarang ini telah mampu berpikir secara abstrak dalam hidupnya, secara umum mereka ingin mengembangkan norma moral universal yang timbul dari keyakinan diri yang sejati (idealisme). Orang-orang yang telah memasuki usia dewasa (18-35 tahun) umumnya menghadapi masalah keuangan dengan beralih pada tuntutan hidup sehari-hari. Hal ini jika ditinjau dari segi proses belajar mengajar kelompok usia maka mereka berada dalam kategori memiliki potensi yang sangat besar.
Artinya keinginan belajar mereka sangat optimal.

5. Apa itu Komunitas?
Dari uraian di atas tentang pemuda maka dapat disimpulkan bahwa komunitas adalah kelompok yang melakukan aktifitas dan partisipan yang sama dalam menentukan suatu tujuan bersama. Dengan demikian maka komunitas pemuda gereja adalah sekelompok kaum muda yang memiliki kepercayaan dan pelayanan gereja yang sama untuk menentukan iman mereka selaku komunitas orang percaya yang lebih besar. Komunitas ini juga dapat dikatakan sebagai kelompok kaum muda yang sebaya dari kehidupan jemaat secara keseluruhan dengan memiliki tanggung jawab dan untuk menghadirkan kekristenan di dalam dunia
Dalam komunitas pelayanan pemuda dewasa ini musik menjadi salah satu ekspresi dalam menyampaikan sesuatu hal. Menurut Larry yang membedakan musik masa kini dan musik gereja bahwa apabila setan memiliki musik. karena iblis tidak dapat menciptakan sesuatu. Namun Ia dapat menggunakannya. Yesus Kristus-lah yang menciptakan segala sesuatu termasuk musik. Ia telah memberikan kemampuan kepada manusia untuk menciptakan lagu, menciptakan lirik, dan Ia telah menaruh di dalam hati manusia kemampuan untuk menyanyi.
Musik dari satu segi, diibaratkan seperti seks. Keduanya merupakan ciptaan Allah yang indah. Namun kadang hal itu tidak digunakan dengan sewajarnya. Dalam kolose 3:16 kita dinasehatkan untuk mengajar satu dengan yang lain lewat puji-pujian. Fungsi nyanyian komunitas ialah mengajar kita dan mengingatkan kita tentang kebenaran iman kita pada Allah sebab musik adalah ciptaan Allah. Apabila kita berhasil dalam menyanyikan nyanyian komunitas yang positif hal ini disebabkan karena beberapa unsur diantaranya :
1. Pemimpin nyanyian telah mengenal lagu-lagu.
2. Kata-katanya dapat digunakan oleh setiap orang.
3. Menyediakan liriknya saja.
4. Memiliki persiapan.
5. Mencari variasi rohani atau sekunder.
6. Utamakan kualitas nyanyian.
7. Dedikasi dari komunitas yang bernyanyi.
Terkait dengan unsur-unsur di atas maka gereja masa kini, musik “pujian” telah menjadi kategori tersendiri biasanya terdiri dari koor-koor yang pendek dan sederhana yang dinyanyikan berulang kali. Kita dapat memuji Allah dengan menyanyikan nyanyian seperti itu. untuk itu kaum muda harus dapat memahami bahwa mereka sedang melakukan hal yang bermanfaat dan berarti ketika mereka menyanyi. Seperti juga dikatakan oleh Ayah Eric Liddell dalam film “Chariots if fire” bahwa anda dapat memuji Allah sambil mengupas kentang apabila anda mengupasnya dengan sempurna.


6. Praise and Worship
Praise and Worship tradition merupakan suatu tradisi peribadahan di mana para pengibadah merayakan pengalaman mereka akan Allah melalui ekspresi dari tindakan-tindakan yang kadang-kadang secara bebas.
Praise music muncul di pertengahan tahun 1960 karena pengaruh Jesus Movement dan Charismatic Movement. Model ini sering berkecenderungan kharismatik. Sekalipun demikian praise and worship tidak selalu kharismatik. Ibadah model praise and worship bersemangat, dinamis dan energik.
Tujuan utama dari ibadah model praise and worship adalah membimbing jemaat untuk mempersembahkan suatu korban pujian kepada Tuhan di dalam semangat penyembahan yang sukacita.
Sejalan dengan Jesus Movement dan Charismatik Movement di awal pertengahan tahun 1960, muncul kembali keinginan untuk suatu tipe musik yang baru dan mereka menemukan kembali keyakinan pribadi mereka di dalam Allah secara personal. Kebanyakan jemaat yang beribadah berkeinginan untuk mengkombinasikan berbagai model musikal dengan kata-kata khusus yang relevan. Hal tersebut kemudian memunculnya suatu tipe musik peribadahan yang kemudian dikenal dengan praise music. Tipe ini memiliki karakter yang secara umum mudah dipelajari, memiliki kata-kata melodi yang sederhana yang dikenal dalam model musik kontemporer.
Saat ini, praise music menjadi sangat populer di dalam jemaat dari berbagai denominasi gareja dan memiliki hampir seluruh idiom-idiom musik populer termasuk model klasikal. Bahkan banyak hymne dan gospel song dalam tradisi kekristenan digubah kembali dengan model musikal kontemporer.
Kebanyakan praise music yang ditulis saat ini memproklamirkan keagungan Allah dengan model musik kontamporer. Jika praise music cenderung untuk menaruh perhatian kepada hubungan pribadi dengan Allah, maka hymne cenderung menolong kita menghidupkan kembali dasar-dasar sejarah dan ajaran tentang iman. Kepedulian mesti diberikan oleh para pastor/pendeta, musisi dan jemaat untuk merangkul praise music dan juga menghidupkan kembali hymne dan gospel song.

7. Penyembahan
Penyembahan berarti membungkuk, bersujud, tersungkur, berlutut dengan kepala menyentuh tanah, merebahkan diri, menyembah. Dalam bahasa Yunani, proskuneo yang artinya bersujud, menyembah, mencium seperti seekor anjing yang akan mencium tangan tuannya.
Penyembahan dalam musik merupakan sesuatu yang dibutuhkan untuk penyampaian firman. Musik mempersiapkan umat menerima pengajaran/firman Tuhan. Musik akan merajut hati umat bersama di dalam kasih dan meruntuhkan tembok penghalang di antara umat dan Tuhan, mempersilahkan Dia melayani umat. Musik juga memiliki tempat yang penting dalam penyembahan kepada Dia yang dikasihi. Pelayanan musik memiliki kuasa di mana Tuhan hendak memulihkannya agar mencapai potensi yang utuh karena gereja belum pernah mencapai puncak potensi sebagaimana yang diinginkan Tuhan dalam pelayanan musik. Oleh karena Tuhan memandang musik sebagai hal yang penting, maka sudah waktunya bagi umat untuk menjadi bagian dalam pelayanan musik di dalam kerajaan Allah
Salah satu dimensi musik yang membuka pintu ke arah hadirat Tuhan adalah pujian dan penyembahan. Jika musik umat penuh kuasa Tuhan, maka harus mengetahui bagaimana melaksanakan pujian dan penyembahan kepada Tuhan. Pada umumnya musik ditampilkan untuk mempengaruhi/ menggerakkan orang lain secara emosi, berarti melakukan dengan motif yang salah. Pada saat umat masuk ke dalam hadirat Allah dengan iman, maka umat memperoleh jalan masuk ke dalam tempat tinggal Allah. Oleh karena itu penyembahan akan menjadi satu-satunya tanggapan umat akan kehadirannya. Puji-pujian memerlukan iman umat. Ketika Allah hadir di tengah-tengah kita maka tugas kita bersujud di hadapan hadirat-Nya dan menyembah-Nya.
Filipi 2 : 9-11, “Itulah sebabnya Allah sangat meninggikan Dia dan mengaruniakan kepada-Nya nama di atas segala nama, supaya di dalam nama Yesus bertekuk lutut segala yang ada di atas bumi dan yang ada di bawah bumi dan segala lidah menggaku: Yesus Kristus adalah Tuhan bagi kemuliaan Allah Bapa.” Puji-pujian dan pengucapan syukur berarti menyatakan segala perkara yang Allah lakukan, sedang lakukan dan akan lakukan bagi umat. Sedangkan menyembah berarti memikirkan serta merenungkan tentang siapakah Dia dan bukan kebesaran dari perbuatan-perbuatan-Nya. Penyembahan adalah tanggapan umat kepada-Nya pada saat Dia telah menghadirkan diri-Nya di tengah-tengah umat. Oleh karena setiap kali berada dalam hadirat-Nya, Dia ingin menunjukkan dan menyatakan kepada umat sesuatu yang lain tentang karakter dan sifatnya. Ketika umat menyembah-Nya hal itu merupakan pengalaman perubahan hidup, masuk hadirat-Nya, memandang wajah dan kemuliaan-Nya pada saat menerima atau menghadapi kemuliaan dan keberadaan-Nya, diubah dan ditempatkan ke dalam dunia yang penuh dengan kemuliaan karena Dia adalah mulia.
Penyembahan adalah pertemuan Allah dengan Umat. Hal ini merupakan proses perubahan hidup umat. Sebenaranya kata pemujaan tidak ditemukan dalam Alkitab namun terlihat saat kita menyembah Dia.
F. METODE PENELITIAN

1) Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian lapangan dengan menggunakan pendekatan kualitatif.

2) Tempat Dan Waktu Penelitian
Penulis melakukan penelitian pada ibadah AM-GPM Ranting Christy Natalia yang dilakukan di jemaat GPM Rehoboth dengan alokasi waktu yang dibutuhkan adalah selama tiga bulan terhitung sejak desember 2008.


3) Sumber Data
Untuk mendapatkan data, penulis menggunakan informan yakni Ketua Majelis Jemaat GPM Rehoboth, Pengurus dan anggota AM-GPM Cabang Rehoboth III, Ranting Christy Natalia.

4) Teknik Pengumpulan Data
Data yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah:
1. Data Primer, yang diperoleh langsung melalui wawancara dengan informan kunci.
2. Data Sekunder, berupa rumusan kebijakan dan aturan gereja yang berlaku.

5) Teknik Analisa Data
Pendekatan yang dipakai dalam tahap analisa data adalah analisa deskriptif yang pada dasarnya mendiskripsikan pokok masalah dan dampaknya.

6) Defenisi Konsep
1. Musik adalah cetusan ekspresi isi hati yang diungkapkan dalam bentuk bunyi yang bernada dan berirama khususnya lagu dan nyanyian.
2. Gereja adalah persekutuan orang-orang percaya yang keluar dari kegelapan dan menuju kepada Yesus Kristus.
3. Peraturan gereja adalah tatanan (petunjuk, kaidah, ketentuan) yang dibuat gereja untuk mengatur perilaku hidup umat.
4. Komunitas adalah kelompok tertentu, seperti masyarakat.
5. Pemuda gereja adalah kelompok orang yang berumur antara 17 – 45 tahun.
6. Nyanyian praise and worship merupakan nyanyian pujian dan penyembahan.

7) Cara Penyajian
Seluruh hasil penulisan ini dilakukan dengan cara penyajian sebagai berikut : BAB I merupakan Pendahuluan, di dalamnya penulis menyajikan Latar Belakang Masalah, Perumusan Masalah, Tujuan Penulisan, Manfaat penulisan, Kerangka Teoritik, Kerangka Berpikir, dan Metode Penelitian. BAB II merupakan Deskripsi dan Analisa Data yang memuat Gambaran Umum serta Data dan Analisa Data. BAB III merupakan Refleksi Teologis, dan BAB IV adalah Penutup yang berisi Kesimpulan dan Saran.







BAB II
SELAYANG PANDANG MUSIK GEREJA DI GPM

A. Gambaran Umum Jemaat GPM Rehoboth
1. Letak Geografis
Jemaat GPM Rehoboth merupakan salah satu jemaat yang berada di wilayah pelayanan Klasis pulau Ambon. Dari segi letak tempat jemaat ini boleh dikatakan strategis karena berada tepat pada akses perhubungan dalam kota.
Jemaat ini mempunyai batas wilayah sebagai berikut:
• Sebelah timur berbatasan dengan Jemaat Silo, Sinar Kasih, POLRI, Menara Kasih.
• Sebelah Selatan berbatasan dengan Jemaat Seri, Orel.
• Sebelah Barat berbatasan dengan Nehemia, Imanuel, Sinar.
• Sebelah Utara berbatasan dengan Teluk Ambon.

2. Demografi
Sesuai data statistik 2008, penduduk Jemaat Rehoboth berjumlah 14.055 jiwa yang terdiri dari perempuan 7.053 jiwa dan laki-laki 7.036 jiwa, dengan jumlah kepala keluarga 3.049 KK.
Penduduk terbanyak ada pada unit II Bethabara sebanyak 343 jiwa dan terkecil pada unit I Galilea sebesar 86 jiwa. Selengkapnya dapat di lihat dalam tabel berikut.

Tabel No 1.
Jumlah anggota jemaat GPM Rehoboth

No Sektor Jumlah
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21 Bethabara
Betlehem
Bethania
Calvary
Elim
Galilea
Getsemany
Imanuel
Karmel
Nazaret
Orel
Petra
Pniel
Paulus
Siloam
Sinay
Sion
Tiberias
Viodolorosa
Yarden
Zaitun 833
920
527
797
322
402
1746
324
834
954
495
471
475
445
559
1043
710
498
637
818
245
Total 14.055



3. Mata Pencaharian
Untuk meningkatkan taraf hidup keluarga umat di jemaat ini bergerak dalam berbagai bidang pekerjaan. Sekalipun demikian mereka yang belum mempunyai pekerjaan masih tergolong sangat banyak.
Berikut data penduduk berdasarkan data pencaharian.

Tabel No 2.
Data jemaat berdasarkan Mata Pencaharian

No Mata pencaharian Jumlah
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10 PNS
TNI/POLRI
Pegawai swasta
Wiraswasta
Konst. Bang
Pensiun
Buruh
Tani
Belum kerja (17 tahun ke bawah)
Belum kerja (17 tahun ke atas) 1.427
177
649
834
124
476
222
134
782
2.097


4. Tingkat Pendidikan
Pendidikan sangatlah penting karena merupakan salah satu sektor pemberdayaan umat yang sangat etentif dan ini terlihat melalui tingkat pendidikan anggota jemaat sampai pada tingkat perguruan tinggi.
Berikut data penduduk berdasarkan tingkat pendidikannya.



Tabel No 3.
Data Jemaat Menurut Tingkat Pendidikan

No Jenis Pendidikan Jumlah
I







Pendidikan Terakhir
• Tidak tamat SD
• SD
• SLP
• SLA
• S.0
• S.1
• S.2
126
869
1.155
4.099
469
918
66
6
II

Sementara di jalani
• SD
• SLP
• SLA
• S.0
• S.1
• Pasc. Sarjana
1.557
735
824
135
844
137













5. Situasi Pelayanan
Untuk mensiasati daerah pelayanan yang sangat luas demi memperlancar pelayanan dalam jemaat ini, maka adanya kebijakan terkait dengan pelayanan yang diambil. Kebijakan-kebijakan itu menyangkut tenaga-tenaga pelayan, tempat ibadah dan kebijakan-kebijakan yang lain yang salah satunya meliputi pelayanan pastoral jemaat. Tenaga pelayan yang dipakai untuk melayani 21 sektor 74 unit adalah 5 orang pendeta jemaat, 5 orang pendeta pembantu, 72 orang majelis jemaat yang terdiri dari 36 orang penatua dan 36 orang diaken, 5 orang katekeit, 783 orang kordinator unit, 5 orang pembimbing pengasuh, 12 orang kostor, 4 orang pegawai sekretariat dan tenaga-tenaga pelayan yang lain.22
Jemaat ini memiliki 11 buah gedung ibadah yaitu; Gedung Gereja Rehoboth, Calvary, Christy Natalia, Paulus, Getsemani, Ora et Labora, Balai Kerohanian, RP.Kesehatan. SMIK, Betlehem, Yarden, dan Orel. Di samping itu, ada beberapa tempat ibadah yang sementara dibangun. Dan untuk melengkapi administrasinya, jemaat Rehoboth memiliki satu buah kantor jemaat sebagai sentral administrasi jemaat. Mengenai umat yang berkumpul, baik melalui ibadah-ibadah persekutuan di setiap rumah gereja maupun melalui wadah pelayanan dan organisasi-organisasi Gerejawi memang belum mencapai jumlah yang sempurna. Upaya merampung umat dalam persekutuan-persekutuan tersebut telah dapat dibina sesuai dengan target bina umat yang diterbitkan oleh pihak LPJ-GPM.
Umat yang berkumpul di setiap ibadah minggu telah menunjukan jumlah yang sangat membaik apalagi di gereja Rehoboth. Sementara di tiap-tiap unit, wadah organisasi, ada keluhan bahwa masih kurangnya partisipasi umat dalam persekutuan tersebut dan salah satunya juga yaitu persekutuan pemuda. Karena minimnya kehadiran pemuda dalam beribadah, mengakibatkan pengurus cabang maupun sub komisi pemuda menemui kendala untuk bagaimana mengupaya untuk menanggulangi dan memperbaiki hal tersebut.

B. Nyanyian Jemaat dalam Ibadah Jemaat di GPM
GPM Merupakan salah satu gereja yang belatar belakang Calvinis dengan tata cara kebaktiannya secara “gereformered” yang dipengaruhi juga oleh nuansa musik Calvinis seperti Mazmur dan semua jenis musik yang berkarakter tenang dan tidak ramai. Sebagaimana diketahui bersama dalam kebanyakan gereja-gereja Protestan yang bersifat Lutheran maupun Calvinis, tata ibadahnya telah diatur secara ketat berdasarkan suatu teologi ibadah tertentu. Salah satu contoh tata ibadah di GPM, sebagai berikut :
1. Pembukaan (Votum dan Salam)
2. Nyanyian Jemaat
3. Pengakuan Dosa
4. Berita Pengampunan Dosa
5. Petunjuk Hidup Baru
6. Nyanyian Jemaat
7. Pemberitaan Firman
a. Doa Epiklese
b. Pembacaan Alkitab
c. Khotbah
d. Nyanyian Jemaat
8. Pengakuan Iman
9. PS/VG/Solo
10. Persembahan
e. Pesan Rasuli Tentang Persembahan
f. Nyanyian jemaat Mengiring pengumpulan persembahan
g. Doa Persembahan
11. PS/VG/Solo
12. Doa Syafaat
13. Nyanyian Jemaat
14. Berkat
15. Nyanyian Jabat Tangan.
Dalam tata ibadah seperti itu semua partisipasi jemaat diatur, dan cara untuk mengungkapkan partisipasi jemaat antara lain melalui nyanyian pujian. Hal ini agak berbeda di kalangan gereja-gereja Pentakosta, Baptis dan Injili, di mana partisipasi jemaat diberi kesaksian pribadi. Jadi, nyanyian memainkan peranan penting dalam peribadahan Kristen.

Ada beberapa butir peran dari nyanyian pujian, yang dapat disebutkan sebagai berikut :
1. Mengungkapkan aklamasi jemaat kepada Tuhan atas kasih dan kemurahan-Nya, baik yang bersifat doa (nyanyian doa), ucapan syukur, ungkapan puji-pujian kepada Tuhan, atau pernyataan tekad iman untuk menaati Firman Tuhan.
2. Merupakan respon jemaat atas pemberitaan Firman Tuhan, baik yang dibacakan (pembacaan Alkitab) maupun diulas (khotbah). Dalam Firman ini, jemaat mengakui kebenaran Firman Tuhan dan kesediaan untuk menaatinya.
3. Menegaskan aspek kesaksian jemaat baik sesama peserta ibadah sendiri maupun kepada orang lain yang mendengar puji-pujian itu ikut mengimani dan memuliakan Tuhan.
4. Membangun suasana peribadahan yang diperlukan bagi pemberitaan Firman Tuhan dan bagi doa yang hendak dinaikkan kepada Tuhan. Apalagi kalau beribadah di luar gedung, pandangan peserta ibadah dapat saja mengembara kesana-kemari. Dengan demikian, nyanyian-nyanyian peribadahan berfungsi untuk memusatkan fokus perhatian peserta ibadah pada Tuhan dan Firman-Nya.


C. Nyanyian Jemaat dalam Ibadah Pemuda Gereja
1. Nyanyian –Nyanyian DSL, Mazmur,Tahlil, Nyanyian Rohani, KJ dan PKJ dalam ibadah Jemaat di GPM.
Dalam ibadah-ibadah minggu di GPM, terdapat beberapa buku nyanyian yang digunakan antara lain Mazmur, Nyanyian Rohani, Tahlil, DSL, KJ dan PKJ. Dari buku –buku nyanyian tersebut, yang tergolong buku-buku yang telah digunakan adalah Mazmur (terbit tahun 1956), Ny Rohani (terbit tahun 1956), Tahlil (terbit tahun 1965), dan Dua Sahabat Lama (terbit tahun 1966). Sedangkan buku-buku yang tergolong baru digunakan adalah Kidung Jemaat (terbit tahun 1984) dan Pelengkap Kidung Jemaat (terbit tahun 1999).
Menurut informan, “nyanyian- nyanyian yang dinyanyikan di GPM merupakan nyanyian yang masih sangat tradisional (tradisi bernyanyi menurut karakteristik Maluku).” Karakteristik berarti mempunyai sifat-sifat khas dan ciri-ciri khusus sesuai perwatakan tertentu.
Kecintaan terhadap kebudayaan Maluku sangat mempengaruhi orang untuk berkreasi dalam menciptakan nyanyian- nyanyian yang ada unsur budayanya, baik itu dalam iramanya maupun syairnya. “Apalagi katong tahu bersama bahwa anak-anak Maluku punya suara bagus-bagus sebagai talenta yang Tuhan kasih par katong sehingga talenta itu harus katong kembalikan lagi par antua.” Ditambahkan pula “Bahwa akan sia-sia ketika suara bagus yang Tuhan kasih par katong disalahgunakan untuk kepentingan sendiri.”
“Ada orang yang bernyanyi di gereja untuk memuji Tuhan tetapi dibalik itu ada harapan terbesar di mana dia harus di puji,” sehingga terkadang ada orang yang bernyanyi dengan menggunakan improfisasi yang berlebihan, menggunakan gerakkan-gerakkan tangan yang berlebihan dan lain-lain sebagainya sehingga nyanyian yang seharusnya indah untuk di dengar dan mempunyai kandungan makna yang dalam menjadi nyanyian yang kedengarannya biasa-biasa saja seperti seng ada maknanya, dan daya tarik dari nyanyian tersebut pun menjadi hilang.
Patut diakui bahwa “Sebenarnya nyanyian-nyanyian yang dinyanyikan dalam ibadah di GPM sudah sangat baik, namun orang lebih melihat pada perkembangan zaman.” Dalam konteks ibadah pemuda di GPM juga pengurus sangat mengutamakan kehadiran pemuda dalam beribadah sehingga mereka selalu mengikuti perkembangan, khususnya dalam hal bernyanyi dengan mengadopsi nyanyian praise and worship dan menempatkannya di GPM seperti yang dilakukan Pengurus AM-GPM Cabang Rehoboth III, Ranting Christy Natalia. Jiwa dan semangat yang dimiliki pemuda sangat mempengaruhi dalam pemilihan nyanyian-nyanyian di dalam ibadah karena pemuda lebih tertarik dengan nyanyian- nyanyian yang gerat dan syairnya mudah untuk dimengerti sehingga memberikan semangat dan menyentuh hati setiap peserta ibadah yang hadir. Meskipun demikian, tidak dapat disangkali juga bahwa tidak semua nyanyian praise and worship berirama gerat tetapi ada juga yang berirama melow tetapi mempunyai pengaruh yang besar bagi kehadiran pemuda gereja di GPM khususnya dalam ranting Christy Natalia. Sangat berbeda dengan nyanyian- nyanyian yang digunakan selama ini di GPM, seperti Ny.Rohani, DSL, Tahlil, Mazmur, KJ dan PKJ.
Kebanyakan nyanyian seperti yang dinyanyikan di GPM selama ini sudah ketinggalan zaman sehingga tidak cocok lagi untuk dinyanyikan dalam ibadah khususnya di kalangan pemuda. Bahkan menurut E Frans : “Sesuai perkembangan khususnya dalam hal bahasa (mudah untuk dimengerti) untuk nyanyian jemaat di GPM yang cocok, paling hanya KJ dan PKJ termasuk juga nyanyian jemaat yang baru digunakan di GPM yaitu Nyanyikanlah Kidung Baru, sedangkan untuk Tahlil, DSL, Ny.Rohani dan Mazmur dari segi bahasa seng cocok lai karena sulit dimengerti.”
Berikut contoh-contoh lagu dalam Mazmur, Thalil, DSL dan Ny.Rohani yang dari segi bahasa sudah tidak cocok lagi untuk dinyanyikan.

1. DSL No 181 “Taburlah”


2. Ny.Rohani No. 136 “ Dosa dan Penebusan”

¬


















2. Tahlil No 7 “Allah pun Hadir pada Segala Tempat”




















3. Mazmur No 30 “Sjukur orang, jang telah dipeliharakan”




















Dari contoh nyanyian-nyanyian di atas, terlihat jelas bahwa syair-syairnya sudah tidak cocok lagi untuk digunakan karena akan sangat sulit untuk dimengerti dengan baik maknanya. Apalagi sudah sangat jarang dinyanyikan di GPM terutama mazmur dan Tahlil karena masih menggunakan ejaan lama dan not-not balok yang kebanyakan kurang dimengerti oleh pemuda gereja sekarang ini. Sedangkan contoh lagu nyanyian Rohani dan DSL di atas juga menggunakan not balok tetapi sudah ada perubahan, dengan dibuatnya buku-buku nyanyian yang baru dengan menggunakan not angka, tetapi ada kata-kata yang sulit untuk dimengerti maknanya sehingga perlu digubah lagi menjadi lebih baik dan mudah untuk dimengerti.
Senada dengan itu TS mengatakan juga bahwa kebanyakan nyanyian- nyanyian yang dinyanyikan di GPM berasal dari tradisi zaman dulu baik irama maupun kata-kata nyanyiannya sehingga orang-orang pun akan merasa jenuh bahkan malas untuk menyanyikannya termasuk saya. “ kadang-kadang saya pun tidak tahu kata-kata nyanyian yang sementara dinyanyikan dalam ibadah minggu yang saya hadiri. Dari pada nanti salah kata-kata, lebih baik saya tidak usah bernyanyi”
Berdasarkan hal-hal di atas, maka dapat dikatakan bahwa kecintaan terhadap nyanyian praise and worship telah mengurangi rasa simpati jemaat lebih khusus pemuda untuk menyanyikan nyanyian- nyanyian yang sudah ada sebelumnya di GPM seperti Tahlil, Mazmur, DSL, Ny.Rohani yang kata-katanya dari segi tata bahasa, irama, syair dan ejaan sudah tidak cocok lagi. Pemahaman yang demikian, jelas terlihat bahwa pemuda dalam ranting ini kurang menyukai nyanyian- nyanyian yang dinyanyikan di GPM seperti Tahlil, Mazmur, DSL dan Ny.Rohani. Padahal nyanyian- nyanyian ini pada masanya dulu sangat berpengaruh untuk meningkatkan spiritual jemaat yang beribadah. Selain itu, pemahaman pemuda tentang nyanyian jemaat masih sangat kurang. Namun pemuda perlu juga melihat pada perkembangan zaman tanpa harus meninggalkan nyanyian-nyanyian yang sudah lama bertumbuh dan berkembang di GPM, sehingga nyanyian-nyanyian ini perlu mendapat perhatian khusus supaya tidak menghilang begitu saja. Karena itu diperlukan kesadaran jemaat khususnya pemuda untuk bernyanyi dengan baik dalam mempersembahkan yang terbaik bagi Tuhan dan itu berasal dari hati.

2. Pandangan tentang Musik Gereja
Musik merupakan unsur yang sangat penting dalam ibadah. “Ibadah tanpa musik bagaikan sayur tanpa garam.” Ada sesuatu yang kurang, seng terasa katong sementara beribadah. Tidak dapat dipungkiri juga bahwa, dalam kehidupan sehari-hari pun orang mendengar dan memerlukan musik – di rumah, di sekolah, di pasar, di tempat rekreasi dan lain-lain sebagainya. “Kalau ada orang yang beranggapan bahwa dia bisa hidup tanpa musik, berarti dia sementara menipu dirinya sendiri.” Ditambahkan pula bahwa hanya orang tuli saja yang bisa hidup tanpa musik karena melalui musik seorang manusia dapat mengekspresikan perasaannya. “Musik gereja secara umum merupakan musik yang digunakan dalam ibadah ritual baik dalam keadaan suka maupun dalam keadaan duka. Hal ini menjadi sangat penting karena musik dapat menyemangati orang dalam beribadah.” Oleh karena itu, dalam suatu komunitas Kristen musik atau nyanyian menjadi sangat penting dalam ibadahnya baik itu ibadah pada hari minggu atau pada acara-acara syukuran lainnya di keluarga (ibadah keluarga), atau ibadah pemuda-pemudi dan sebagainya. “Musik atau nyanyian dapat menghidupkan suatu ibadah dan dapat memberikan makna yang besar bagi orang yang menyanyikan dan mendengarnya bahkan mampu mengubah suasana saat beribadah.” Harus disadari bahwa; “musik juga mempunyai pengaruh negatif yaitu musik bisa membuat orang lupa diri, musik bisa membuat orang emosional. Dengan demikian, musik tidak lagi menjadi musik tetapi jadi api untuk membakar.” Oleh karena itu, musik atau nyanyian harus dilakukan dengan kesungguhan hati dan rasa keimanannya kepada Tuhan sehingga harus dilakukan latihan yang berulang-ulang sebagai wujud keseriusan dalam meresponi kasih dan kemurahan Tuhan yang nyata dalam kehidupan manusia.
Jadi, Musik dalam ibadah adalah sesuatu yang sangat penting bagi setiap orang percaya dalam mengekspresikan iman percaya mereka atas kasih dan kemurahan Tuhan sehingga diperlukan adanya kesungguhan hati dalam mempersembahkan yang terbaik bagi kemuliaan nama Tuhan.

3. Nyanyian-nyanyian praise and worship dalam Ibadah Pemuda di GPM (AM-GPM Cabang Rehoboth III, Ranting Christy Natalia).
Nyanyian Jemaat merupakan unsur yang sangat penting dalam suatu ibadah jemaat, karena ibadah dilaksanakan dengan tujuan untuk memuji dan memuliakan Tuhan sebagai respon iman jemaat. Dengan demikian, nyanyian dalam ibadah menjadi unsur yang tidak dapat dipisahkan dari liturgi.
Dalam ruang lingkup pelayanan pemuda di GPM, Musik gereja dan nyanyian jemaat telah terlaksana dengan baik, bahkan juga mengalami berbagai perkembangan seiring berjalannya waktu. Namun terhadap perkembangan-perkembangan itu, kemudian muncul hal-hal yang negatif misalnya, meninggalkan nyanyian-nyanyian yang telah lama bertumbuh dalam gereja kemudian mengadopsi nyanyian-nyanyian baru dari luar gereja, dalam hal ini GPM secara khusus. Berdasarkan perubahan-perubahan yang seperti itulah maka dilakukan suatu penelitian terhadap nyanyian praise and worship yang cenderung diminati oleh para pemuda dibandingkan dengan nyanyian-nyanyian di GPM seperti Mazmur, Tahlil, DSL, Ny. Rohani, KJ dan PKJ
Salah satu kelompok pemuda yang cenderung menggunakan nyanyian praise and worship ini adalah AM-GPM Cabang Rehoboth III, Ranting Christy Natalia. Kehadiran pemuda dalam beribadah merupakan salah satu faktor mengapa pengurus AM-GPM Ranting Christy Natalia mengangkat nyanyian praise and worship dalam ibadah mereka. Menurut mereka, Nyanyian praise and worship lebih memberikan semangat yang menggairahkan dalam ibadah dan lebih gampang unutk dicernahkan dan dimaknai. Nyanyian praise and worship lebih “gerat” tidak seperti nyanyian-nyanyian Mazmur, Tahlil, DSL, Ny. Rohani, KJ dan PKJ yang kebanyakan “slow”. Menurut salah seorang pengurus ranting bahwa “dengan adanya nyanyian praise and worship ini kehadiran pemuda lebih meningkat. Sebelumnya yang hadir kurang dari 30-an meningkat menjadi 40-50-an.” Menurutnya, sebelum adanya nyanyian ini kehadiran pemuda belum sebanyak seperti sekarang.
Ditambahkan pula bahwa hampir semua pemuda dalam lingkungan pelayanan Ranting Christy Natalia sudah bergabung bersama dalam ibadah. Namun pada kenyataannya, tidak dapat dipungkiri bahwa banyak anggota ranting yang keluar karena pekerjaan. Pemuda yang hadir dalam ranting ini berumur 17-39 tahun tetapi kebanyakan yang hadir berumur antara 20-28 tahun dan yang mendominasi adalah perempuan. Meskipun demikian, kehadiran laki-laki dalam ibadah ranting sudah cukup banyak.
“Nyanyian yang lebih sering digunakan dalam ibadah di ranting ini adalah nyanyian praise and worship.” Nyanyian ini dinyanyikan pada awal ibadah sebagai puji-pujian awal sebelum ibadah dimulai bahkan sering juga dinyanyikan dalam liturgi ibadah dari awal ibadah sampai selesai ibadah. Tetapi “sering juga menggunakan liturgy kreatif yang dibuat sendiri oleh pemimpin ibadah dengan menggabungkan beberapa nyanyian baik itu dari nyanyian-nyanyian yang ada di GPM maupun nyanyian praise and worship. Gabungan nyanyian-nyanyian yang ada di GPM dan nyanyian praise and worship ditempatkan di dalam liturgi sesuai konteks dan fungsinya. Salah satu contoh liturgy kreatif yang digunakan dalam Ibadah Pemuda GPM Rehoboth, adalah sebagai berikut:
1. Pujian: Kudua, Kuduslah Tuhan.
2. Pembukaan (Votum dan Salam), diikuti dengan nyanyian responsoris: Amln, Amin, Amin.
3. Pujian: Allah itu Kasih.
4. Paduan Suara/Vokal Group
5. Perenungan
6. Pujian: Dia Peduli
7. Paduan Suara/Vokal Group
8. Pembacaan Firman Tuhan
a. Doa Epiklese
b. Pembacaan Alkitab
c. khotbah
9. Pengakuan Iman
10. Persembahan Syukur
11. Nyanyian pengiring Doa Syafaat: Ku cari Wajah-Mu
12. Doa syafaat
13. Pujian: PKJ 216 Berlimpah Sukacita di hatiku
14. Berkat
15. Pujian: DSL No.94 Sekarang Malam telah Lenyap
Kalau dalam suasana perenungan, nyanyian yang harus dinyanyikan adalah nyanyian yang dapat membawa pikiran dan perasaan seseorang terfokus pada hal-hal yang mau direnungkan. Oleh karena itu, nyanyian itu juga harus berirama melow, karena tidak mungkin orang akan focus pada sesuatu hal kalau nyanyian yang didengarnya beritama gerat. Misalnya, sebagai nyanyian awal ibadah menggunakan nyanyian praise and worship. Kemudian sebelum Pembacaan Alkitab menyanyikan nyanyian KJ No.56 Datanglah Kepadaku Ya Roh Kudus sebagai pengganti doa yang dilafalkan. Kemudian menyanyikan PKJ No.146 Bawa Persembahanmu sebagai nyanyian pengiring dalam mengumpulkan persembahan syukur dan seterusnya.
Kebanyakan nyanyian-nyanyian di GPM berirama melow dan dalam ibadah harus tertib, dan cara penyembahan kepada Tuhan itu harus dengan santun, sedangkan nyanyian praise and worship lebih banyak menyemangati orang karena iramanya gerat dan pemuda lebih identik dengan nyanyian-nyanyian seperti itu. Senada dengan itu, Neny Berhitu yang adalah salah seorang anggota jemaat dari Gereja Sidang Jemaat Allah mengakui bahwa tidak semua nyanyian praise and worship berirama great tetapi ada juga yang berirama mellow. Menurutnya nyanyian-nyanyian ini sangat berpengaruh sekali bagi setiap orang yang yang menyanyikannya. “Ada daya tarik tersendiri dalam nyanyian ini, sehingga ketika saya menyanyi atau mendengar nyanyian praise and worship dapat membuat saya lupa bahwa saya punya masalah yang belum terselesaikan.” Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel perpandingan hasil wawancara di bawah ini.



Tabel No. 4
Pendapatan Informan (AM GPM Ranting Christy Natalia) mengenai nyanyian di GPM dan nyanyian Praise and Worship.

GPM Praise and Worship

- Berlatar belakang Calvinis
- Masih sangat tradisional

- Dalam hal bahasa nyanyian DSL, Tahlil. Ny Rohani, Mazmur sudah tidak cocok lagi apalagi untuk kaum muda (Bahasanya sulit untuk dimengerti).
- Kebanyakan iramanya melow
- Pemuda kurang identik dengan irama-irama dalam Nyanyian di GPM
- Kebanyakan Pemuda kurang mengetahui Syair-syair lagu di GPM
- Ciri Pujiannya hening dan tidak ramai
- Cara menyembah Tuhan harus dengan santun

- Berlatar belakang Kharismatik
- Sudah modern (mengikuti perkembangan zaman.
- Nyanyian Praise and Worship merupakan nyanyian yang cocok dengan pemuda karena bahasanya mudah dimengerti.
- Kebanyakan iramanya gerat
- Pemuda identik dengan irama-irama nyanyian Praise and Worship
- Kebanyakan pemuda lebih mengetahui syair-syair lagu nyanyian Praise and Worship
- Ciri pujian ramai

- Lebih mengekspresikan diri
Sumber : Informan
Berdasarkan kenyataan dan pernyataan-pernyataan seperti itulah, maka beberapa hal dapat disimpulkan. Secara historis jelas bahwa nyanyian-nyanyian gereja di GPM ada dan berkembang lebih awal dari nyanyian-nyanyian praise and worship. Nyanyian-nyanyian praise and worship baru ada dan berkembang sejak adanya gereja-gereja aliran Kharismatik yang berkembang dalam wilayah GPM. Selain itu, nyanyian praise and worship juga banyak beredar dalam lingkungan masyarakat melalui VCD dan kaset-kaset rekaman rohani. Secara historis juga kita tahu bahwa GPM merupakan suatu aliran gereja yang berlatar-belakang Calvinis, yang memiliki ciri khas pujian yang hening atau tidak ramai. Berbeda dengan nyanyian-nyanyian dari gereja-gereja yang berlatar-belakang Kharismatik, yang memiliki ciri nyanyian yang ramai karena dipengaruhi juga dengan penggunaan alat-alat musik band, gitar, rebana sebagai pendukung.
Dari pengamatan dan penelitian yang dilakukan, dapat dianalisa bahwa para pemuda gereja dalam jemaat GPM Rehoboth khususnya AM-GPM Ranting Christy Natalia, memiliki dan mewarisi budaya meniru. Dalam hal ini meniru nyanyian-nyanyian gereja dari luar GPM dan menempatkannya dalam ibadah di GPM. Hal ini terbukti melalui pengakuan bahwa nyanyian-nyanyian praise and worship yang kebanyakan berasal dari aliran gereja Kharismatik yang kemudian dipakai dalam ibadah-ibadah pemuda.
Secara psikologi, tergambar jelas bahwa para pemuda dalam jemaat GPM Cabang Rehoboth III, Ranting Christy Natalia sangat cenderung kepada musik yang berirama cepat, dibandingkan dengan nyanyian-nyanyian yang melow. Menurut mereka musik yang berirama cepat dapat membangkitkan semangat dalam beribadah dibandingkan dengan nyanyian-nyanyian yang melow, atau dapat dikatakan bahwa para pemuda dalam Ranting Christy Natalia sangat identik dengan suasana ibadah yang ramai, seperti halnya ibadah-ibadah pada gereja Kharismatik. Tanpa disadari juga oleh para pemuda gereja dalam Ranting Christy Natalia bahwa ada nyanyian-nyanyian di GPM yang berirama gerat seperti halnya nyanyian praise and worship. Hal ini menunjukkan bahwa pemuda kurang membiasakan diri untuk menyanyikan nyanyian-nyanyian yang ada di GPM dalam ibadah pemuda seperti yang dilakukan oleh pemuda dalam Ranting Christy Natalia.
Adanya pengaruh dari luar gereja (GPM), dalam hal ini gereja Kharismatik yang turut mempengaruhi persepsi jemaat tentang ibadah para pemuda jemaat GPM Rehoboth Ranting Christy Natalia yang identik dengan suara ibadah yang ramai.

















BAB III
PENTINGNYA TULISAN INI BAGI GPM

Berbicara tentang musik gereja, tidak dapat dilepaspisahkan dari liturgi. Liturgi tidak hanya mencakup aspek ritual tetapi juga mencakup aspek social di mana kehidupan social masyarakat kita selalu berubah dari waktu ke waktu sesuai konteksnya, karena itu liturgy harus dilakukan pula dengan memperhatikan konteks.
1. Liturgi adalah adalah respons
Liturgi adalah jawaban manusia secara natural kepada karya keselamatan Allah sendiri. Dalam Mazmur 95, pemazmur mengajak umat untuk bersorak-sorai bagi gunung batu keselamatan kita yaitu Tuhan sendiri. Ada satu gambaran bahwaTuhan sebagai batu keselamatan adalah fondasi bagi kehidupan manusia.
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa liturgy adalah tempat di mana Allah bertemu dengan jemaat dan jemaat bertemu dengan Allah. Pertemuan itu memang tidak terbatas hanya di dalam gedung gereja pada hari minggu, tetapi juga berlangsung di tempat-tempat lain: di rumah, sekolah, kantor, di tempat kerja masing-masing orang pada hari-hari kerja. Liturgi bukanlah pertemuan kultus yang tertutup tetapi ibadah yang terbuka ke arah dunia. Olehnya itu segala sesuatu yang dilakukan dalam liturgy (mendengar Firman, mempersembahkan syukur, memuji Tuhan, Syafaat dan lain-lain) harus dilanjutkan dalam hidup setiap hari. Dalam pertemuan itu berlangsung semacam “dialog”. Allah berfirman dan jemaat menjawab, Allah memberi dan jemaat menerima, mengucap syukur, Allah mengampuni dan jemaat memuji nama-Nya.
Dari makna liturgi di atas, nyanyian jemaat ditempatkan sebagai respon kepada Allah baik melalui aspek ritual maupun aspek sosial, sehingga nyanyian tidak hanya berfungsi sebagai puji-pujian kepada Allah. Tetapl juga suatu kesaksian dan pemberitaan kepada sesama dan dunia.
2. Liturgi adalah tindakan partisipasi umat
Di dalam liturgy ada gerakan vertical, suatu gerakan umat kepada Tuhan. Tetapi ada juga gerakan horizontal.Liturgi dirayakan dengan orang lain dan hubungan antara seluruh peserta ibadah sebagai sesuatu yang sangat penting.
Litirgi adalah sesuatu yang tidak dilakukan untuk jemaat, tetapi oleh jemaat. Jadi jemaatlah yang harus melakukan itu. Liturgi menuntut untuk melibatkan semua bagian dari pelaku ibadah. Dengan demikian liturgy mengharapkan partisipasi umat. Mengapa? Sebab gereja sebagai persekutuan, sudah tentu membutuhkan adanya partisipasi aktif dari seluruh anggotanya. Dengan kata lain masing-masing orang percaya adalah peserta aktif bukan saja dalam nyanyian-nyanyian, tetapi juga dalam doa syafaat, pengakuan dosa, pembacaan Alkitab, dan lain-lain. Gereja mesti dipandang sebagai suatu organisme yang terdiri dari bagian-bagian yang saling bergantung, gereja membutuhkan sumbangan dari masing-masing orang seperti halnya tubuh bergantung pada masing-masing fungsi bagian tubuh yang lain (I Kor. 12:12-30).
Dari makna liturgy di atas, diharapkan nyanyian jemaat dapat dipahami sebagai nyanyian persekutuan (community singing) yang dapat mempersatukan semua peserta ibadah sebagai satu tubuh Kristus atau gereja.
Karakter musik seberulnya juga dipengaruhi oleh suasana dan tempat di mana musik itu ditampilkan. Musik yang ditampilkan di tenpat-tempat seperti café, mempunyai suasana yang kurang sesuai dipakai oleh gereja. Musik adalah dari Allah, dan harus dikembalikan kepada Allah. Jadi yang menjadi pokok adalah bahwa tujuan nyanyian gerejawi adalah Tuhan bukan manusia, dan Tuhan yang dikhayalkan manusia sesuai dengan kebutuhan manusia itu sendiri.
Dari uraian-uraian pada bab-bab sebelumnya dan terhadap konteks pelayanan GPM, penulis berpendapat bahwa nyanyian-nyanyian yang selama ini dipakai di GPM (Mazmur, Tahlil, DSL, Ny.Rohani) sebenarnya masih relevan tetapi perlu digubah lagi dari segi tata bahasanya supaya mudah untuk dimengerti maknanya. Begitu pula dengan penggunaan nyanyian praise and worship. Terkait dengan hal tersebut, maka implikasi praktis yang hendak penulis sampaikan yaiti nyanyian-nyanyian yang selama ini dipakai di GPM dan sesuai perkembangan zaman juga mengadopsi nyanyian praise and worship kemudian menempatkannya di GPM, sama-sama merupakan suatu ungkapan iman secara bersama sehingga perlu mendapat dukungan serta partisipasi dari semua peserta ibadah.













BAB IV
REFLEKSI TEOLOGIS

Ibadah Kristen adalah suatu kondisi moral atau tindakan-tindakan keagamaan dari seorang pribadi atau kelompok yang nampak di dalam rasa hormat, pemujaan, kesetiaan menyampaikan rasa hormat kepada yang Ilahi. Gereja Protestan pada umumnya mengalami keadaan dan suasana kebaktian yang tidak menarik, jemaat bersungut-sungut untuk keadaan itu. Mereka berbicara mengenai keadaan yang suam-suam kuku, khotbah-khotbah yang terlalu panjang, cara bernyanyi yang tidak bergairah. Sering mereka memuji gereja-gereja aliran lain, yang liturginya menurut mereka sangat baik, menghidupkan dan menggairahkan. Sedangkan bagi sebagian orang-orang Kristen lain, Ibadah dapat diartikan sebagai suatu jawaban seseorang atau sekelompok orang kepada Allah terhadap segala sesuatu yang diperbuat Allah. Pengertian tersebut memperlihatan bahwa ibadah Kristen dapat dilakukan secara pribadi atau berkelompok (jemaat). Fungsi Doa dan Puji-pujian menjadi komponen yang sangat khas dalam ibadah kristen.
Musik dalam perspektif Kristiani adalah musik yang digunakan sebagai media di dalam kehidupan persekutuan, pelayanan dan kesaksian orang-orang Kristen sebagai gereja, utusan Allah di dunia ini untuk menyampaikan kabar baik bagi semua orang. Melalui musik, seseorang atau suatu kelompok Kristen dapat nenyampaikan dengan penuh keyakinan nilai-nilai yang baik dan bermanfaat bagi kemanusiaan dan alam semasta ciptaan Allah. Dengan musik, seseorang atau suatu kelompok orang Kristen ingin secara utuh mengungkapkan iman dan pengalamannya yamng baik sebagai suatu bentuk pelayanan kepada persekutuannya, maupun sebagai suatu kesaksian baik secara internal Kristiani maupun secara eksternal kepada orang lain.
Di dalam kitab Injil Matius 8:2, diceritakan bahwa ada seorang yang sakit kusta datang kepada Yesus. Alkitab mengatakan bahwa ia ‘menyembah’ atau tersungkur dan kemudian minta untuk disembuhkan dari penyakit kustanya. Penyembuhan terjadi sebagai akibat dari penyembahan (dalam Matius 9:18 dikatakan juga bahwa penyakit sangat parah yang telah menyebabkan kematian anak perempuan kepala rumah ibadah itu dapat diatasi melalui penyembahan. Demikian juga dalam Matius 15:25). Dalam Yakobus 5:13 dan Amsal 17:22 mengatakan, “….Kalau ada seorang yang bergembira baiklah ia menyanyi!”dan ‘Hati yang gembira adalah obat yang manjur....’
Bahkan dalam dunia sekular pun terdapat banyak bukti bahwa musik memiliki kemampuan untuk menyembuhkan serta menenangkan hati seseorang. Ilmu pengetahuan tentang terapi atau penyembuhan melalui musik telah membuktikan bahwa musik memiliki kemampuan untuk menjangkau alam bawah sadar manusia, dan dapat membawa akibat baik dan buruk. Jika hal tersebut terjadi di dalam musik duniawi, maka musik penyembahan yang diurapi oleh Roh Kudus akan jauh mempunyai kuasa.
Nyanyian jemaat merupakan jenis musik tersendiri yang tidak dapat disamakan dengan aneka bentuk musik lainnya, oleh karena dari sudut ilmu musik, nyanyian jemaat digolongkan pada “community singing” atau nyanyian bersama yang dapat dilakukan secara masal. Itu berarti bahwa yang diutamakan di sini adalah bahwa nyanyian jemaat merupakan nyanyian persekutuan yakni persekutuan sebagai tubuh Kristus. Hal ini berkaitan dengan ibadah yang telah dikatakan sebelumnya yaitu merupakan suatu pertemuan atau dengan kata lain ibadah merupakan suatu peristiwa dari seluruh persekutuan iman, yaitu suatu persekutuan di mana umat Allah berhimpun memuji Allah dengan mendengarkan Firman-Nya dan duduk di sekitar meja-Nya. Suatu pertemuan di mana Allah berfirman dan manusia menjawab dengan puji-pujian, di mana manusia berseruh kepada Allah dan mengaku dosa-dosanya dan Allah menjawab dengan anugerah-Nya.
Tingkat budaya, intelektual, kekuatan spiritual dari keagamaan bisa di lihat dari kata-kata dalam sebuah nyanyian. Menurut Frederik William Sclleider, musik adalah sebuah apresiasi terhadap kemahakuasaan Tuhan di dunia dan harus dimaknai dalam hati dan perasaan dari manusia itu sendiri. Musik yang baik harus dibawakan secara indah dan harus memperhatikan emosi dan perasaan terhadap kecintaannya yang diungkapkan dalam sebuah nyanyian yang baik. Dalam cerita Salomo, Salomo selalu memberikan rasa terima kasihnya kepada Tuhan. Dia selalu bernyanyi dalam suatu rumah atau tempat ibadah sehingga orang harus membuat rumah untuk Tuhan (II Korintus 5:13,14) dan Tuhan mendengar musik yang menjadi komunikasi antara Dia dengan umat-Nya.
Musik Gereja adalah bagian dari musik yang dihasilkan manusia secara umum atau universal. Ada aspek atau dimensi surgawi dalam musik gereja sebagai dimensi teologis atau rohani, akan tetapi hal itu tidak berarti bahwa musik gereja tidak berasal dari dunia ini. Musik gereja adalah musik dari dunia ini yang dihasilkan oleh orang-orang percaya (Kristen) untuk mengekspresikan iman mereka kepada Tuhan. Dalam penggunaannya, musik gereja dikelompokkan dalam dua bagian antara lain musik liturgi dan musik rohani. Disebut musik liturgi karena diciptakan dan digunakan di dalam liturgi ibadah, bahkan merupakan bagian integral di dalam liturgi. Sedangkan musik rohani, menurut Karl-Edmund Prier SJ, diciptakan dan digunakan secara umum di luar ibadah. Dengan demikian jelas bagi kita bahwa sebuah nyanyian pujian dalam Ibadah memiliki tempat yang penting dan tidak dapat diabaikan.
Musik dalam Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru dapat dikelompokkan menjadi musik vokal, alat-alat musik, dan gabungan musik vokal dan alat-alat musik. Beberapa kutipan yang berhubungan dengan musik vokal antara lain ; Keluaran 15:1-21, Bilangan 21:17, Ulangan 31:19, Hakim-hakim 5:1-3, matius 26:30, Lukas 1:46, 1 Korintus 14:15 dan lain-lain. Adapun kutipan-kutipan yang berhubungan dengan alat-alat musik, musik vokal dan instrumental antara lain ; Lukas 15:25, Wahyu 14:2, Kejadian 13:27, 1 Tawarikh 16:42, 2 Tawarikh 5:13, Nehemia 12:36, 1 Samuel 16:23, dan lain-lain.
Berdasarkan beberapa kutipan ayat-ayat Alkitab tersebut di atas, dapatlah diringkaskan pandangan Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru tentang musik gereja sebagai berikut bahwa, musik merupakan salah satu sarana berefleksi orang-orang yang percaya kepada Allah, termasuk orang-orang Kristen di sepanjang masa terhadap dan untuk perbuatan-perbuatan Allah dalam kehidupan persekutuan, pelayanan dan kesaksian. Musik adalah salah satu media berteologi yang kontekstual, melalui musik, gereja dapat mengkomunikasikan pesan yang adalah jawaban iman gereja terhadap dan untuk tindakan-tindakan Allah maupun sebagai salah satu kesaksian iman kristiani kepada sesama dalam berbagai situasi baik secara pribadi maupun kelompok yang berbalasan dengan atau tanpa iringan alat-alat musik dan juga dapat disertai gerak-gerik.
Kegiatan-kegiatan musikal orang-orang yang percaya kepada Allah dapat timbul secara spontan maupun dipersiapkan terlebih dahulu. Kegiatan musikal yang benar akan senantiasa dituntun oleh Roh Kudus sehingga tubuh, jiwa, roh dan akal budi dari setiap orang kristen, baik kecil-besar, muda-tua, akan terlibat secara aktif dalam berbagai kegiatan bermusik. Penyembahan merupakan satu tanggapan kita, orang-orang kristen, atas kehadiran Allah. Allah hadir di tengah-tengah kita dengan berbagai cara dan Dia juga tidak menutup diri terhadap berbagai sarana penyembahan, termasuk musik, asalkan hal itu dilakukan dalam Roh dan kebenaran.
Dengan demikian, nyanyian-nyanyian yang selama ini digunakan dalam Ibadah-Ibadah di GPM khususnya dalam ibadah AM-GPM Ranting Christy Natalia, Cabang Rehoboth III selalu mengikuti perkembangan, yaitu dengan mengadopsi nyanyian-nyanyian praise and worship yang berasal dari aliran Kharismatik. Dari hasil panelitian dan menurut para informan, bahwa kebanyakan pemuda pada ranting ini lebih menyukai nyanyian praise and worship dibandingkan dengan nyanyian-nyanyian yang sudah ada sebelumnya di GPM (Mazmur, Tahlil, DSL, Ny. Rohani, KJ, dan PKJ). Sebenarnya nyanyian-nyanyian yang ada di GPM khususnya Mazmur dan Tahlil dari segi bahasa sudah tidak cocok lagi karena masih menggunakan ejaan lama. Sedangkan secara keseluruhan dari nyanyian jemaat di GPM, ada syair-syair yang sulit juga untuk dimengerti, kemudian irama dan melodinya juga ikut mempengaruhi seseorang dalam memaknai sebuah nyanyian dengan baik.
Adalah fakta menurut ilmu musik, bahwa musik dapat mempengaruhi seluruh kehidupan manusia begitu pula dengan nyanyian. Oleh karena itu, jemaat harus yakin bahwa musik yang dimainkan dan nyanyian yang dinyanyikan benar-benar dipusatkan kepada Allah, sehingga pasti akan memberikan pengaruh yang baik. Suara yang keluar dari alat-alat nusik yang dimainkan maupun nyanyian yang dinyanyikan dapat memberikan bentuk dan menyebabkan ungkapan perasaan seseorang ataupun karakter Allah dapat dimengerti dengan jelas di tengah-tengah jemaat. Unsur-unsur musik seperti irama sangat penting dalam proses penghayatan sebuah nyanyian, karena suatu irama dapat meningkatkan perasaan orang yang sementara menyanyi dan sangat baik bila digunakan selama puji-pujian dan penyembahan.
Pada kenyataannya nyanyian yang mendominasi saat ibadah berlangsung pada AM-GPM Ranting Christy Natalia adalah nyanyian praise and worship. Menurut mereka nyanyian ini lebih sesuai dengan konteks pemuda yang lebih banyak memberikan semangat dan memotivasi pemuda dalam beribadah. Hal ini bukan berarti bahwa nyanyian yang sudah ada sebelumnya di GPM harus diabaikan, karena nyanyian-nyanyian ini telah ada jauh sebelum adanya nyanyian praise and worship dan menurut pengakuan ketua Majelis Jemaat GPM Rehoboth bahwa “sebenarnya nyanyian praise and worship ini belum populer di GPM, tetapi sangat relatif untuk digunakan tepat pada waktunya karena sebenarnya nyanyian ini merupakan gaya saja di kalangan pemuda yang selalu mengikuti perkembangan dan untuk menjawab kebutuhan pemuda saja. “Karena Allah itu bertahta di atas puji-pujian, maka semuanya tergantung pada setiap orang yang menyanyikannya.” Kalau nyanyian itu dinyanyikan dengan sungguh-sungguh dan penuh dengan iman, maka nyanyian itu akan menjadi berkat bagi orang yang menyanyikannya maupun bagi orang lain yang mendengarnya. Di samping untuk memuji dan memuliakan Tuhan, nyanyian-nyanyian di GPM dan nyanyian praise and worship dapat mengubah suasana hati jemaat yang sedang kalut, dilanda masalah, bimbang, putus asa, dan lain-lain sebagainya menjadi bisa lebih sabar dan menerima bahkan mampu untuk mengatasi setiap masalah kehidupan yang dialami setiap orang percaya. Oleh karena itu, nyanyian-nyanyian tersebut baik praise and worship maupun KJ, PKJ, DSL, Thalil, Ny.Rohani, dan lain-lain, hendaknya dinyanyikan secara bergilir-ganti. Misalnya, satu minggu menggunakan nyanyian KJ atau PKJ, kemudian minggu berikutnya menggunakan nyanyian praise and worship. Atau bisa menggunakan liturgi kreatif yang di dalamnya ada nyanyian KJ, PKJ, DSL, dan praise and worship yang ditempatkan sesuai fungsinya. Pada kenyataannya, baik nyanyian di GPM maupun nyanyian praise and worship sama-sama memiliki karakteristik yang mampu menyentuh pikiran dan perasaan orang sehingga mengalami ketenangan spiritual. Oleh karena itu, nyanyian-nyanyian ini sangat cocok dengan kondisi jemaat GPM sebab kesederhanaan bentuk nyanyian dan melodinya sangat mempermudah jemaat untuk cepat menguasai lagu tersebut sehingga dapat dinyanyikan dengan lebih baik dalam rangka mendekatkan hidupnya pada Tuhan.
















BAB V
PENUTUP

A. KESIMPULAN
1. Dalam ilmu musik, bentuk seni yang diartikan sebagai cetusan ekspresi isi hati yang diungkapkan dalam bentuk bunyi-bunyian yang bernada dan berirama khususnya secara harmonis dalam bentuk lagu dan nyanyian. Musik Gereja adalah bagian dari musik yang dihasilkan manusia secara umum atau universal dan musik gereja adalah musik yang dihasilkan oleh orang-orang percaya untuk mengekspresikan iman mereka kepada Tuhan. Dengan demikian yang dimaksudkan dengan musik gereja adalah musik yang digunakan oleh dan di dalam ibadah gereja untuk memuji dan memuliakan Tuhan.
2. Musik dalam ibadah dapat dikelompokkan menjadi musik vokal, musik instrumental, dan gabungan vokal instrumental (Nyanyian jemaat diiringi oleh musik pengiring).
3. Nyanyian Praise and Worship merupakan kumpulan lagu pujian yang di ambil atau diadopsi dari aliran gereja lain di luar GPM namun, tetap merupakan bagian dari respons umat atas anugerah Tuhan dalam suatu persekutuan ibadah. Dengan demikian, semua usaha jemaat atau pemimpin musik dalam hal ini pendeta dan pelayan musik untuk mendiamkan atau menghilangkan bentuk nyanyian ini sebaiknya dihentikan.
4. Nyanyian-nyanyian gereja yang selama ini dipakai oleh GPM dalam pelayanan ibadahnya (Mazmur, Tahlil, DSL, Ny.Rohani) merupakan nyanyian-nyanyian yang telah lama berakar dan bertumbuh dalam gereja sehingga tidak mungkin mengalami pergeseran tempat dalam ibadah di GPM. Apalagi nyanyian-nyanyian tersebut memiliki karakteristik yang mampu menyentuh pikiran dan perasaan orang sehingga mereka dapat mengalami ketenangan spiritual. Oleh karena itu, nyanyian-nyanyian ini sangat cocok dengan kondisi jemaat GPM sebab kesederhanaan bentuk nyanyian dan melodinya sangat mempermudah jemaat untuk cepat menguasai lagu tersebut sehingga dapat dinyanyiakan dengan lebih baik dalam rangka mendekatkan hidupnya pada Tuhan.
5. Nyanyian-nyanyian jemaat yang selama ini ada dan bertumbuh dalam GPM (Mazmur, Tahlil, DSL, Ny. Rohani) harus dapat digubah secara lebih baik mengenai tata bahasa karena masih mengandung kata-kata nyanyian yang sudah tua sehingga sulit untuk dimengerti oleh pemuda gereja sekarang ini. Selain itu bentuk melodinya juga harus dapat diubah agar tidak menimbulkan rasa bosan oleh jemaat dalam bernyanyi, seperti yang dirasakan oleh AM-GPM Ranting Christy Natalia, sebab tidak semua nyanyian jemaat yang selama ini dipakai di GPM hanya memiliki irama melow namun ada juga yang berirama gerat seperti halnya nyanyian praise and worship.
6. Nyanyian-nyanyian gereja yang dimiliki oleh GPM sampai saat ini masih relevansi dengan kehidupan bergereja saat ini sehingga harus tetap ada dan bertumbuh dalam gereja sebagai sarana pemujaan terhadap anugrah Tuhan dalam sebuah Ibadah, dan juga harus tetap mendapat perhatian agar tidak ketinggalan zaman.

B. SARAN
1. Bagi Gereja Protestan Maluku agar nyanyian jemaat dapat berfungsi dengan baik, maka perlu ada suatu pembinaan secara struktural dan fungsional. Artinya dengan adanya pembinaan, maka segala sesuatu yang berkaitan dengan jemaat bernyanyi, dapat sesuai dengan apa yang diharapkan. Materi pembinaan itu dapat meliputi beberapa hal:
d. Memberikan pemahaman kepada jemaat lebih khusus Pemuda Gereja tentang apa itu Nyanyian jemaat, ibadah jemaat dan apa itu liturgi.
e. Memberikan pemahaman kepada pemuda Gereja tentang apa makna dan fungsi musik gerejawi termasuk di dalamnya nyanyian jemaat sebagai alat dalam pelayanan musik gereja.
f. Penciptaan lagu-lagu baru dengan menggunakan pola-pola musik yang sederhana dan membangkitkan semangat sangatlah penting sebagai upaya kontekstualisasi nyanyian gerejawi.
2. Bagi Fakultas Teologi UKIM untuk lebih membiasakan mahasiswa untuk mengenal dan mempelajari nyanyian-nyanyian gereja yang telah dipakai GPM selama ini, agar dapat dimengerti dengan jelas makna dan melodi dari lagu-lagu pujian tersebut.
3. Bagi para Komponis Maluku untuk lebih meningkatkan kreatifitas dengan menciptakan lagu-lagu gerejawi (nyanyian jemaat) yang barciri praise and worship tetapi bernuasa etnis Maluku.
4. Bagi Pemuda Gereja harus mampu memaknai nyanyian praise and worship secara tertanggung jawab, baik itu teologi, musik maupun bahasanya.
5. Bagi Tim Musik Gereja di GPM untuk lebih kreatif lagi melihat nyanyian-nyanyian gereja di GPM terutama dari sisi teologinya.





LAMPIRAN
Cinta Sejati








































Ku Bawa Korban Syukur









































Seperti Yang Kau Ingini









































Allah Ditinggikan










































Bahwa Serta Dengan Allah













































Datang Kehadirat Tuhan




































Hatiku Penuh Nyanyian










































Allah Peduli








































Api Kemuliaan-Nya










































Bapa Sorgawi